Senin, 14 Juli 2014

Nikmatnya Wedangan di Cafe Tiga Tjeret

00.33 0 Comments
Berkunjung ke Solo tanpa mengunjungi warung hik? Seperti Tom tanpa Jerry atau seperti Masha tanpa Bear. Ya, terasa ada yang kurang. Warung hik, atau ada juga yang menyebut wedangan khas Solo adalah tempat makan berupa gerobak di pinggir jalan. Menu utamanya adalah sebungkus kecil nasi dengan sedikit lauk. Pendampingnya aneka baceman, aneka sundukan (sate), dan aneka wedang. Di daerah lain seperti Semarang atau Jogja, orang mungkin menyebutnya kucingan atau warung sego kucing. Disebut sego kucing bukan nasi dengan lauk kucing lho, tapi karena porsinya sedikit mirip buat ngasih makan kucing.

Pengunjung bisa memilih duduk di kursi panjang atau lesehan di trotoar. Kalau datang serombongan biasanya memilih untuk duduk lesehan. Warung hik mudah sekali ditemui di seluruh penjuru kota Solo. Saat berkunjung ke Solo bersama teman-teman Komunitas IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis) Semarang beberapa waktu lalu, Mak Winda, sang putri Solo asli, merekomendasikan warung hik yang oke banget. Namanya Café Tiga Ceret. Letaknya di daerah Ngarsopuro, berhadapan langsung dengan halaman Pura Mangkunegaran, tepatnya di jalan Ronggowarsito no. 97 Solo.

tampak luar

Wow, kalau ini sih bukan warung hik biasa. Lebih tepatnya warung hik dengan format café. Begitu memasuki halaman, tampak bangunan dengan 2 lantai.  Pilihan makanan dan minuman yang ada sangat variatif, sampai bingung saya milihnya. Tapi berhubung sedang menjalani FC (meski abal-abal), saya bisa mengerem keinginan untuk memasukkan semua makanan itu ke dalam perut * hahaha…emang muat.

Begitu masuk tempat penyajian makanan, yang pertama tampak adalah nasi bungkus. Ada nasi rica bebek, oseng kikil, oseng tempe, sapi lada hitam, terik daging, dll. Belok sedikit terhidang aneka lauk dan jajanan. Ada bothok telur asin, pepes ayam, aneka sate, aneka gorengan, lemper, macaroni schotel, dll. Waduh, yang mana ya yang harus dipilih, enak semua sih kelihatannya. Benar-benar menggoda!

aneka nasi bungkus

aneka lauk dan jajanan

Ya sudah, berhubung perut nggak begitu lapar, saya ambil pisang kismis sama pesen teh panas * irit banget? Biarin. Anak saya, Nabila, juga nggak kalah irit, macaroni schotel sama es coklat. Dia tadinya pengin es puter, tapi kata si Mbak Kasir lagi kosong. Selesai membayar, sambil menunggu datangnya minuman dan makanan yang sedang dibakar, kami duduk berempat di halaman, di bawah payung lebar. Selain di bawah payung, ada pilihan lain sebenarnya. Di depan display makanan dan kasir, ada meja panjang dengan banyak kursi. Tapi meja itu sudah dipenuhi emak-emak yang lain. Ada lagi tempat di lantai 2 yang didesain layaknya cafe. Kalau yang itu males naik turunnya * dasar emak-emak uzur.

pesenan saya

Tak perlu menunggu lama, makanan dan minuman sudah terhidang. Hmm…saatnya makan. Soal rasa menurut saya (juga teman yang duduk semeja) sama saja dengan warung hik lainnya, lezat dan nikmat. Bau khas bakaran arang dan daun pisang membuat nafsu makan semakin menjadi. Jaman memang sudah berubah. Orang makan di luar bukan hanya untuk menikmati makanan tapi juga menikmati suasananya. Seperti juga di sini, makanan sama enaknya dengan warung hik lain, tapi suasananya cozy banget.

Ada yang menarik di café ini. Ketika saya perhatikan, kap lampunya terbuat dari rangkaian gelas plastik bekas. Hiasan dinding di depan kamar mandi terbuat dari bekas kemasan telur. Wow, benar-benar sejalan dengan konsep go green. Sementara tempat cuci tangan menggunakan ceret aluminium sebagai kerannya. Unik banget, kan?

gelas plastik bekas

Bagi yang sedang jalan-jalan ke Solo, jangan lupa mampir ke Café Tiga Tjeret ya * eh, kok saya jadi promosi ya. Harga makanan di sana sangat terjangkau, nggak nguras kantong, pokoknya. Per porsi antara Rp2.500 sampai Rp15.000. Café ini buka dari jam 11.00 sampai jam 01.00 dan bisa menampung 100 orang. Nah, tunggu apa lagi, yuk, datang rame-rame ke Café Tiga Tjeret. Sumpah, saya nggak dibayar, tapi kalo saya promo itu karena tempat itu memang keren * angkat 2 jempol.

Ini sebagian penampakan Cafe Tiga Tjeret:

foto, ttd, dan testimoni para artis

satu gigitan emang nggak cukup

si Mas asyik bakar2

bagian minuman

beberapa emak2 IIDN





Minggu, 13 Juli 2014

Ketika Orang Labil Ikut FC

23.25 0 Comments
Status temen-temen soal Food Combining yang bersliweran tiap hari di wall, membuat saya penasaran. Apa sih Food Combining atau FC, kok banyak banget yang mengikuti program itu. Ngalahin OCD nya Oom Dedy Kokbunder *ups. Langsung saya menuju FB Food Combining Indonesia. Info di sana ternyata komplit plit plit. Jadi intinya CF itu program pengaturan pola makan yang disesuaikan dengan sistem pencernakan kita. Yaitu apa yang dimakan, kapan waktu makannya, dan bagaimana cara makannya.

Patokannya gini kira-kira:
1. Apa yang dimakan? Pati, protein, sayuran, dan buah
2.Kapan waktu makannya?
- jam 12 sampai 20 waktu cerna à boleh makan
- jam 20 sampai 04 waktu penyerapan à nggak boleh makan apa pun
- jam 04 sampai 12 waktu pembersihan à ekslusif buah-buahan
3. Bagaimana memakannya? Kunyah makanan sampai lumat 33 X kunyahan

Trus ada patokannya lagi nih:
- Bangun tidur langsung minum jeniper alias jeruk nipis peras. Siapkan air hangat ½ gelas trus kucuri deh dengan jeruk nipis atau lemon. Minum pelan-pelan sambil dimasukkan ke bawah lidah dan sekitarnya
-Untuk sabu alias sarapan buah bisa buah apa saja kecuali duren, nangka, dan cempedak. Kira-kira dari jam 6 sampai jam 11
- Untuk makan siang dan makan malam rumusnya:
Pati + sayuran à OK
Pati + protein hewani à NO
Protein hewani + sayuran à OK

Setelah mikir selama 3 hari 3 malam, akhirnya saya memutuskan untuk ikut program FC. Mulai 1 April 2014 saya memberanikan diri bergabung * jiah istilahnya itu loh. Iya, soalnya saya tipe pemakan segala dan kapan saja. Jadi awalnya pasti beraaat banget.

Akhirnya 1 bulan berlalu sudah. Penasaran dengan program FC yang saya jalani? Baiklah saya akan berkata eh…nulis dengan jujur. Jadi, Saudara-saudara, memang lumayan berat program ini. Saya acungi jempol buat mereka yang konsisten melakoni selama berbulan-bulan bahkan tahunan. Selama 1 bulan ini saya berkali-kali melanggar aturan, diantaranya:
- Makan bakso, itu kan pati + protein hewani. Ceritanyanya saya lagi belanja bahan craft di Toko Satria, Semarang. Karena sejak pagi perut hanya terisi 2 butir apel, saya kliyengan siang itu. Saya nyari warung makan di pasar Johar, nggak ada yang sreg. Lha kok yang rame malah warung bakso. Yaudah, saya pesen 1 mangkok. Hahaha…nggak usah protes, dalam keadaan lapar saya nggak bisa mikir panjang
- Pernah beberapa hari nggak makan lalapan sayur mentah. Gara-gara liat ulat keluar dari selada, lalapan favorit saya, hiii…

Saya bener-bener takjub dengan mereka yang konsisten menjalani FC. Bahkan saat cheating makan enak-enak, mereka langsung pusing dan mual-mual (beberapa sampai muntah). Misalnya makan gorengan, makan cemilan manis, atau makan sate kambing. Lha, kok saya biasa-biasa aja ya saat cheating * namanya juga masih pemula. Misalnya nyicip cemilan coklat Nabil, makan gorengan, makan bakso atau siomay .

Eh, tapi ada hal positif yang saya rasakan loh. Misalnya saat belanja ke warung atau mini market, saya jadi belanja seperlunya saja. Nggak lagi ngambil roti, cemilan, atau minuman ringan. Kalau niatnya mau beli sabun, shampoo, atau deterjen ya…cuma itu aja yang diambil trus dibayar. Minum kopi, teh, dan susu juga nggak pernah saya lakukan selama sebulan itu. Kecuali pernah sekali minum teh saat bertamu ke rumah teman *jitak Diana.


Yang harus dicatat nih, selama 1 bulan ikut FC, badan terasa segar dan ringan. Kalau biasanya pas PMS kepala pusing dan badan meriang, sekarang enggak lagi. Huray…ternyata asyik ya, ikut FC. Sayang, saya orangnya masih labil * jiakakaka. Masih suka makan ini itu, nyemil ini itu, dan kadang lupa nggak sedia buah-buahan. Kalau minum jeniper dan makan sayur sih masih rutin sampai sekarang. Jadi dengan ini saya umumkan bahwa saya belum bisa konsisten menjalani FC. Mudah-mudahan setelah Lebaran nanti, saya siap menjalaninya lagi. Mohon maaf lahir batin, eh…mohon doanya ya.

maksi tanpa nasi


yg setia menemani maksi

buah lokal yg nggak nguras kantong

yg ini buah favorit

Selasa, 08 Juli 2014

Merawat Orang Tua

21.42 0 Comments
Hari itu, saya dikejutkan suara telepon. Dari kakak perempuan saya yang tinggal di Semarang! Katanya, “Tolong kamu cek, aku dapat kabar kalo tetangga kita dulu, Pak M, meninggal. Katanya bla…bla…bla…”

Tanpa menunggu waktu, saya meluncur ke kampung tempat tinggal saya dulu. Nggak jauh sih dari rumah saya sekarang. Lho kok sepi. Nggak ada tenda, kursi, atau bendera kuning seperti layaknya rumah orang meninggal dunia. Hanya ada police line di bagian pintu belakang * tanda tanya.

Saya balik badan dan segera saya buka FB. Ternyata beritanya sudah masuk beritakendal.com. Judulnya: Tinggal Sendirian, Ditemukan Tewas Membusuk. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Ternyata benar, itu Pak M, tetangga persis sebelah rumah saya dulu. Menurut berita itu, sejak hari Senin, Pak M yang berumur 60 tahun, mengeluh nggak enak badan sama tetangganya. Hari Rabu pagi, seorang ART yang mau belanja kebutuhan sehari-hari (oh ya beliau punya warung kecil di rumah) mencoba memanggil-manggil. Tapi, penghuni rumah tak jua muncul. Dia curiga karena mencium bau tak sedap. Segera ART itu meminta tolong tetangga untuk mengecek. Karena kesulitan, mereka pun lapor polisi.

Maka polisi pun datang untuk mendobrak rumah Pak M. Dan ternyata Pak M ditemukan di kamarnya sudah tak bernyawa. Televisi di kamar itu juga masih menyala. Jenasah segera dibawa ke RSUD Kendal untuk didiperiksa. Setelah terbukti tak ada tanda-tanda penganiayaan, jenasah dikuburkan sore harinya.

Sekedar info, istri Pak M belum 100 hari meninggal. Anak perempuannya ikut suaminya tinggal di Cilacap. Jadi, sejak istrinya meninggal, Pak M tinggal sendirian di rumah. Ketika saya datang takziah esok harinya, saya kok merasa si anak ini santai saja. Dalam arti ketika dimintai pendapat kerabatnya, malah mengatakan, “Terserah, saya manut saja. Saya repot. Minta pendapat saja sama kakak Bapak saja.” Mudah-mudahan penilaian saya salah. Bisa saja dia kecapekan karena perjalanan yang jauh dengan membawa 3 anak yang masih kecil-kecil.

Saya jadi ingat Ibu. Setelah Bapak meninggal, Ibu tinggal di rumah sendirian. Ibu kekeuh nggak mau ikut salah satu dari ke-6 anaknya. “Ibu mau di sini saja, nanti kalo Bapakmu pulang, gimana?” Kami mengalah, tak bisa memaksa Ibu. Kami pun patungan membayar orang yang mau nemani Ibu. Kejadian paling dramatis adalah ketika Ibu sendirian karena pembantu berhenti bekerja, kondisi Ibu pas drop. Kakak ipar menemukan Ibu dalam keadaan tidak sadar dengan badan belepotan * maaf Ibu mengalami pendarahan lambung.

Sebagai satu-satunya anak yang tinggal sekota, saya shock dan merasa bersalah. Sepulang dari rumah sakit Ibu langsung saya boyong ke rumah. Sejak itu kondisi Ibu benar-benar turun drastis, tak pernah sekali pun turun dari tempat tidur. Meski tinggal serumah, saya tak bisa merawat Ibu dengan tangan saya. Ada orang yang khusus merawat Ibu. Saat itu selain masih kerja kantoran, saya baru punya bayi. Tapi paling tidak saya merasa tenang, bisa melihat dan berbincang dengan Ibu setiap hari. Saat beliau tiba-tiba mengalami koma, saya sempat membacakan surat Yaasin di telinganya.

Ya, Allah semoga saat saya tua nanti, anak-anak mau merawat saya. Saya tidak ingin mengalami kejadian tragis seperti tetangga saya itu.




Senin, 07 Juli 2014

Indonesia, Ini Bukti Cintaku

16.14 1 Comments
Beberapa waktu yang lalu saya sempat menyaksikan konserta bertajuk “Swarga di Khatulistiwa” di Taman Ismail Marjuki (TIM), Jakarta. Konserta ini menceritakan tentang sebuah negeri elok yang kaya raya bernama Nusantara. Keelokan dan kekayaannya membuat banyak negara lain ingin memilikinya. Dengan segala tipu daya akhirnya Nusantara secara berganti-ganti dikuasai oleh negara lain seperti Portugis, Belanda, dan Jepang.

Tapi berkat perjuangan dan kegigihan para pemuda, penguasa-penguasa jahat itu bisa diusir dari Nusantara. Konserta yang berlangsung hampir 2 jam itu ditutup dengan pembacaan teks proklamasi. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu “Indonesia Pusaka” oleh seluruh pendukung konserta. Saya merasakan gemuruh di dada mendengar lagu yang dinyanyikan dengan penuh khidmad itu.

"Indonesia Pusaka" memang dahsyat

Tepuk tangan menggema di seluruh ruangan, begitu semua pendukung membungkukkan badan. Secara keseluruhan konserta itu bagus sekali. Baik pembacaan narasi, paduan suara yang membawakan aneka lagu daerah, tarian nusantara yang dibawakan para penari, maupun tata lampu. Bukan hanya itu, ada pesan yang saya tangkap seusai melihat konserta itu. Oh, ternyata untuk bisa menjadi Indonesia seperti sekarang ini diperlukan perjuangan yang luar biasa. Banyak darah yang tertumpah dan nyawa yang melayang demi merebut kembali Nusantara ini dari kaum penjajah.

Sebagai warga negara Indonesia, sudah sewajarnya kalau saya mencintai Indonesia, tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Agama saya juga mengajarkan bahwa mencintai negara itu wajib hukumnya. Tak peduli negara ini dicap negara lain sebagai sarang teroris, tingkat korupsinya tinggi, pengunggah situs porno terbanyak sedunia, dan mutu pendidikannya rendah. Apa pun komentar miring dunia tentang negara ini, saya tetap cinta Indonesia.

Kenapa? Karena di sini saya mendapatkan apa yang saya butuhkan. Tanah, air, udara, orang-orang yang ramah dan peduli, rezeki, kebebasan berpendapat, dan masih banyak lagi. Bandingkan dengan saudara-saudara kita yang tinggal di belahan dunia lain yang masih harus berjuang demi mendapatkan kemerdekaan.

Di era digital ini cinta tanah air tidak harus diwujudkan dengan memanggul senjata * mau perang sama siapa, Bro? Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menunjukkan rasa cinta tanah air, diantaranya memakai produk dalam negeri, menjaga kelestarian alam, dan melestarikan budaya masing-masing daerah. Saya sendiri punya cara sederhana mencintai Indonesia, diantaranya:
1. Memakai kain batik di berbagai kesempatan. Ditetapkannya batik sebagai warisan budaya nasional menurut saya itu membanggakan. Agar tidak diklaim sebagai budaya Negara lain, ya orang Indonesia sendiri yang harus mempertahankannya. Apalagi batik sekarang ini tampil dengan berbagai variasi baik model dan warnanya. Nggak ada ceritanya pakai kain batik jadi kelihatan tua. Batik untuk balita pun sekarang ada. Dan mereka tetap kelihatan cute.

saat jadi model "jadi-jadian"

2. Mengelola sampah rumah tangga dengan efisien. Tak bisa dipungkiri, ibu rumah tangga adalah sumber sampah di rumahnya. Karena dialah yang menentukan apa saja yang harus dibeli untuk keperluan rumah. Prihatin dengan pengelolaan sampah dan meningkatnya pencemaran tanah dan air di negeri ini, saya memulai langkah mandiri dari rumah. Caranya?
- Meminimalkan penggunaaan plastik.
- Membiasakan diri membawa tas belanja dari rumah.
- Mengelola sampai organik dari sisa sayuran menjadi pupuk tanaman.
-Memanfaatkan barang tak terpakai menjadi barang yang lebih berguna
3. Mengajarkan pada anak-anak saya tentang perbedaan. Syukurlah, saya pernah tinggal di komplek militer yang penghuninya komplit dari Sabang sampai Merauke. Dari sana saya ajarkan, “Nak, kita harus menghargai mereka. Walaupun suku, agama, dan budayanya berbeda mereka tetap saudara kita, sama-sama orang Indonesia. Berbeda itu biasa, malah akan memperkaya wawasan kita.” Menurut saya, kalau sejak kecil sudah diajarkan menghargai perbedaan, kelak akan tertanam dalam ingatan mereka.


Mencintai tanah air tak lain adalah upaya kita semua dalam mempertahankan kemerdekaan yang sudah diperjuangkan para pendahulu kita. Simpel saja, kalau kita mau mentaati peraturan, hidup sesuai norma agama dan susila yang berlaku, insya Allah negeri tercinta ini akan menjadi negara yang besar dan bermartabat. Tak ada pejabat yang korupsi, tak ada pedagang yang curang, tak ada pegawai yang mangkir kerja, dan tak ada pelajar yang tawuran. Ayo, Guys, buktikan cintamu pada Indonesia!