Kamis, 28 Agustus 2014

Jer Basuki Mawa Beya

20.47 6 Comments
Bapak mertua saya dulu seorang Lurah (Kepala Desa). Beliau lama sekali menduduki jabatan itu. Mungkin sekitar 20 tahunan. Sebelumnya beliau berprofesi sebagai guru SD. Nah, selama menjabat Lurah dalam waktu yang panjang itu, Bapak dan Ibu mampu berinvestasi berupa tanah dan sawah.

Ketika satu persatu dari ke-6 anaknya memasuki bangku kuliah, Bapak dan Ibu mulai menjual satu per satu tabungannya itu. Apalagi ketika anak pertama sampai keempat waktu itu kuliah semua dan salah satunya di fakultas Kedokteran. Wah…terbayang kan berapa biayanya. Akhirnya, dengan berat hati Bapak dan Ibu menjual semua tanah dan sawah yang beliau miliki. Habis…bis…tak bersisa.

Yang ada tentu saja rumah besar yang menjadi tempat tinggal sampai sekarang. Ditambah tanah yang juga masih luas di samping rumah. Banyak orang yang mencibir apa yang dilakukan Bapak Ibu. Maklum, waktu itu di desa mereka masih jarang orang tua yang menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Paling mentoknya ya sampai SMA.

Yang paling berani menegur terang-terangan adalah kakak kandung Bapak sendiri. Begini katanya, ”Buat apa nyekolahin anak tinggi-tinggi. Tuh, lihat anaknya si A, kuliah bertahun-tahun nggak lulus-lulus. Pulang malah dapat istri dan sekarang kerjanya serabutan. Mending nanti tanah dan sawahmu itu kamu bagi ke anakmu satu-satu.”

Tapi Bapak dan Ibu menanggapinya dengan senyuman. Mereka tak memperdulikan pendapat orang lain, yang penting keenam anaknya harus kuliah setinggi-tingginya. Bahkan ketika si bungsu lulus SMA dan tak ada lagi yang bisa dijual, Bapak Ibu mengumpulkan kelima anak lainnya.
“Nak, berhubung Bapak sudah tidak menjadi Lurah dan pensiun dari guru tidak seberapa, tolong bantu biaya kuliah adik bungsumu ini.”

Alhamdulillah, kini perjuangan Bapak Ibu sudah menunjukkan hasil yang nyata. Keenam anaknya sudah lulus kuliah dan semuanya bekerja. Saat berkumpul bersama, Bapak sering memberi wejangan pada kami. Kadang wejangan itu diberikan dalam bahasa Jawa, sampai cucu-cucunya melongo. Maklum Bapak kan pernah kursus jadi Pranatacara alias pembawa acara di acara pernikahan. Jadi bahasanya kayak orang main wayang atau ketoprak gitu.
“Anak-anak, tahu nggak, Mbah Kakung bicara tentang apa?”
“Nggak tahuuu….”

Itulah kondisi anak-anak sekarang, jarang yang berbahasa Jawa (apalagi kromo inggil) pada orang yang lebih tua. Sehari-hari menggunakan bahasa Jawa kasar campur bahasa Indonesia. Ya, mereka tidak bisa disalahkan. Orang tuanya sendiri jarang mengajarkan (tunjuk hidung sendiri), trus di sekolah pelajaran Bahasa Jawa hanya diberikan selama 2 jam pelajaran. Ditambah lagi teman-teman mereka juga menggunakan bahasa Jawa yang kasar. Ya, sudah lah, klop semua…

Kembali ke soal wejangan Bapak. Beliau tak bosan-bosannya meminta kepada kami agar nanti menyekolahkan anak-anak kami setingi-tingginya.
“Dalam bahasa Jawa ada pepatah ‘Jer basuki mawa beya’, kalau ingin hidup enak/sukses harus mau berkorban/ berusaha (Beya itu arti sebenarnya biaya, tapi bisa diartikan pula sebagai usaha). Coba kalian bayangkan kalau Bapak Ibu dulu mendengarkan kata saudara-saudara Bapak. Mungkin kalian nggak ada yang jadi Dokter, PNS, atau Perwira TNI. Mungkin kalian saat ini seperti sepupu kalian yang jadi petani atau pegawai pabrik. Karena itu, nanti cucu-cucuku juga harus sekolah yang tinggi.”

Suami sering menggoda Ibunya, ”Bu, sebenarnya Ibu gela (kecewa) nggak sih udah jual semua perhiasan, tanah, dan sawah untuk biaya kuliah. Lihat tuh, sekarang Ibu nggak pakai gelang dan kalung lagi. Dan tanah sawah dulu itu kalau dijual sekarang laku ratusan juta lho.”
“Ya, sebenarnya gela sih, Le, hehehe…Tapi kalau Ibu melihat anak-anak sudah jadi orang, ya Ibu ikhlas dan bangga. Nggak apa-apa nggak pakai perhiasan, lha wong sudah tua kok. Menyekolahkan anak itu kan sudah kewajiban dan tanggung jawab Bapak Ibu.”
Oh, so sweet…* peluk Ibu mertua dan sungkem sama Bapak mertua.





Minggu, 10 Agustus 2014

#LetterstoAubrey from Budhe Cicik

22.27 3 Comments
Dear Ubii,
Wah, Ubii barusan ulang tahun yang ke-2 ya. Happy birthday, Ubii cantik. Budhe doakan semoga Ubii selalu sehat, tambah pinter, dan jadi kebanggaan Mami dan Papi. Oh, ya, kenalin, ini Budhe Cicik, temen Mami Grace di dunia maya. Meski belum pernah bertemu muka, tapi Budhe kok rasanya kenal dekat dengan Mami, juga Ubii ya. Itu karena Mami rajin posting tentang Ubii di blog. Mami Grace emang keren, jago banget nulisnya. Perasaan Budhe campur aduk kayak naik jet coster waktu baca postingan Mami.

Ubii cantik,
Ubii harus bangga punya orang tua seperti Mami Grace dan Papi Adit. Begitu banyak anak yang terlahir spesial kayak Ubii, tapi diperlakukan tidak wajar oleh orang tuanya sendiri. Seperti dibuang dan diterlantarkan. Lihat, bagaimana Mami dan Papi melimpahkan perhatian dan kasih sayang pada Ubii. Di saat ada orang tua lain yang menyembunyikan atau menutupi kekurangan anaknya, Mami malah bercerita banyak tentang Ubii. Menurut Budhe itu luar biasa. Budhe yang tadinya awam soal apa itu penyakit campak Jerman, apa pengaruhnya terhadap janin, bagaimana menangani anak yang terkena virus Rubella, sekarang jadi lebih tahu.

Ubii sayang,
Tuhan menciptakan manusia sungguh sangat istimewa. Masing-masing dilengkapi dengan kelebihan dan kekurangan. Seperti contohnya Kak Rafi, yang tuna rungu. Dia diberi talenta pinter bikin gambar desain baju. Trus ada lagi, Kak Dewa, yang juga pernah tampil di acara “Kick Andy” kayak Ubii. Dia mengalami kelumpuhan pada tangan dan kaki tapi jago nulis loh. Itu bukunya Kak Dewa, Budhe foto di sebelah buku “Letters to Aubrey”. Tulisan Mami dan Kak Dewa sama kerennya. Eh, Ubii juga keren loh, kecil-kecil piala dari lomba fotonya sudah banyak.


Ubii imut,
Budhe yakin, Ubii bakal jadi anak yang hebat, karena punya orang tua yang hebat pula. Kalo sudah gedhe Ubii pengin jadi apa? Budhe doakan deh, semoga semua keinginan dan cita-cita Ubii bisa terwujud. Budhe juga mendoakan Mami dan Papi diberi kesehatan, dimudahkan segala urusannya, dan diberi kesabaran dalam merawat Ubii. Budhe berharap suatu saat kita bisa bertemu secara langsung. Budhe pengin cubit pipi Ubii dan Mami. Habis, kalian berdua sama-sama nggemesin, sih. Sekian dulu ya, coretan dari Budhe. Ubii, Mami dan Papi harus tetap semangat  menjalani hari-hari yang akan datang. Hadapi apa pun yang akan terjadi nanti dengan senyuman. Banyak sekali yang mencintai, mendoakan, dan mensupport kalian.

                                                                                                Salam sayang dari Kendal


                                                                                                Budhe Cicik














Kamis, 07 Agustus 2014

Andai Umurku Sama Seperti Umur Rasulullah

15.51 1 Comments
Seorang kerabat yang berumur 65 tahun pernah berujar, “Alhamdulillah, dapat bonus umur 2 tahun.” Maksudnya umur 63 (seperti umur Nabi Muhammad) plus 2 tahun. Ternyata, banyak orang yang menganggap bahwa usia Rasulullah adalah patokan umur normal manusia saat ini. Bukan seperti umur Nabi Adam atau Nabi Nuh yang mencapai ratusan tahun.

Hmmm…ini hanya berandai-andai, ya. Tahun ini saya genap berumur 43 tahun. Andai saya diberi umur 63 tahun seperti Rasulullah, itu artinya sisa umur saya tinggal 20 tahun lagi. Waktu yang lama bagi orang yang hidup di penjara, namun singkat bagi mereka yang asyik dengan apa yang dijalaninya.

Apa pun pendapat orang tentang lama tidaknya sisa waktu itu, ijinkan saya menuliskan 7 keinginan yang ingin bisa terwujud sebelum ajal menjemput saya.
1. Saya ingin melaksanakan ibadah haji bersama suami. Saya ingin menyempurnakan semua rukun Islam, setelah empat lainnya insya Allah sudah saya laksanakan.
2. Saya ingin melihat ketiga anak saya mandiri. Dalam arti ketiganya lulus kuliah, punya penghasilan, dan berumah tangga.
3. Saya ingin meninggalkan rekam jejak hidup berupa buku. Entah itu buku berisi penggalan kisah hidup saya, buku keterampilan, atau buku yang bermanfaat lainnya.
4. Saya ingin punya usaha di rumah. Tak perlu perusahaan besar, yang penting membuat saya punya kesibukan, tetap bisa beribadah, dan tidak mengganggu urusan rumah tangga.
5. Saya ingin semua keluarga besar saya terbebas dari hutang. Sedih rasanya bila di antara kami ada yang masih punya hutang pada pihak lain. Saya selalu ingat kisah Rasulullah yang tidak mau menyolati orang yang banyak hutang.
6. Saya ingin mengabdi pada suami dan anak-anak. Jujur saya juga tidak nyaman menjalani LDR alias hubungan jarak jauh dengan suami. Saya ingin tinggal serumah dan mengurus mereka semampu saya.
7. Saya ingin hidup saya bermanfaat untuk orang banyak. Tak perlu muluk-muluk, yang sederhana saja. Misalnya membagikan ilmu keterampilan yang saya miliki pada anak-anak dan para ibu di sekitar saya.

Semua keinginan itu memang tidak mudah, tapi saya yakin semua bisa terwujud asal saya bersungguh-sunguh mengusahakannya. Dan tentunya bila Allah menghendakinya. Trus, apa saja yang sudah saya lakukan untuk bisa mencapai semua itu?
- Mengumpulkan rupiah demi rupiah semampu saya. Uang, yang kata sebagian orang bukan segala-galanya, tapi sangat penting keberadaannya. Mau pergi haji, bayar hutang, atau membantu orang lain, semua harus pakai uang. Berbagai usaha sudah saya lakukan mulai dari jualan kerajinan dari kain flanel, menyusun buku masakan, sampai jualan buku online.
- Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Saya sudah memulai pola hidup sehat akhir-akhir ini dengan cara rutin berolah raga dan menjaga pola makan. Saya sadar, itu adalah modal utama agar bisa merawat suami dan anak-anak, bahkan kalau mau bisa melihat cucu-cucu saya kelak. Beruntung putri sulung saya sering mengingatkan, saat nafsu makan saya sedang meningkat. Atau saat saya sedang malas berolah raga.
- Terus menerus menambah ilmu dan wawasan. Banyak membaca, banyak mencari berita, dan mengikuti perkembangan agar tidak ketinggalan. Saya harus tahu banyak hal, seperti trend buku apa yang diminati pembaca, model asesoris apa yang disukai penggemar mode, atau cara memaksimalkan penghasilan lewat gadget.
- Mulai menulis cerita tentang masa kecil saya, saat masih bekerja kantoran, dan saat tinggal di Jakarta. Semuanya saya simpan di file komputer. Suatu saat semua itu harus jadi buku.
- Berdoa pada Yang Maha Kuasa, agar diberi kesehatan, umur panjang, dan hidup berkah. Sekeras apa pun usaha yang kita lakukan, tak akan berhasil tanpa campur tangan-Nya.

Itulah 7 keinginan terbesar saya seandainya diberi umur sama seperti Rasulullah. Berbagai usaha juga sudah saya lakukan demi mewujudkan mimpi-mimpi saya. Tugas saya sebagai manusia hanya berusaha. Soal hasil saya serahkan sepenuhnya pada Allah, Sang Maha Penentu. Semoga keinginan saya itu bisa terwujud sebelum malaikat maut benar-benar datang menjemput. Amin.

Artikel ini diikutsertakan pada Giveaway Seminggu : Road To 64