Senin, 27 Oktober 2014

Bukan Blogger Beneran alias Abal-abal

23.43 2 Comments
Hei, 27 Oktober itu ternyata Hari Blogger Nasional, ya? Baru tahu saya, hehehe…maklum blogger pemula. Pantesan sepanjang hari ini temen-temen blogger pada posting di FB link blog mereka yang kalimat penutupnya: Selamat Hari Blogger Nasional atau Happy National Blogger Day. Wah, saya juga mau nulis tentang blog saya ah. Kalau Pakdhe Cholik alias Guslix Galaxy judulnya: “Saya Blogger Beneran”, saya sebaliknya *biar dibilang anti mainstream, hihihi…

Saya mulai kenal dan akhirnya bikin blog di akhir tahun tahun 2012 *unyu kan? Ceritanya waktu ikut acara Nova Ladies Fair, saya ketemu dengan teman-teman dari komunitas KEB alias Kumpulan Emak Blogger. Di mata saya mereka itu semua cantik dan smart. Seusai acara, saya meluapkan rasa penasaran dengan membuka FB dan blog mereka. Wuih…ternyata kerena abis! Orangnya cantik-cantik, tulisannya enak dibaca, lagi.

Saya pun merengek-rengek pada anak saya untuk membuatkan blog * nasibmu, Nak, punya emak gaptek. Setelah merayu-rayu plus nyogok pake sebatang coklat, jadilah blog impian saya: catatanjengsri.blogspot.com. Huray! Berhubung gaptek parah (ditambah faktor U), hampir tiap hari saya dan putri saya adu mulut persis preman rebutan lahan parkir. Contohnya begini:
Saya     : cara naruh link itu gimana sih? Trus cara masang logo di side bar itu gimana?
Anak    : gini, blablabla bliblibli blublublu… (pokoknya merepet kayak petasan)
Saya     : aduk, Nduk, jangan cepet-cepet gitu, lah. Emakmu ini kan Pentium 1 yang jalannya kayak siput hamil lagi kelaparan (perumpamaan ngarang sendiri)
Anak    : ih, kemarin kan sudah diajari, masak lupa caranya?
Saya     : oh,ya? (garuk-garuk meja)

Perlahan namun juga tak pasti, saya mulai mengisi blog saya. Isinya curhatan cerita sehari-hari, laporan pandangan mata saat saya mengikuti berbagai acara, dan tulisan yang diikutkan GA alias giveaway. Oh, ya, saya beberapa kali mencoba mengikuti GA yang diadakan teman-teman blogger. Alhamdulillah, tak ada satu pun yang menang * nunduk menatap jempol kaki. Tapi jangan panggil saya jeng sri imut-imut kayak marmut kalo gampang menyerah.

flash disc hasil nulis di blog. itu pun gara2 jumlah hadiah lebih banyak daripada pesertanya

Sampai detik ini saya masih ngisi blog saya (meski nggak bisa rutin tiap hari). Kenapa?
1. karena ngeblog itu kayak ngisi diary jaman SMP/SMA dulu. Kita bebas ngomongin apa saja semau kita. Bedanya diary kita ini bisa dibaca banyak orang, jadi mikir kalo mau ngomong jorok * eh
2. menulis itu butuh skill bukan bakat, semakin sering nulis maka akan semakin terampil. Saya suka ngikik sendiri kalo baca tulisan di awal-awal ngeblog dulu * garing boo
3. kata teman saya, ngeblog itu bisa jadi sumber duit * hah…duit, mata langsung ijo. Beberapa orang teman blogger saya sudah sering nerima kerjaan dari blog. Biasanya diminta mereview suatu produk, setelah menulis testimony di blog, jadi duit deh tulisannya. Meski belum sampai ke level itu, boleh dong saya bermimpi dapat uang dari blog *lanjutin tidur
4. sarana berbagi ilmu dan pengalaman. Mungkin banyak orang yang nggak pernah mengalami sesuatu seperti yang saya alami. Nah, dengan membaca blog saya, orang jadi tahu. Atau mungkin pernah mengalami sesuatu yang sama dengan saya. Tapi saya yakin kalo ditulis pasti hasilnya berbeda
5. dengan ngeblog kita jadi semakin banyak teman. Saya sering terkaget-kaget saat baca email, inbox, atau sms dari seseorang yang belum saya kenal. Katanya sih mereka tahu saya karena membaca blog saya. What? *nyari posisi yang enak dulu buat pingsan.

Nah, akhir kata seperti teman-teman blogger lainnya: Selamat Hari Blogger Nasional. Yuk tetap ngeblog, kalo bisa setiap hari. Seperti kata Pakdhe Cholik, blog yang 6 bulan nggak pernah diisi bakalan didatangi PH buat syuting acara Dunia Lain. Jiakakaka…sindiranmu mak jleb banget, Pakdhe. Oh ya, di maya saya Pakdhe Cholik itu memang inspiratif banget loh. Pensiunan jendral bintang satu TNI AD, usia 64 tahun, ngeblog tiap hari, dan sudah nerbitin 11 buku. Trus, saya kapan seproduktif beliau *blogger abal-abal mau ngumpet dulu ah…




Sabtu, 25 Oktober 2014

Ih...Kecil-kecil Kok Kayak Preman

16.29 2 Comments
Beberapa waktu lalu di sosmed ramai berseliweran video bullying seorang anak SD oleh teman sekelasnya. Dalam video berdurasi 1 menit 52 detik itu, tampak seorang anak perempuan berjilbab berada di sudut ruangan dipukul dan ditendang oleh beberapa temannya. Hampir semua yang membully laki-laki, hanya tampak seorang teman perempuan yang ikut menendang.

Miris melihatnya. Beberapa teman blogger perempuan malah menangis melihat video itu. Membayangkan, seandainya anak mereka yang menjadi korban bullying temannya. Saat berdiskusi dengan teman sesama pengajar KI tentang bullying pada anak-anak, curhatan seorang teman cukup membuat saya terkejut.

Ternyata, putri teman saya ada yang pernah dibully teman-temannya. Sebut saja namanya Sasa, kelas 4 SD di sebuah SD swasta terkenal di Semarang. Suatu hari, seorang temannya mengajak ke kamar mandi. Sementara itu di dalam kelas teman lainnya memasukkan air cabe dan garam ke dalam botol minum Sasa. Sang Ibu yang seorang psikolog tentu tidak terima saat putrinya mengadu tentang bullying itu. Beliau menemui pihak sekolah dan meminta kasus ini diusut.

Yang membuat saya mengelus dada, tersangkanya ada 6 orang, semuanya perempuan. Mereka tidak suka dengan Sasa yang terlalu patuh dan taat peraturan. Dan ide memasukkan air cabe dan garam ke tempat minum itu mereka tiru dari sinetron. Yang membuat teman saya ingin menangis lagi, mereka ternyata juga menyiapkan tali. Untuk apa coba? Astaghfirullah hal adziim…

Melihat fenomena semakin maraknya anak SD yang suka melakukan kekerasan terhadap temannya, tentu membuat kita semua prihatin. Lalu salah siapa semua itu? Banyak orang yang menyalahkan gurunya. Sedang apa dan di mana sang guru saat bullying itu terjadi. Karena menurut beberapa sumber, kejadian itu berlangsung di mushola. Bapak Guru Agamanya ada, murid-murid lain juga tampak sedang mengerjakan tugas di lantai.

Ada lagi yang menyalahkan orang tuanya. Gimana sih cara mereka mendidik anak, kok jadi kayak preman gitu. Sebagian lainnya menyalahkan tayangan sinetron remaja yang isinya tidak mendidik sama sekali. Juga adanya game online yang sarat dengan unsur kekerasan. Oke, itu hasil pengamatan saya lewat komentar-komentar di bawah tayangan video itu.

Sementara di video lain yang judulnya Children See Children Do (https://www.youtube.com/watch?v=8AcWo3gbtBk), saya jadi mengangguk-anggukan kepala sendiri * seperti burung pelatuk. Ya, anak itu memang peniru ulung. Dia suka meniru apa saja yang dilihatnya. Di video itu tampak seorang anak kecil yang berjalan persisi di belakang orang tuanya. Saat si Bapak membuang sampah sembarangan, si Anak mengikuti. Saat si Ibu merokok, si Anak juga mengikuti. Ketika orang tuanya bertengkar sambil mengeluarkan kata-kata kasar, si Anak pun meniru. Ckckc...

Sudahlah, tidak usah saling tunjuk hidung mencari siapa yang salah. Jangan-jangan anak kita seperti preman karena kelakuan kita juga. Kita asyik nonton sinetron dan anak mengikutinya. Kita membiarkan anak mengakses game online yang isinya orang berkelahi hingga darah berceceran di mana-mana. Atau kita terlalu asyik dengan pekerjaan kita hingga tak peduli saat anak butuh perhatian dan bingung mencari solusi atas masalah yang dihadapinya.

Yuk, terus belajar agar jadi orang tua yang smart, panutan yang baik bagi anak-anak di rumah. Belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain yang sukses mendidik anaknya. Tak ada sekolah formal untuk menjadi orang tua. Saat kita punya anak, saat itulah kita menjadi orang tua. Kalau ingin punya anak yang baik ya harus memulai dari diri sendiri menjadi orang baik. Jadi, yuk kita mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang paling kecil, dan mulai dari sekarang.


Selasa, 21 Oktober 2014

Surga Kecil di Kota Sebelah

09.49 0 Comments
Dulu saya sering banget membayangkan bisa jalan-jalan di perkebunan teh di kawasan Puncak atau di Bandung. Kayaknya kok dingiiin banget, trus pemandangannya juga bagus. Hamparan pohon teh terbentang luas di setiap penjuru. Pokoknya kayak yang di sinetron gitu lah.

yg ada dlm bayangan saya

Eh, ternyata nggak jauh dari kota Kendal tercinta, ada juga perkebunan teh. Tepatnya di Desa Keteleng, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang. Namanya perkebunan teh Pagilaran. Dari alun-alun kota Batang lurus ke arah selatan sepanjang 28 km. Jalannya cukup berliku tapi nggak seterjal jalan ke kawasan wisata Dieng.

pagilaran siang itu

Dari tempat parkir, jalan turun sedikit, tampak arena flying fox dan jembatan gantung yang di bawahnya ada sungai yang cukup curam. Sayang, karena lagi puncaknya musim kemarau, air sungainya mengering. Hanya ada aliran kecil yang sangat jernih airnya. Oh, ya, tarif naik flying fox 15.000, sedang jembatan gantung 2.500 rupiah saja.

jembatan gantung

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam, saya dan rombongan segera gelar tikar di bawah pohon melinjo. Hahaha…makan-makan dulu. Makan pagi atau siang ini? Apalah…pokoknya makan bareng-bareng di tempat yang sejuk, titik. Tuh liat, ada yang bawa nasi dan lauk pauk, plonco, rujakan, dan krupuk usek (hihihi…khas Kendal banget). Yuk ah…makan dulu.

makan2 dulu

Setelah kenyang, baru deh jalan-jalan di kebun teh alias tea walk. Pemandangan memang bagus, sayang udaranya nggak sedingin yang dibilang teman-teman sebelumnya. Lagi-lagi, ini pasti karena lagi puncaknya musim kemarau. Jakarta dan Bekasi aja mencapai 40 derajat C. Kendal juga akhir-akhir ini bikin warganya kegerahan, saking panasnya. Jadi, di Pagilaran yang biasanya 21-25 derajat C, mungkin ini ya 27 derajat * sotoy.

kebayang kan panasnya?
saatnya tea walk

Usai ngos-ngosan naik turun bukit, kami balik ke tempat parkir. Di dekat tempat parkir ada bangunan yang dibuat seperti teko. Kata teman saya namanya tugu poci. Nah, di belakangnya ada tempat penjualan oleh-oleh khas Pagilaran dan Batang. Trus, pabrik, kantor, dan rumah karyawan juga ada di sekitar situ. Sayang, karena hari Minggu, maka pabrik tutup. Akses untuk ngintip pabrik pun nggak ada, pintu portal dijaga Pak Satpam.

tugu poci

Mungkin (mimpi boleh kan?), lain kali saya akan mengajak keluarga nginep di vila yang banyak tersebar di sekitar kebun teh. Jalan-jalan pagi, melihat petani memetik teh, lalu melihat proses produksi teh di dalam pabrik. Juga melihat matahari terbit dan tenggelam di bukit Sekupel dan gunung Kemulan/Kamulyan, atau menikmati dinginnya air terjun yang belum sempat saya lihat. Wow…ternyata ada surga kecil tak jauh dari kota saya.

view pagilaran


Rabu, 15 Oktober 2014

Tak Ada Bun Upas, Mie Ongklok pun Jadi

23.58 2 Comments
Ada dua hal yang membuat kawasan pegunungan Dieng jadi trending topic di akhir bulan Agustus 2014 lalu. Yang pertama yaitu munculnya fenomena alam yang oleh masyarakat lokal disebut bun upas ( artinya embun racun). Bun upas itu biasanya muncul di musim kemarau. Suhu yang rendah di malam hari (bahkan) mencapai di bawah 0 derajat Celcius, meninggalkan sisa berupa embun kristal di pagi hari. Kehadiran embun ini tidak disukai para petani kentang, karena merusak sebagian besar tanaman mereka.

penampakan bun upas

Meski kehadiran bun upas dibenci para petani, banyak wisatawan tertarik melihat langsung fenomena alam yang langka ini. Mereka rela menginap, demi melihat kilauan ‘salju’ yang menempel di tanaman, yang berada di ketinggian di atas 2.000 meter itu. Bun upas akan menghilang seiring munculnya matahari. Asal tahu saja, fenomena ini biasanya hanya berlangsung selama 3 hari di bulan Juli atau Agustus.

Yang kedua, dengan diadakannya Dieng Culture Festival 2014 tanggal 30 dan 31 Agustus lalu. Acara seni dan budaya yang sudah rutin digelar sejak tahun 2010 kali ini lebih istimewa. Lihat saja daftar acaranya, ada kirab budaya, prosesi pemotongan rambut anak gimbal, pesta lampion dan kembang api, juga pagelaran music jazz bertajuk Simfoni Negeri di Atas Awan.

Adanya promosi dari berbagai media, membuat banyak pengunjung datang ke Dieng untuk menikmati acara itu. Sayang, saya termasuk orang yang tidak berkesempatan hadir di hari itu. Padahal saya pengin banget ke sana, menerbangkan lampion bersama-sama. Membayangkan langit malam itu pasti tampak indah bertaburan cahaya lampion.

Ketika saya mengunjungi Dieng awal September, ternyata pengunjungnya lumayan padat juga. Apa karena melihat liputan acara Dieng Culture Festival di berbagai media ya, jadi penasaran. Entah lah. Mulai dari pintu masuk area Dieng yang pertama, iring-iringan mobil seakan tak ada putusnya.

pintu masuk pertama

Dari pintu masuk pertama ke lokasi wisata Dieng ternyata memakan waktu lumayan lama, sekitar 20 menit. Kita harus melewati beberapa tikungan dan tanjakan tajam. Tapi mata kita akan terhibur dengan pemandangan di kanan kiri jalan. Perkebunan sayuran tampak rapi sedang dikerjakan para petani. Kita bisa melihat tanaman kentang, wortel, juga pohon carica, tanaman khas Dieng.

Ada beberapa lokasi wisata di kawasan Dieng. Untuk mencapai satu lokasi ke lokasi lainnya, cukup jauh. jadi harus naik mobil. Sepertinya tidak ada angkutan khusus di sekitar lokasi. Biasanya para pengunjung datang berombongan, menyewa sebuah mobil elp. Kalau datang sendiri atau berdua, ya mending naik motor aja.

Lokasi pertama yang saya datangi  adalah kawasan candi. Dari pintu masuk, kita akan bertemu dengan Candi Arjuna. Suasana yang ramai dan panas yang terik membuat saya malas mengunjungi candi lainnya (seperti candi Gatutkaca, Bima, Srikandi, Semar). Saya memilih mengisi perut yang mulai keroncongan. Pilihannya tentu saja makanan yang khas di daerah itu. Dan saya memilih mie ongklok, mie yang dicelup ke air panas bersama dengan kubis, lalu disiram kuah kental. Tambahan satenya yang masih panas pula, bikin makan siang saya terasa nikmat. Hmm…yummy!

mie ongklok yang yummy

Destinasi selanjutnya adalah Telaga Warna. Di sekitar Telaga Warna banyak sekali tempat wisata yang bisa kita pilih, ada Telaga Pengilon, ada aneka gua yang letaknya di atas bukit kecil ( gua Semar, gua Jaran, gua Sumur, dan lainnya). Di gua Semar, saya malah sempat bertemu dengan juru kuncinya yang postur tubuhnya agak tambun, pake baju beskap hitam, celana hitam, dan lilitan kain batik di pinggangnya. Hehehe…mirip ikon Semar banget, boo.

Puas melihat telaga dan gua, saya dan rombongan pindah ke kawasan kawah. Ada banyak kawah di lokasi itu, di antaranya kawah Sikidang,  Sileri, Siglagah, Candradimuka, Timbang. Di pintu masuk banyak pedagang asongan menawarkan masker. Ya, masker sekali pakai yang biasa dijual seribuan di pinggir jalanan Jakarta. Di sana dengan membayar 5.000 rupiah kita akan dapat 3 masker.

Bau belerang terasa menyengat begitu mendekati lokasi. Saya memilih duduk menunggu beberapa teman yang mendekati kawah. Ternyata, banyak yang balik kanan, “Nggak kuat, mual.” Kata seorang pedagang asongan, awalnya memang baunya bikin mual, tapi semakin mendekati kawah, nggak akan terasa lagi. Entahlah…yang pasti saya nggak kuat dengan terik matahari yang sangat menyengat siang itu.

Jalan-jalan tanpa membeli oleh-oleh tentu kurang afdol. Sebelum pulang, kami pun mengunjungi pasar sentra sayuran di tengah kota Wonosobo. Semua sayuran di sini dijual grosir, nggak ada yang eceran. Kentang ya harus 1 karung ( kira-kira 17 kg), buncis ya harus 1 karung kecil ( 5 kg). Akhirnya 1 karung kentang dan buncis pun masuk ke bus kami.

Terakhir, mampir di toko oleh-oleh yang menjual makanan kering,seperti keripik jamur, keripik paru, dan cemilan lainnya. Saya pilih carica, manisan pepaya hutan yang maknyus itu, yang kemasan mangkuk plastik. Geli kalau ingat pengalaman nggak bisa buka carica kemasan botol selai dulu, hehehe...

carica, masih mentah dan manisan
Bus pun melaju kembali ke kota Kendal tercinta. Sst…jangan ketawa ya, saya satu-satunya peserta rombongan yang mabuk * tutup muka. Perjalanan berliku melewati puluhan tikungan dan tanjakan kali ini membuat saya puas. Ya, akhirnya saya bisa sampai ke kawasan Dieng juga, setelah rencana libur Lebaran kemarin batal. Nggak bisa melihat bun upas nggak papa, minimal sudah menikmati mie ongklok langsung di kota asalnya.

Catatan: Selain foto mie ongklok, semua gambar saya ambil dari Google. Maklum, foto di HP dihapus semua demi bisa pasang Whatsapp, hiks...

Minggu, 12 Oktober 2014

Ini Keluarga Baruku

16.16 4 Comments
Selain berbagai pengalaman tak terlupakan, Kelas Inspirasi Semarang yang saya ikuti, tanggal 25 September 2014 lalu, membuat saya menemukan keluarga baru. Ya, rekan-rekan yang tergabung dalam Kelompok 3 KIS 1 itu kini sudah kayak saudara aja. Sesuai salah satu prinsip dari Kelas Inspirasi : menjalin silaturrahmi, maka kami sepakat nggak akan menghapus grup WA yang kami gunakan sebagai sarana komunikasi selama ini.

Oke, yuk kenalan dulu satu per satu dengan 22 anggota grup lebay dan alay ini.



Fasilitator 2 orang:
1. Yang ganteng, Mas Farhan, PNS Dinas Kesehatan Semarang
2. Yang cantik, Mbak Dian Tri Wiyanti, dosen USM



Inspirator ada 15 orang, kita urutkan sesuai foto ya…
1. Mbak Soviana Maulida Adipurawati alias Sovi, penyiar dan divisi medsos, radio Gajah Mada FM Semarang
2. Ibu Prima Hapsari Arimoerti alias Prima, psikolog, Relation Officer PT Bahtera Pesat Lintasbuana
3. Mbak Erma Yuliati alias Erma, farmasis PT Nufarindo
4. Mbak Maria Helena Gerrits alias Maria, CS PT Ceva Freight Indonesia, Jakarta
5. Mbak Aini Jamil alias Aini, CS PT Pura Barutama, Kudus
6. Ibu Wuri Nugraeni alias Wuri, penulis dan mantan reporter
7. Mas Widodo Arif Wicaksono alias Wido,  staff Pengadilan Tinggi Agama Semarang
8. Pak Ardian Agil Waskito alias Ardian, Pengkaji Data Anak, BPPPAP Semarang
9. Ibu Sri Winarti alias Cicik, siapa ya? Crafter imut pemilik usaha rumahan Pika Pika Craft
10. Mbak Nur Solekhah alias Inung, CS Export Import PT Dinamika Expressindo Semarang
11. Mas Dimas Wicaksono alias Dimas, dosen Unnes
12. Mas Reza Aditia Nirbaya alias Reza, Direktur Strategic Media Corp
13. Ibu dr. Lili Sianawati alias Lili, dokter umum di RS Telogorejo Semarang
14. Pak Ahsanut Takwim alias Ahsan, nahkoda kapal patroli, Kantor Bea Cukai Semarang
15. Lho kok foto saya lagi? Terserah yang nulis dong, hehehe…. Begini, pada saat sesi foto-foto, anggota paling sepuh kami, Pak Sururi sudah pamit pulang duluan. Beliau seorang petani tambak yang bekerja di Biota Foundation. Tinggal di pesisir Mangkang, Semarang. Aktif dalam kegiatan penanaman mangrove di pesisir.

Dokumentator ada 5 orang:
1. Pak Priyadi Paripurnawan alias Wawan, fotografer, rumah Semarang kerja di Bandung
2. Mbak Dinda Putri Maharani alias Dinda, fotografer, asli Jawa Timur tapi kerja di Jakarta
5. Mas Fatoni Saputra alias Putra, fotografer, tinggal di Bogor
4. Mas Alvian Dhomi alias Alvian, videografer, tinggal di Semarang
5. Mas Fajar Indra Bangun Perkasa alias Fajar, videografer, tinggal di Yogya

Dibandingkan kelompok lain di KIS 1, kelompok kami paling banyak anggotanya. Sebenarnya malah 20 inspirator dan 8 dokumentator. Tapi, karena berbagai alasan (misalnya ada anggota TNI AD yang nggak dapat ijin komandannya, pelatih sepatu roda yang cidera lututnya), 8 orang mundur. Jadilah kami Geng Kece yang terdiri dari 15 inspirator dan 5 dokumentator, plus 2 fasil tentunya.

Itulah yang akhirnya membuat rombel yang seharusnya 17, dipangkas jadi 15 rombel sesuai dengan jumlah inspirator. Caranya? Ada beberapa kelas yang digabung. Weleh..weleh…kebayang kan, anak-anak pantai yang super aktif itu satu kelas aja bikin heboh, apalagi 2 kelas jadi satu * jedotin kepala ke tembok.Tapi Alhamdulillah, semua aman terkendali alias berjalan sesuai rencana.

Oh ya, yang saya tulis Mbak/ Mas berarti masih single, sementara yang Bapak/Ibu berarti double (baca: sudah menikah). Setelah hari inspirasi dan hari refleksi, banyak yang lirik-lirikan dengan anggota kelompok lain, para fasil, juga korlap. Nggak cuma yang para jomblo, para Bapak nggak mau kalah. Ckckck…

Beberapa orang dari kami saat ini masih sering jalan bareng, makan bareng, dan karaoke bareng. Bahkan kita punya rencana untuk melakukan banyak hal demi kebaikan bersama, juga untuk SD Islam Taqwiyatul Wathon. Mau tahu apa aksi kita selanjutnya? Tunggu, jangan ke mana-mana, kami akan kembali *iklan banget.

Buat semua anggota keluarga baru saya: I love you all, guys…sehari nggak pegang HP, begitu buka grup WA kita: 100-an message unread. Gilak! Itu yang membuat kita saling kangen dan punya kebiasaan baru: senyum-senyum sendiri sambil pegang HP * hayo ngaku. Pokoknya kalian memang luar biasa!

Ini bukti kekompakan kami:


maksi di Bandeng Juwana Resto

bikin heboh di hari refleksi




Senin, 06 Oktober 2014

Ini Cerita Hari Inspirasiku!

10.48 1 Comments
Akhirnya yang ditunggu-tunggu dengan H2C datang juga. Tanggal 25 September 2014, ini saatnya saya jadi inspirator di Kelas Inspirasi 1 Semarang. Demi itu semua saya rela nginep di rumah kakak, karena rencana rombongan mau berangkat jam 05.30. Tau sendiri kan Kendal-Semarang naik angkutan umum bisa 1 jam lebih. Mana kendaraannya terbatas lagi.

Ternyata pas saya datang ke Bapelkes tepat jam 05.30 belum ada tanda-tanda pada ngumpul. Yang ada hanya Mas Farhan yang geleng-geleng karena para relawan yang nginep di Bapelkes belum keluar kamar. Kami pun naik ke lantai 7 mencoba mengetuk kamar mereka. Yaey…akhirnya ketemu Dinda dan Mbak Maria * salaman. Jam 06.30 rombongan (2 mobil) baru komplit dan langsung menuju TKP.

Anak-anak sudah banyak yang kumpul di halaman saat rombongan kami tiba. Mulai deg-degan nih. Kami langsung menuju ruangan yang khusus disediakan pihak sekolah untuk kami. Masing-masing inspirator sibuk mempersiapkan diri. Pake name tag, ambil kertas untuk name tag anak-anak, spidol, dan pin reward. Karena konsumsi juga sudah siap, saya ambil 1 donat untuk pengganjal perut sekaligus mengurangi nervous.

sesi perkenalan

Setelah berdoa bersama kami keluar ruangan dan berkumpul dengan para guru dan anak-anak di halaman. Upacara pembukaan yang dipandu Sovi, sang penyiar Radio Gajahmada FM itu berlangsung seru. Setelah satu persatu para inspirator memperkenalkan diri, dilanjutkan dengan Chicken Dance. Suasana pun meriah, anak-anak ikut berjoget meski dalam kondisi himpit-himpitan. Maklum lapangannya tak sebanding dengan jumlah siswa yang hampir 600 orang itu.

joget ayam dulu, yuk...

Pembukaan selesai, para siswa masuk kelas, kami pun masuk ruangan sebentar. Kenalan dengan Mas Dimas yang selama ini nggak pernah datang dan berdoa lagi karena tadi Mas Reza  belum ikut berdoa bersama. Dan tepat pukul 08.00 kami masuk ke kelas sesuai jadwal yang sudah ditetapkan seksi acara.

Jam pertama ini saya harus masuk ke kelas 5 B yang berada di lantai 2. Kalo guru-guru lain langsung keluar, Pak Guru Berewok itu masing memimpin para siswa berdzikir. Yah…terpaksa berdiri nunggu dulu sampai selesai. Para siswa terlihat khusyuk berdzikir. Wah, anak-anak ini pasti anteng dan penurut, itu pikiran saya. Namun semua berubah setelah saya menjadi “guru” mereka sekitar 10 menit kemudian.

Ketua kelasnya Putri, yang tadi pagi maju saat  Chicken Dance. Putri dan anak-anak tanggung itu mulai ribut, berdiri, dan berjalan ke sana ke mari. Mungkin mereka butuh perhatian atau memang nggak jelas dengan penjelasan saya. Padahal yang saya ajarkan sederhana: melipat kertas menjadi lipatan kecil-kecil.
Piye iki, Bu Sri?
Gimana sih, Bu Sri?
Kayak gini bener, Bu?
Setelah sempat ricuh beberapa saat, akhirnya semua bisa menyelesaikan tugas membuat kupu-kupu. Dan kami pun berfoto bersama memegang kupu-kupu buatan masing-masing. Ciiiis….! Terakhir, mereka berebut minta kawat bulu mercy * buat apaan coba. Mungkin mereka baru pertama kali melihat kawat ada bulu-bulunya kayak ulat gitu, hihihi...

Tugas pertama selesai, masuk basecamp bentar, lanjut ke kelas 4 B, masih di lantai 2. Beberapa anak tampak di luar kelas, minum dan makan jajanan. Masih sama dengan kelas sebelumnya, setelah memperkenalkan diri, saya mengajari anak-anak membuat kupu-kupu dari majalah bekas. Siswa kelas ini tampak lebih tertib dan penurut. Dan (lagi-lagi) semua bisa menyelesaikan tugasnya. Oh ya, saat saya tanya, “Siapa yang suka buang sampah sembarangan?” Beberapa anak laki-laki menjawab, “Jujur, saya suka buang sampah sembarangan, Bu.”

Hehehe…jujur amat, Nak. Saya berusaha menjelaskan bahwa ada barang bekas yang bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berguna. Hampir semua anak tak bisa menebak kreasi barang bekas yang saya tunjukkan. Padahal celengan itu terbuah dari bekas gulungan lakban yang disusun 2 trus dibungkus dengan kain flanel. Itulah salah satu syarat jadi crafter : kreatif!

Setelah ngajar dua kelas, jam ke-3 saya break bareng Mbak Inung dan Mbak Wuri. Kok bisa ya *jangan-jangan seksi acara tahu kalo kita satu komunitas. Ngobrol bentar, nengokin kelas 6 yang nanti bakalan saya masuki di jam terakhir, dan bikin testimony di depan kamera. Hore masuk Youtube *keluar noraknya. Tiba-tiba efek begadang (nglembur boneka profesi) muncul, rasa kantuk luar biasa mulai menyerang * ya, Allah, kuatkan hamba-Mu. Mas videographer sampe senyum-senyum waktu saya bilang lagi ngantuk berat.

Apa pun yang terjadi, tugas harus diselesaikan. Terakhir, saya masuk kelas 6 A yang ternyata gabungan kelas 6 A dan 6 C. Pantesan, kelas tampak penuh banget. Udah gitu anak-anaknya ada yang sudah berkumis dan terkesan cuek. Ya, beginilah ngedepin ABG. Karena di rumah sudah ada 2 ABG, saya santai aja ngadepin mereka, ajak ngobrol layaknya seorang teman. Saat terdengar adzan Dzuhur, semua sudah menyelesaikan tugas membuat kupu-kupu.  Sebelum meninggalkan kelas, di tengah suasana kelas yang udah semrawut, anak-anak saya minta menulis di kertas kecil ; nama dan cita-citanya.

Oh ya ada seorang gadis kecil yang mau minta kartu nama saya. Hmmm…kasih nggak ya? Maaf ya , Nak, nanti Ibu akan berikan pada Bapak Ibu Guru kalian saja. Saya lihat, keterampilan yang diajarkan di sini sepertinya masih terbatas dan sangat sederhana. Saya pernah lihat di dinding kelas 5 A, pajangannya berupa anyaman kertas. Trus, ketika saya tanya ke beberapa siswa, keterampilan apa yang sudah diajarkan. Katanya pernah membuat semacam majalah dinding gitu.

Melihat antusiasme anak-anak, saya ingin suatu saat ada kesempatan mengajari mereka keterampilan sederhana membuat kreasi dari barang bekas. Saya sadar tipikal orang pantai beda dengan orang gunung. Ini pengaruh alam, orang pantai tinggal ambil hasil laut, sementara orang gunung lebih sabar menjalani proses, mulai dari menyemai sampai panen. Walau anak pantai suka yang serba praktis, saya yakin ada beberapa yang suka dengan kerajinan tangan yang membutuhkan ketelatenan.


Oke, ini cerita hari inspirasi saya. Apa yang saya lakukan mungkin cuma seujung kuku pengaruhnya untuk kemajuan pendidikan anak-anak Indonesia. Tapi semoga dari hal yang kecil ini akan bisa menjadi inspirasi besar untuk anak-anak itu. Ayo, Anak-anak, bermimpilah setinggi langit. Biarkan Tuhan yang akan menggenggam mimpimu.


Minggu, 05 Oktober 2014

Tinggalkan Cara Lama, Berqurbanlah Dengan Smart

21.22 2 Comments
Beberapa tahun yang lalu umat muslim yang akan berqurban harus bersusah payah untuk bisa melaksanakan ibadah qurban. Bayangkan, mereka harus datang ke tempat penjualan ternak (sapi atau domba), memilih ternak yang sesuai syariat dan dana yang dimiliki, lalu membawanya pulang ke rumah atau ke masjid.  Sudah pasti mereka harus rela mencium bau tubuh dan kotoran ternak yang ‘semerbak’ itu. Dan sudah pasti juga banyak waktu yang tersita demi memilih binatang ternak yang sesuai.

Di jaman modern yang menuntut serba cepat dan praktis, tentu orang sudah enggan melakukan semua itu. Untunglah peluang ini dibaca oleh beberapa lembaga keislaman. Sekarang ini banyak lembaga yang menawarkan cara berqurban dengan cepat dan praktis. Kita tinggal transfer uang lalu konfirmasi. Maka beberapa hari kemudian, lembaga itu akan memberikan laporan pertanggungjawaban.

Bentuk laporan itu macam-macam, ada yang berupa pencantuman nama orang yang berqurban di media yang mereka kelola, ada juga yang berupa laporan tertulis ke masing-masing orang. Di laporan itu biasanya dilengkapi foto ternak yang dikalungi nama orang yang berqurban dan tanda tangan perwakilan penerima daging qurban. Bagi Anda yang akan melaksanakan qurban lewat lembaga, pastikan bahwa lembaga itu amanah dan terbukti keberadaannya.


Saat ini ada cara berqurban yang lebih smart yang ditawarkan lembaga non profit bernama Yatim Mandiri. Lembaga ini berkantor pusat di Surabaya dan sudah mempunya 40 kantor cabang di seluruh Indonesia. Program qurban itu mereka beri nama Super Gizi Qurban (SGQ). Kita tinggal transfer ke rekening Bank Mandiri nomor 1400003117703 dan konfirmasi ke pihak Yatim Mandiri.  Ada 2 pilihan harga yang ditawarkan, untuk seekor sapi Rp12.600.000, sementara 1/7 sapi harganya Rp1.800.000.



Mengapa sapi? Karena di program SGQ ini daging qurban yang diberikan pada yang berhak bukan dalam bentuk daging mentah. Melainkan daging sapi yang diolah menjadi sosis dan dikemas dalam kaleng. Ada beberapa kelebihan dari sosis sapi kemasan kaleng program SGQ, di antaranya:
1. Sesuai syariah, karena terbuat dari daging sapi pilihan sesuai ketentuan. Dan mengawetkan daging diperbolehkan, sebagaimana hadist Rasulullah SAW. Dari Aisyah RA, beliau berkata, “Dahulu kami biasa mengasinkan daging qurban sehingga kami bawa ke Madinah. Tiba-tiba beliau bersabda, “Janganlah kalian menghabiskan daging qurban hanya dalam waktu 3 hari.” (HR Bukhori-Muslim).
2. Praktis dan higienis, karena dikemas dalam kaleng dan diproses sesuai standar pabrik.
3. Bisa didistribusikan hingga ke pelosok tanah air, tak hanya di sekitar lingkungan yang melakukan ibadah qurban.
4. Tahan lama karena sosis itu bisa tahan sampai 2 tahun, meski dibuat tanpa bahan pengawet.
5. Sarana peningkatan gizi anak yatim dan kaum dhuafa.
6. Sarana optimalisasi Corporate Social Responbility (CSR) bagi masyarakat di sekitarnya.

Nah, sekarang pilihan ada di tangan Anda. Masih mau pakai cara lama atau cara praktis yang smart. Mau menyembelih sendiri atau lewat lembaga. Yang pasti, meski hukumnya sunnah, bagi Anda yang mampu berqurbanlah sebagai wujud cinta pada Illahi. Bahkan ada sebuah hadist yang mengatakan, “Barang siapa mendapatkan kelapangan dalam rizki namun tidak mau berqurban maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami.”


Sabtu, 04 Oktober 2014

Saatnya Survey...(dan Membuktikan)

23.31 0 Comments
Sesuai kesepakatan bersama, tanggal 20 September kami (anggota KI Semarang kelompok 3) akan survey ke SD Islam Taqwiyatul Wathon di Tambak Lorok, Tanjung Mas. Janji ngumpul jam 8, berubah jadi jam 10. Wah…padahal saya dah ngebis dan sampai Semarang jam 8 tepat. Gara-gara WA nggak aktif, nggak tau info kalo acara mundur. Yaudah mampir ke rumah kakak dulu.

Jam 10 barulah disamperin Mbak Prima di Ada Swalayan, Bulu. Lanjut ke SPBU Anjasmoro ketemu rombongan lainnya, trus cap cus. Kami langsung disambut Pak Sugiman, Kepala Sekolah, dan wakilnya. Setelah berbincang mengenai rencana acara tanggal 25 nanti, Pak Wakasek mengajak kami keliling lingkungan sekolah. Banyak hal yang kami tanyakan dan semua dijawab tuntas oleh mereka berdua.

Dari perbincangan itu beberapa info penting kami dapatkan, diantaranya:
- Murid di SD ini hampir 600 (tepatnya 596 siswa) dengan 17 rombongan belajar (rombel). Wow…banyak banget.
- Banyak orang tua di sekitar daerah itu yang memilih menyekolahkan anak mereka di SD itu dibanding SD Negeri karena selain dapat ilmu umum juga dapat ilmu agama Islam.
- Tipikal anak-anak di situ sama dengan anak pantai lainnya, suka damai. Eh, itu mah syair lagu yak? Anak pantai biasanya keras dan kasar. Wow…ini yang membuat saya merinding, bisa nggak ya ngadepin mereka.

Ini dia sebagian gambar yang bisa saya ambil saat survey:
dari lantai 2

sisi kanan sekolah


kantin sederhana di antara bannguna lama dan baru

kamar mandi siswa

kelas lama di belakang masjid

foto sama Pak Kepsek dan Wakepsek dulu


liat anak2 latihan upacara

Mampukah Aku Jadi Inspirator?

16.31 0 Comments
Dulu saat Pak Anies Baswedan meluncurkan program Indonesia Mengajar, saya terkagum-kagum. Wow…luar biasa banget ide beliau. Sayang, saya jelas-jelas nggak bisa ikut berpartisipasi. Lha wong SMA aja saya nggak lulus * hehehe...just kidding. Kini, beliau meluncurkan progam baru lagi yang namanya Kelas Inspirasi (KI). Program ini bisa diikuti para profesional yang sudah 2 tahun bekerja di bidangnya. Syaratnya cuma mau cuti sehari untuk mengajar para anak SD di daerah pinggiran tentang mimpi dan cita-cita.

Karena itu, pas ada yang posting di FB Komunitas IIDN Semarang tentang KI Semarang yang pertama, saya langsung tertarik. Hari Inspirasi dijadwalkan tanggal 25 September 2014, pendaftaran ditutup tanggal 25 Agustus 2014. Sampai beberapa hari menjelang penutupan pendaftaran, saya ragu-ragu. Bisa nggak sih saya ikutan KI? Apa saya pantas jadi inspirator? Trus, apa yang harus saya sampaikan pada anak-anak nanti? Ya, saya galau, Pemirsa.

Akhirnya setelah berpikir keras selama 3 hari 3 malam, saya isi form pendaftaran. Saya memantapkan diri ikut program luar bisanya Pak Anies Baswedan ini. Di situ saya tulis profesi saya adalah crafter alias pengrajin. Ya iya lah, masak penulis. Kan masih penulis abal-abal.  Bismillah, akhirnya form pendaftaran terkirim. Awal September, dapat balasan email: saya diterima jadi inspirator. Huray!

Tanggal 13 September, semua inspirator dikumpulkan di lantai 10 Gedung Indosat, Jalan Pandanaran, Semarang. Wow….aura positif terpancar dari semua orang di ruangan itu. Semua tampak happy dan bersemangat. Keraguan akan kemampuan saya menjadi inspirator mulai terkikis, tsah… Di sana, kami diberi sedikit pembekalan dan gambaran tentang KI di tempat lain. Ini kan KI Semarang yang pertama, jadi sebagian besar para inspirator belum tahu banyak tentang apa yang harus dihadapi dan dilakukan.

narsis bareng emak2 IIDN Semarang
Usai belajar tentang aneka game dan ice breaking saat menghadapi situasi yang tiba-tiba krik krik alias blank di kelas nanti, kami dikumpulkan per kelompok. Saya tergabung di Kelompok 3 dari 13 kelompok yang ada. Kami duduk melingkar dan dipertemukan dengan Kepala Sekolah SD Islam Taqwiyatul Wathon, tempat kami mengajar nanti. Oh ya, di kelompok kami sebenarnya ada 20 inspirator dan 7 dokumentator. Tapi sampai di hari briefing ini ada beberapa yang mengundurkan diri.
seriusnya..kelompok 3

Demi kelancaran acara, kami menunjuk Pak Wawan sebagai ketua, Bu Prima sebagai wakilnya, Mbak Sovi sekretaris, Mbak Aini bendahara, Mbak Erma (yang dah pernah ikut KI Jakarta) sie acara, Mas Wido sie perlengkapan, dan Pak Ahsan sie konsumsi. Begitu acara briefing di Gedung Indosat berakhir, acara dilanjut ke Tea House Tong Tji di @HOM Hotel yang jaraknya selemparan batu. Deket sih cuma jalan kaki tapi panasnya kota Semarang, nggak nahan boo.

foto per kelompok sebelum bubaran

Baru kenal beberapa jam, rasanya sudah kayak keluarga nih, beneran. Makan, bahas rencana hari inspirasi, foto bareng, plus guyon-guyon. Hmm…indah sekali rasanya hari ini. Apalagi makan siang kali ini dibayari Pak Ahsan, sang nahkoda dan pegawai Bea Cukai itu, hahaha…Nggak salah tadi yang ngangkat beliau jadi sie konsumsi.

habis makan2, pasti foto2


Oke, bubaran dulu deh kumpul-kumpul dan ceritanya, entar disambung lagi pas survey ke SD Islam Taqwiyatul Wathon di Tanjung Mas, ya, Temans. To be continued…

Oh ya....ini foto keseruan lain di hari briefing yang saya ambil dari FB Kelas Inspirasi Semarang:

tari sipong pong

nggak boleh malu dan jaim

pijit2an yuk...