Minggu, 27 September 2015

Rindu Panjat Pinang

14.07 2 Comments
Setiap memperingati hari kemerdekaan republik ini ada 2 hal yang saya rindukan yaitu tarik tambang dan panjat pinang. Hey, jangan ketawa dulu, ini berhubungan dengan masa kecil saya * ups, jadi ketahuan kalo seangkatan dengan Chairil Anwar atau Sutan Takdir Alisyahbana.

Jadi begini, sehari setelah peringatan 17 Agustus, di alun-alun kota kecil saya selalu ada pertandingan kedua olahraga itu. Saya biasa diajak orang tua menontonnya. Karena berulang-ulang setiap tahun, otak saya jadi merekam dan menyimpannya di memori.

Menurut saya panjat pinang itu seru. Kalo orang di kota saya biasa menyebutnya menek jambe (manjat jambe=pinang). Yang dipakai saat itu benar-benar batang pohon jambe, bukan bambu seperti sekarang. Trus, di atas bergelantungan barang-barang yang trend waktu itu seperti televisi hitam putih, tape recorder, juga barang kebutuhan sehari-hari lainnya (kaos, makanan, dan minuman).

Pesertanya masyarakat umum, tapi biasanya para tukang becak yang badannya kuat dan kekar. Sebuah hiburan luar biasa bagi kami yang tinggal di daerah terpencil ini. Kami bisa tertawa dan bertepuk tangan saat melihat para peserta yang melorot karena licinnya batang jambe yang dilumuri oli, hahaha...Tepuk tangan dan sorak sorai semakin ramai saat ada yang bisa mencapai puncaknya.

Semakin lama, tradisi perayaan di alun-alun itu menghilang dan musnah. Jujur saya kangen nonton kedua hiburan rakyat itu. Setiap tanggal 17 Agustus saya selalu berharap bisa melihatnya lagi. Tapi harapan itu sia-sia. Nah, ternyata di tahun ini saya bisa melihat lomba menek jambe, horeee....rindu ini terobati * jungkir balik dan salto. Dan tempatnya pun dekat...di halaman samping rumah mertua saya, hahaha...

Yang punya ide remaja d sekitar rumah mertua. Kebetulan saya punya 3 keponakan yang tinggal di desa itu, jadilah rumah mertua yang mantan kepala desa dijadikan arena pertandingan. Saya pun dengan santainya bisa nonton dari dalam rumah, nggak kepanasan. Membayangkan para remaja itu memanjat batang bambu setelah adzan Ashar, betapa panasnya.

Setelah berkali-kali gagal, akhirnya kelompok keponakan saya bisa menguasai salah satu bambu itu. Hore...selamat ya, Mas, pelajaran yang bisa dipetik : sukses itu butuh perjuangan, jangan putus asa meski gagal berkali-kali. Tirulah semangat para pejuang 45 ketika berjuang demi mendapatkan kemerdekaan negeri ini * tsaah....omongan saya kayak motivator ajah.


jangan putus asa, Mas

ganbatte, Mas..

berhasil, hore...!

Senin, 21 September 2015

Perceraian dan Hijab

08.34 0 Comments
Hampir tiga tahun tak bersua, saya terkaget-kaget melihat penampilan Qi, sahabat Nabila. Saat SMP dulu Qi paling istiqomah, nggak pernah lepas jilbab kayak Nabila yang kadang labil, buka tutup buka tutup. Hari itu Qi pakai kaos agak pendek, celana panjang, dan rok mini di atas celana jeans-nya.

“Dia habis latihan dance.”
“Oh…”
“Sejak masuk SMA dia aktif ikut ekskul dance di sekolahnya.”
“ Berarti pas ngedance lepas jilbab dong?”
“ Iya lah. Sampai suka diledekin teman-temannya. Elu tuh kemarin jingkrak-jingkrak, hari ini kayak cewek alim aja. Ummi tahu nggak kalo Bapak Ibunya Qi udah cerai?”
“ Hah, cerai?”
“ Iya, dan sekarang keluarganya tercerai-berai. Adiknya yang masih kecil diasuh oleh keluarga saudaranya.”

Ternyata yang namanya perceraian itu dahsyat ya dampaknya. Untuk anak-anak, pasti, secara psikologis. Untuk para istri, iya juga. Yang saya amati ada beberapa artis Indonesia yang lepas hijab usai perceraian mereka. Sebut saja Tya Subiyakto, Tri Utami, Dewi Hughes, dan….Marshanda.

Entah apa yang ada di benak mereka hingga memutuskan melepas hijab. Bukan saya bermaksud menghina atau merendahkan. Sama sekali bukan, siapa sih saya, cuma sepatu teplek butut yang nggak punya Hak. Memakai hijab atau tidak itu urusan pribadi masing-masing muslimah. Cuma menyayangkan keputusan melepas sesuatu yang sudah dipakai selama beberapa tahun sebagai bukti ketaatan pada Allah.


Kembali ke soal Qi, saya cuma bisa mendoakan semoga setelah lulus SMA bisa istiqomah dalam berhijab. Memang berat beban hidup yang harus dijalani, Nak, tapi kembalikan semua masalah itu hanya pada Allah. Cobalah contoh Peggy Melati Sukma, usai bercerai malah pakai hijab syar’i plus dakwah ke mana-mana. Peggy dan Qi punya kesamaan: sama-sama cantik dan cerdas. Berarti harusnya Qi bisa dong…Maaf ya, anakku Qi, kalau Tante mendoakan seperti itu, itu karena Tante sudah lama mengenal kamu dan tentu menyayangimu sebagai sesama muslimah.

Kamis, 10 September 2015

Kunjungan ke Pabrik Indofood Semarang

11.03 1 Comments
Bersama dengan ibu-ibu anggota Paguyuban UMKM Kendal Permai, saya berkesempatan mengunjungi pabrik Indofood di Jl. Tambak Aji II/ 8, Tambak Aji, Ngaliyan, Semarang. Perjalanan dari komplek Kendal Permai ke pabrik sebenarnya nggak sampai 30 menit. Tapi karena ada beberapa meeting point penjemputan, ya…hampir satu jam baru rombongan sampai di TKP.

Nggak lama setelah turun bus milik pabrik, kami langsung diajak keliling pabrik melihat proses pembuatan mie instan. Dipandu oleh Pak Rustam, kami diberi penjelasan tentang semuanya. Uniknya angka-angka yang disebutkan selalu menunjukkan ke angka 2 dan 5 * tapi nggak ada hubungannya dengan goyang 25 ya. Misalnya sekali proses, membutuhkan tepung terigu Bogasari 250 kg, minyak Bimoli 2.500 liter.

Sebenarnya pabrik Indofood tidak hanya memproduksi mie instan, tapi ada bumbu-bumbu, makanan bayi, dan makanan ringan. Entah kenapa yang ditunjukkan untuk publik hanya pembuatan mie instan. Tapi kalo diajak keliling semua pabrik pasti bisa jadi bengkak nih kaki.

Usai lihat-lihat proses pembuatan mie, kami berkumpul di aula. Seperti standar kunjungan ke pabrik lainnya, kami disuguhi video profile perusahaan. Sambil melihat slide di ruangan yang dimatikan lampunya, kami disuguhi semangkuk mie goreng Sarimi rasa Pecel. Wah, makannya sambil gelap-gelapan nih.

Oh,ya, sebenarnya saya sudah lama nggak makan mie instan ( ada 2 tahunan kali). Kalo makan mie ayam  (apalagi mie Bandung) sih masih. Tapi dengan pertimbangan ini itu, saya makan beberapa sendok. Saya sih nggak anti makan mie instan. Mungkin otak saya sudah ngatur gitu, nggak ada keinginan untuk makan mie instan.

Selesai lihat slide dan makan, lampu kembali dinyalakan. Tanya jawab pun dilakukan Pak Rustam dan para ibu. Yang bisa jawab pertanyaan dapat sebungkus mie instan isi 5 biji. Dari situ kami dapat penjelasan kalo bikin mie rebus nggak usah dibuang air pertamanya karena ada kandungan vitamin dan mineral. Trus, maksimal mie instan aman dikonsumsi sebanyak 5-10 bungkus per hari * hampir pingsan saya mendengarnya.


Tak terasa hampir 2 jam kami berada di areal pabrik. Sebelum pulang masing-masing kami dapat goody bag berisi aneka mie instan produk Indofood. Oh ya, untuk kunjungan ini kami ditarik biaya 20 ribu/ orang, dengan fasilitas bus antar jemput, mencicipi produk, dan mendapat aneka produk Indofood. Saat jam menunjukkan pukul 13.00 bus pun melaju, mengantar kami kembali ke komplek Kendal Permai.

yuk, cap cus

masuk areal pabrik


video profile perusahaan

icip-icip


Bu Ketua Paguyuban
ini goody bag nya

Poligami Boleh, Asal...

09.26 0 Comments
Beberapa waktu terakhir ini teman-teman lagi ramai membahas tentang yang super sensitif yaitu Poligami. Hal ini tak lepas dari beredarnya film layar lebar berjudul Surga Yang Tak Dirindukan, yang bersumber dari novel karya Mbak Asma Nadia, Istana Kedua. Ceritanya tentang suami yang menikahi perempuan lain secara diam-diam. Ditambah lagi, muncul perempuan muda di FB yang memprovokasi para suami agar jangan puas tidur hanya dengan 1 perempuan. Duarrr…semakin rame nih dunia persilatan, hahaha…

Ngomongin soal yang satu itu emang bisa bikin para ibu kebakaran jenggot * eh tapi perempuan kan nggak punya jenggot yak? Pokoknya bisa bikin perempuan yang lemah lembut tiba-tiba berubah menjadi garang. Bahkan sampai terjadi pertumpahan darah demi mempertahankan suami tercinta dari perempuan lain. Wow…serem ya?

Menurut saya, Poligami itu sah-sah saja kok, Islam juga tidak melarang. Dalam surat An Nisa ayat 3 Allah jelas-jelas berfirman, “...dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.”

Tapi saya pribadi belum siap menjalani hidup berbagi suami dengan perempuan lain. Pertanyaan itu pernah disampaikan Nabila pada saya.
“Ummi, kalo misalnya Abi mau menikah lagi gimana?” Huaaa…pertanyaan macam apa ini, Nak? Sebagai ibu yang baik saya harus menjawab pertanyaan putri saya itu.
“ Ehm, begini, kalo misalnya Abi mau menikah lagi, Ummi memilih berpisah dengan Abi. “
“Kenapa? Kan dalam Islam boleh berpoligami.”
“Iya, Ummi rela dipoligami asal Abi bisa bersikap adil dan tahu aturan poligami.”
“Seperti apa contohnya?”
“Seperti nasehat Ustadz Arifin Ilham, bahwa lelaki yang memiliki 2 istri haruslah punya ilmu agama yang cukup dan istiqomah menjalani kebiasaan hidup yang islami. Contohnya menjaga wudhu, rutin sholat Dhuha dan Tahajud, rutin membaca Al Quran, dan seterusnya.”
“Lha emang Abi gimana?”
“Hhmm…gimana ya.” Nggak tega ngomongnya.
“Kalo Abi dah kayak Aa Gym atau Ustadz Arifin Ilham, Ummi mau?”
“Iya, insha Allah Ummi siap.”


Hidup adalah pilihan. Nggak usah ngurusi orang lain, belum tentu mereka mau kurus * hehehe…garing yak? Biar saja orang mau berpoligami, silakan, mau menentang poligami monggo. Ada keluarga yang poligami, nyatanya tetap bahagia. Ada yang poligami tapi nggak bahagia karena sang suami tidak adil. Ada yang nggak poligami, tapi tiap hari bertengkar terus * siapa ya? Yang diinginkan banyak perempuan ya nggak poligami dan hidup bahagia. Betul? *Aa Gym mode on.

Ini dia kompor-kompor itu:





Rabu, 09 September 2015

Persiapan Ospek di UGM

19.16 0 Comments
Di akhir Ramadhan yang syahdu, berita bahagia itu datang. Nabila keterima di Fakultas Psikologi UGM * alhamdulillah, sujud syukur kami sekeluarga. Kami sempat H2C karena jalur SBMPTN gagal, SNMPTN nggak lolos, eh…ternyata nyangkutnya di jalur Mandiri.

Hanya beberapa hari setelah itu, sudah terpampang pengumuman di web semua untuk persiapan PPSMB atau bahasa gampangnya Ospek. Ketika saya intip, wah…luamayan banyak juga yang harus dipersiapkan. Mulai dari yang standar kayak tahun sebelumnya: hem putih lengan panjang, rok hitam, dasi hitam, jilbab segi empat putih, tas ransel hitam, caping, dan pom-pom merah putih. Sampai yang bikin esai dengan tema ini itu, pokoknya banyak deh.

Nah, sebagai Emak yang baik, untuk meringankan bebannya, saya mencoba sedikit membantu. Nyari caping, cat 4 warna, dan rafia merah putih. Bikin pom-pom dan menyisirnya sampai halus ngalahin rambut sendiri. Sampai bikin buku dari bahan bekas seperti tertera di web. Ini dia hasil karya tangan si Emak lebay:

aneka buku dari barang bekas

pom-pom merah putih

caping dan cat 4 warna

Oh, ya, sesuai keinginan Nabila, kami menuruti kemauannya untuk tinggal di asrama milik UGM. Dia yang nyari sendiri, dapetnya di Asrama Ratnaningsih, Bulaksumur Residence. Nggak begitu jauh dari Fakultas Psikologi. Demi mengisi kamar yang sudah ada kasur dan meja belajar, saya dan Nabila belanja-belanji untuk melengkapi ruangan yang diisi 2 orang itu. Mulai dari perlengkapan kamar mandi sampai keperluan dapur. Ini dia yang sempat kami beli di Kendal:

perlengkapan asrama

Sekedar informasi, UKT (Uang Kuliah Terpadu) Nabila adalah 5,25 jt per semester. Sementara teman Nabila yang tertinggi (penghasilan ortunya) harus bayar 9 jeti bok. Terus, bayar asramanya 5,4 jt ( 450 rb kali 12), kan hanya boleh tinggal di asrama itu 1 tahun saja. Oh, ya, uang sewa per lantai itu beda-beda, lantai 1= 500 rb/ bulan, lantai 2= 450 rb, lantai 3 =350 rb. Saat Nabila telpon pihak asrama awal Agustus, ternyata lantai 3 sudah penuh. Hahaha…ternyata pada suka yang murah-murah ya * persis kayak saya.

Dan, tanggal 9 Agustus 2015, adalah hari yang paling mengharukan *halah, kumat lebay nya. Saya harus melepas suami dan Nabila berangkat ke Jogja. Kebetulan suami ada tugas di Jogja 4 hari, yaudah…sekalian nganter Nabila.

Dua minggu kemudian….

“Mi, dah lihat penutupan PPSMB Palapa belum.”
“Belum, nanti malem deh Ummi browsing.”
Wow, ternyata di upacara penutupan PPSMB Palapa ada selebrasi membentuk logo ASEAN * kirain Burung Garuda kayak tahun lalu.

selebrasi membentuk logo ASEAN


Selamat jadi mahasiswa baru, Nak. Doa kami selalu menyertaimu. Sedih sebenarnya tidak bisa menghadiri pertemuan orang tua maba UGM pas pembukaan tanggal 18 Agustus 2015. Ada keperluan lain yang nggak kalah pentingnya, hiks... Selamat berjuang mencari ilmu, Anakku…

Sabtu, 20 Juni 2015

Nikmatnya Nasi Beralas Daun Jati, Nasi Jamblang

10.25 0 Comments
Sudah dua kali mudik Lebaran, saya meminta pak sopir ganteng untuk lewat kota Cirebon. Biasanya sih dari Cikampek lewat jalan tol, jadi nggak lewat tengah kota Cirebon. Alasan pertama saya dulu, pengin makan nasi jamblang. Alasan yang kedua kalinya, ketagihan pengin makan nasi jamblang lagi, hehehe...

Asal tahu aja, yang saya makan bukan nasi jamblang yang paling terkenal di sana yaitu nasi jamblang Ibu Nur. Asal nemu aja, saat keluar tol tanya sana sini, warung jamblang terdekat mana. Yaudah, itu saja yang saya nikmati. Yang pertama dulu, dapet di dekat sebuah rumah sakit. Warungnya kecil tapi masakannya enak. Apa karena lagi lapar pas buka puasa ya, semuanya terasa nikmat.

Kalo yang kedua, lagi balik ke Jakarta kita mampir di warung jamblang dekat sebuah masjid. Sekalian sholat Ashar gitu. Yang ini masakannya cenderung manis. Dan total uang yang saya keluarkan 75 ribu. Wow...lumayan juga, apa karena masih suasana Lebaran ya, jadi masih mahal. Padahal di warung nasi kucing langganan saya di Pondok Gede, 50 ribu sekeluarga sudah kenyang banget. Ini nasinya dikit banget dan saya belum kenyang, Saudara-saudara.

Buat yang belum tahu nasi jamblang, yang pasti itu bukan nasi plus buah jamblang. Itu makanan khas kota Cirebon berupa nasi sedikit (seukuran nasi kucing) yang dibungkus daun jati. Lauknya tinggal pilih sendiri. Ada sayur tahu, ayam goreng, semur daging dan lidah, blakutak alias cumi, udang goreng, tempe goreng, dan perkedel. Di rumah makan Ibu Nur malah katanya ada 40 macam lauknya. Wow...pasti bingung milihnya.

Yang membuat nasi jamblang terasa nikmat itu karena pengaruh aroma daun jati, kayaknya. Dulu waktu saya masih kecil ada di daerah pelosok Kendal yang mengalasi makanan dengan daun jati. Itu juga rasanya nikmat banget. Konon katanya, sejarah dipakainya daun jati di Cirebon itu peninggalan jaman penjajahan Belanda. Para pekerja pembuat jalan Dandels antara Anyer-Panarukan menggunakan daun jati sebagai alas makan mereka. Bagi yang penasaran dengan nasi beralas daun jati, harus menikmati nasi jamblang saat lewat di kota Cirebon. Dijamin ketagihan kayak saya, hehehe...

aneka lauk, silakan pilih

enak, kata anak lanang

nasinya dikit, lauknya yg buanyak

Angeline, Bidadari yang Malang

09.38 0 Comments
Selama sebulan terakhir media nasional dipenuhi berita tentang Angeline, gadis cantik 8 tahun yang kisah hidupnya tragis. Terlahir di Bali dari pasangan suami istri asal Banyuwangi yang ekonominya pas-pasan. Bapaknya buruh bangunan, ibunya pramuwisma. Karena tak sanggup membayar biaya persalinan di klinik, sang bayi pun berpindah tangan. Diadopsi pasangan bule dan perempuan lokal.

Nasib gadis berwajah cantik itu sangat tragis. Sejak sang bule meninggal, kisahnya bak Cinderella lengkap dengan dua saudari angkatnya. Setiap hari diberi tugas memberi makan binatang peliharaan sang ibu angkat yaitu ayam, anjing, dan kucing. Tubuh semakin kurus, bau tak sedap selalu tercium dari baju sekolahnya yang lusuh. Dan yang paling nelangsa, Angeline yang dilaporkan hilang sejak pertengahan Mei, akhirnya ditemukan sudah tak bernyawa 3 minggu kemudian. Jenasahnya ditanam di halaman belakang rumah sang ibu angkat yang (katanya) seorang psikopat.

Ya, Robb, hujan air mata negeri ini. Mulai dari penyidik, wartawan, artis, sampai masyarakat awam pun menangis saat berita ini terkuak. Begitu kejamnya orang-orang di sekitar memperlakukan sang bidadari mungil ini. Apa sih motifnya? Apa pun itu, seorang anak yang belum dewasa harusnya disayang dan dilindungi. Bukannya diperlakukan tidak manusiawi, disuruh mengerjakan pekerjaan orang dewasa, dan tidak diberi makanan yang layak.

Kekerasan terhadap anak-anak sebenarnya sering sekali kita jumpai di sekitar kita. Upaya pencegahan sebaiknya dimulai dari yang terkecil, dari diri kita sendiri, dan mulai dari sekarang. Belajar menjadi orang tua yang baik dan sholeh. Bersikap peduli terhadap kekerasan yang terjadi di lingkungan terdekat kita, dengan cara menegur dan mengingatkan.


Kita semua pasti tak mau ada kekerasan terhadap anak yang berujung kematian di negeri ini. Sudah cukup kisah Arie Hanggara puluhan tahun lalu. Dan semoga kasus Angeline ini, menutup kisah tragis kekerasan terhadap generasi penerus bangsa ini. Beristirahatlah dengan damai, wahai Bidadari cantik. Kehidupan di dunia ini terlalu kejam untukmu. Bermainlah sepuasnya di taman surga dengan senyum manismu.





Selasa, 16 Juni 2015

Umbul Sidomukti, Serasa Mandi di Pucak Bukit

11.27 0 Comments
Kabut menyelimuti sisi gunung Ungaran ketika kami memasuki kawasan Umbul Sidomukti, Ungaran. Umbul alias pemandian yang terletak atas bukit itu memang menyedot banyak pengunjung setiap akhir pekan. Terbukti hari Minggu itu, motor dan mobil berjalan merayap menuju lokasi. Membuat pak sopir ganteng saya sedikit menggerutu, “Ngapain sih milih ke sini? Jalannya sempit, belum diaspal lagi.” Putri saya yang ngajak ke sana langsung njawab, “Kan kita belum pernah ke sini. Biar pengalaman. Lagian kan bisa ambil foto-foto, pemandangannya bagus.”

Jujur saya penasaran saat melihat foto-foto di Mbah Gugel juga melihat tayangan televisi. Apalagi saat itu yang lagi berenang Pak Siswono, mantan menteri yang pernah tinggal di Kendal. Kayaknya keren, kolam renang di atas bukit, trus bisa melihat pemandangan di bawah. Sayang, karena kabut tebal siang itu, kami tak bisa melihat hutan dan kota Semarang di bawah sana.

Bagi yang belum pernah ke Umbul Sidomukti, patokannya gampang kok. Dari Semarang naik menuju Ungaran/ Solo. Sampai di Pom bensin Lemahabang, ada plang ke kanan menuju tempat wisata Bandungan. Lurus aja sampai ketemu pasar Jimbaran yang menjual aneka hasil bumi. Dari situ ada penunjuk jalan menuju Umbul Sidomukti. Kalo nggak tahu, tanya aja pada orang di sekitar pasar yang padat itu. Saya aja tanya sama tukang parkir di pinggir jalan.

Rencana hubby berenang pun batal, moodnya dah hilang saat menyetir tadi. Akhirnya hanya si kecil yang berenang sendiri. Kami menunggu sambil melihat-lihat suasana. Kembali hubby protes, tempat wisata ini nggak aman. Belum semua sisi yang berhadapan dengan jurang diberi pagar pembatas. Kalo bawa anak kecil harus wapada dan benar-benar diawasi. Iya, sih, kayaknya masih dalam proses pembangunan di sana sini.

Buat yang suka uji nyali, di Umbul Sidomukti ada arena outbond yang seru. Saya yang takut ketinggian liat orang flying fox melintasi jurang kayak gitu, jantung udah berdesir. Kebayang nggak sih, jatuh ke jurang sedalam 70 meter. Hehehe...tapi tentunya semua permainan itu sudah dilengkapi pengaman lah * saya aja yang lebay. Di sebelahnya tampak juga jembatan gantung yang panjangnya sekitar 100 meteran.

Usai si kecil berenang kami menikmati makanan yang tersedia di warung-warung dekat tempat area parkir. Mau ke Pondok Kopi, harus naik lagi, pak sopir gantengnya nggak mau. Ya sudah, nikmati saja yang ada. Apa sih yang nggak enak dimakan di tempat yang dingin berkabut kayak begini. Maka nasi goreng, mie goreng, mie rebus, coklat hangat pun langsung tandas tak bersisa. Semua pindah ke perut kami.


Sayang, pulangnya kami tidak melewati pasar Jimbaran yang dipenuhi sayur, buah, dan hasil bumi. Padahal tadi saat berangkat melewati pasar, saya sudah lapar mata. Pengin beli wortel, sirsat, ubi, pisang, dan lainnya. Hahaha...nggak jadi jebol deh ini dompet. Yang penting badan dan pikiran sudah segar karena refreshing di tempat yang dingin bareng keluarga.

si kecil renang sendiri

naik kuda, alternatif hiburan

bunga gunung 1

bunga gunung 2



sstt...ada yg lagi pacaran

Masjid Salman, Siang Itu

10.53 0 Comments
Ada urusan ke ITB tapi nggak punya saudara di Bandung? Gampang...datang aja ke masjid Salman. Itu usul dari sopir taksi yang mengantarkan saya dari stasiun Bandung ke kampus ITB. Seakan tahu apa yang ada dalam pikiran saya pagi itu. Ya, saya memang sedang bingung. Saya harus mengantar anak saya ujian menggambar di ITB, sementara saya buta sama sekali dengan kota Bandung.

Benar juga saran pak sopir. Saya bisa numpang mandi, minum kopi dan teh hangat gratis, nge-charge hape, sholat, bahkan tiduran di masjid Salman. Petugasnya baik, nggak pernah marahin kita. Mungkin tahu banyak pendatang dari seluruh penjuru tanah air. Tentunya lelah setelah menempuh perjalanan panjang. Jadi saat ada jamaah ibu-ibu yang ketiduran dibiarkan saja, termasuk saya, hehehe...


tampak depan


Mau cari makanan? Gampang, di sepanjang jalan Ganesha banyak orang gelar lapak. Untuk sarapan pagi kita bisa pilih lontong kari, nasi uduk, atau bubur ayam. Nanti saat siang sampai malam, bisa kita temui aneka makanan enak dan murah. Mulai dari siomay, cilok, susu dan yogurt aneka rasa, aneka penyetan, burger, bakmie, dan lainnya. Tuh kan sampai ngiler saya membayangkannya. Udaranya juga sejuk sih, bikin cepet lapar. Bandung emang surganya makanan. Tinggal nyiapin duit aja pokokna mah.

Beberapa saat menjelang Dzuhur, ada sebuah pengumuman, bahwa adzan akan dikumandangkan 5 menit lagi. Bagi jamaah yang berada di seputar masjid Salman agar segera menghentikan aktivitasnya dan bersiap-siap sholat berjamaah. Jamaah perempuan dipersilakan pindah ke aula yang letaknya di atas kamar mandi perempuan. Sementara lantai 1 masjid digunakan untuk jamaah laki-laki.

tulisan di sepanjang teras

Saya yang masih terkantuk-kantuk segera mengambil air wudhu, meminjam mukena di dekat kamar mandi yang dikoordinir dengan rapi. Ada ibu agak sepuh yang tadi saya lihat membersihkan kamar mandi. Beliau terlihat sibuk mengatur jamaah perempuan agar shafnya rapi dan tak ada celah. Uniknya, jamaah perempuan diatur dari barisan paling belakang. Jadi yang datang telat harus di shaf depannya. Benar-benar pemandangan yang baru saya lihat sekali ini. Demi mengatur shaf, si ibu sepuh tadi rela nggak ikut sholat jamaah.

Subhanallah...syahdu sekali suasana sholat Dzuhur berjamaah siang itu. Lantai 1 masjid dipenuhi jamaah laki-laki, sementara aula dipenuhi jamaah perempuan. Shaf tertata rapi, tak ada celah tempat masuknya setan di antara jamaah satu dengan yang lainnya. Belum pernah saya lihat kondisi seperti ini di masjid yang saya datangi sebelumnya. Apa karena memang saya jarang mengunjungi masjid-masjid ya?


Segera saya lipat mukena pinjaman tadi, diikat karet, lalu dikembalikan ke tempat peminjaman tadi. Anak saya harus segera ikut ujian menggambar di aula timur kampus. Usai mengantarkan anak berangkat tes, saya duduk di teras masjid, menunggu. Sejak jam 7 pagi, beranda masjid dipenuhi berbagai aktivitas. Ada yang setor hafalan Al Quran pada gurunya, ada yang tadarus, ada yang mengerjakan tugas, ada yang melingkar berdiskusi, ada yang ngelesi muridnya. Yang jahit-jahit kain flanel juga ada * siapa ya?
teras masjid

jait2 juga ibadah loh

Senin, 08 Juni 2015

Cuci Mata di Halim Car Free Day

09.14 0 Comments
Alhamdulillah, Minggu, 28 Desember 2014, kembali bisa menikmati suasana komplek Halim Perdanakusuma. Kali ini kami melangkahkan kaki di Car Free Day seputar Makoops atau dekat RS Haji Pondok Gede. Ternyata Halim itu nano nano, perpaduan kota dan desa. Mau bukti, nih dia:

mimi lan mintuno yang langka

kemasannya tradisional banget boo

mie lidi modern

rambut nenek yg jadul

bros shabby

ikan hias

gini lho cara pake hijabnya

Malioboro, Sore itu

08.21 0 Comments
Rencana ke Taman Pintar batal, sudah tutup kata Pak Satpam. Beralih ke Benteng Vredeburg, lagi-lagi sudah tutup kata Pak Satpam. Jogja...Jogja...memang citymewa. Liburan Natal dan Tahun Baru jelang 2015 itu memang bikin Jogja tambah crowded. Inilah gambaran suasana jalan Malioboro sore itu (edisi foto dibuang sayang). Dan sukses membuat rombongan kami balik kanan * pulang ke rumah Adik.