Selasa, 18 Oktober 2016

Karena Setiap Anak Terlahir Sempurna

04.09 3 Comments

Tidak ada produk Allah yang gagal. Segala sesuatu Allah ciptakan di dunia ini pasti ada maksud dan hikmahnya. Di mata manusia umumnya anak yang tidak seperti anak normal lainnya sering dibilang anak cacat atau istilah yang lebih halus anak berkebutuhan khusus (ABK). Banyak orang tua yang stress menghadapi kenyataan bahwa putra atau putrinya ABK.

Ini juga yang dialami oleh Amalia Wibowo, seorang CEO perusahaan periklanan, ketika mengetahui putra sulungnya, Aqil, mengalami disleksia. Apa itu disleksia? Gangguan otak yang membuat penderitanya susah mengenali huruf, angka, dan simbol. Tentu penderita disleksia susah membaca tulisan, bahkan ada yang ngomongnya terbolak-balik. Di mata orang awam, anak umur 8 tahun yang tidak lancar membaca, dianggap anak bodoh. Dan itu juga dialami Aqil, dicap bodoh oleh teman-teman sekelasnya, bahkan oleh kakeknya.

Cerita sehari-hari, perjuangan Amalia mendidik Aqil ditulis dalam buku berjudul Wonderful Life. Kisahnya menarik perhatian Rio Dewanto, aktor sekaligus suami Atiqah Hasiholan, dan mengangkatnya ke layar lebar dengan judul yang sama. Rio bertindak sebagai produser film, sementara Atiqah memerankan Amalia.

Film Wonderful Life menggambarkan perjuangan seorang single parent, CEO perusahaan periklanan, dalam menghadapi putra sulungnya yang mengalami disleksia. Demi kesembuhan sang putra Amalia rela cuti beberapa saat untuk berobat ke Jawa. Padahal di saat yang sama, perusahaan sedang ada proyek besar yang menuntut keberadaan Amalia. Di sinilah emosi penonton seperti diaduk-aduk.

Di akhir perjuangan mencari obat, Amalia sadar bahwa Aqil perlu banyak perhatian darinya dan sang Ibu harus berdamai dengan keadaan putranya. Kondisi Aqil berbeda, jadi tak usah dituntut untuk bisa seperti teman-teman sekelasnya. Akhirnya Aqil berhenti belajar di sekolah umum dan fokus belajar menggambar di rumah.

Menurut saya yang orang awam dan belum membaca buku Wonderful Life, ada plus minus dari film ini. Plusnya, penonton jadi tahu apa dan bagaimana anak disleksia itu. Film ini juga sarat adegan yang menyentuh dan adegan lucu. Hingga pas untuk hiburan dan edukasi keluarga. Minusnya, menurut saya kok banyak adegan yang absurd ya. Masak wanita cerdas, CEO perusahaan besar, mengobatkan anaknya yang disleksia ke orang pintar alias dukun.

Atau itu hanya sekedar variasi agar bisa lebih banyak adegan lucu yang bisa ditampilkan. Atau juga mewakili banyak orang Indonesia yang kadang tidak percaya dengan medis dan ingin mencari pengobatan alternatif. Entahlah...

Film ini juga semakin membuat saya yakin bahwa Allah menciptakan setiap anak manusia itu dalam kondisi paling sempurna. Setiap anak diberi paket komplit, punya kelebihan dan punya kekurangan. Contohnya Aqil yang mengalami disleksia punya kelebihan dalam bidang menggambar. Dan karena kecerdasan masing-masing orang berbeda, maka janganlah nilai akademis di sekolah yang jadi patokan seorang anak itu pintar atau tidak pintar. Ada 7 macam kecerdasan yang dimiliki setiap anak. Jadi kalau nilai raportnya biasa saja, santai saja. Pasti dia punya kelebihan selain di bidang akademik.


Bagi yang belum nonton, buruan nonton deh...Saya aja udah nonton, hehehe...rame-rame, lagi. Inilah enaknya punya teman blogger. Ada yang ngajak nobar di pemutaran perdana film ini tanggal 13 Oktober 2016 lalu. Serentak di beberapa kota di Indonesia loh. Saya sih nontonnya di Cinema XXI Mall Ciputra Semarang bareng teman-teman Blogger Gandjel Rel.




sama Nyi PD, blogger Kendal

foto sebelum bubar

Jumat, 14 Oktober 2016

Ada Yang Keluar Rumah Nih...

23.56 2 Comments
Teka-teki firasat ular masuk rumah terjawab sudah. Akhirnya, berita baik itu datang juga. Fawwaz keterima ujian mandiri di Unnes. Wow...Nabila aja speechless, nggak percaya, trus jingkrak-jingkrang. Alhamdulillah, ini adalah berita luar biasa buat keluarga kami. Karena ya...gitu deh. Intinya guru-guru sekolah Fawwaz sejak SD sampai SMA semua sudah mengibarkan bendera putih menghadapi “kenakalan” bocah satu ini. Ceritanya di-keep dulu deh, entar kalo dia sudah sukses baru saya ceritakan semuanya.

Oh ya, sebenarnya Fawwaz ketrima ujian SBMPTN meski pilihan ketiga. Tapi setelah bersemedi 3 hari 3 malam, Bapaknya mantap melepas kesempatan itu. Kenapa eh kenapa? Karena eh karena dia milihnya asal-asalan. Mosok nggak pinter ngomong gitu mau kuliah di jurusan Ilmu Politik, di UIN Walisongo lagi. Bukan apa-apa, Bapaknya mikir mau jadi apa nanti setelah lulus.

Ya sudah, sambil nunggu hasil ujian mandiri, Fawwaz ndaftar di Unisula jurusan Psikologi. Hehehe...si Bapak maksa banget, untung anaknya nurut. Sistem ujian di Unisula itu one day service, hari itu datang, ndaftar, ujian, nunggu bentar trus ketahuan hasilnya. Kayaknya 99 % yang ndaftar keterima deh, hehehe...


Alhamdulillah, ya Allah, anak istimewa saya akhirnya kuliah di Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olah Raga Universitas Negeri Semarang * sujud syukur. Selamat jadi mahasiswa, Anak Lanangku. Sudah saatnya kami melepasmu, Nak. Harus mulai mandiri, menata hidup lebih teratur, dan menjadi pribadi lebih baik. Doa Emakmu ini selalu menyertai setiap langkahmu.