Sejak pagi saya membantu tetangga sebelah membungkus nasi
untuk korban banjir yang melanda kota kami. Sudah dua hari rumah sebelah jadi
posko bantuan (nasi bungkus), dan saya membantu sejak sore sebelumnya. Usai
adzan Dzuhur, saya pamit pulang pada tuan rumah. Tangan kiri kanan saya penuh
tentengan, semangkuk soto dan beberapa potong kue basah. Yeay…makasih, Bu Mun.
Sampai di rumah, buka HP, ada pesan dari Bu Ida, wali kelas
Nabil : anak-anak pulang jam 11. Wew..ini kan sudah jam 12.15, ke mana si
ganteng? Motor nggak ada di tempat; dibawa si Mas banjir-banjiran. Lengkap
sudah kegelisahan saya. Segera saya sms Bu Ida: Bu, anak saya kok belum pulang?
Hiks…
Tepat jam 12.30, si ganteng muncul di depan pintu dengan
mulut mewek, “Ummi, kenapa nggak jemput aku?” Saya peluk dia, cup…cup…maaf ya,
Ummi tadi lagi sibuk. Nggak bawa HP, lagi. Saya tawari dia makan soto, setelah
ganti baju. Usai sholah Dzuhur, saya tidur-tiduran sambil buka-buka HP.
Lama-lama ngantuk juga, jadi males balik lagi ke rumah sebelah.
Tiba-tiba, di antara mata yang tinggal 5 watt, terdengar
berita lelayu dari masjid. Innalillahi wainnailaihi roji’un….telah berpulang ke
rahmatullah ananda Ahmad (10 tahun), putra dr. Bayu Laksana. Saya langsung
loncat dari kasur. Ya, Robb, dari tadi pagi saya bungkusin nasi sama ibu-ibu,
termasuk Bu Nurjanah, Ummi-nya Ahmad. Tadi sambil bekerja, beliau bercerita
tentang tingkah ke-8 putra-putrinya, termasuk tentang Ahmad. Lha kok sekarang
sudah nggak ada.
Segera saya cari info ke tetangga sebelah. Katanya, tadi
sekitar jam 14.30 Bu Nur buru-buru pulang begitu dikabari Ahmad tercebur kolam
di RTH (ruang terbuka hijau) di komplek perumahan kami. Pulang sekolah, dia dan
temannya main di sekitar kolam. Entah, mungkin dia terpeleset atau gimana,
hingga tercebur ke kolam. Sempat dibawa ke rumah sakit, tapi nggak tertolong.
Ya, Allah, lemes saya mendengarnya.
Usai mandi dan sholat Ashar, saya dan Nabila menuju ke rumah
duka. Di sana sudah berkumpul banyak orang, baik tetangga maupun dari Yayasan Robbani,
termasuk Kepala Sekolah dan Guru SD Nabila dulu. Saya biarkan Nabila
bernostalgia dengan beberapa guru dan adik kelasnya. Sementara, saya berusaha
menemui Bu Nur yang tampak berduka namun tegar.
Kemarin, sehari sebelumnya, tetangga saya juga baru saja
kehilangan putrinya. Umur 20 tahun, sakit tumor di sekitar hidung dan
tenggorokan. Awan kelabu yang terus menggelayut akhir-akhir ini, ternyata juga
membawa awan duka di komplek kami. Hujan air mata mengiringi kepergian anak
dari sahabat-sahabat saya. Sesungguhnya setiap yang bernyawa pasti akan mati.
Kelak, kita semua juga akan mengalami proses kematian. Entah kapan.
umur benar2 rahasia Allah SWT ya Mbak
BalasHapusInnalillahi wa inna ilaihi roji'un...
BalasHapusmakasih sudah mampir baca tulisan saya. sedih kalo ingat waktu itu...banjir besar melanda kota kami. sampai2 penguburan jenazah ditunda gara2 makam kebanjiran
BalasHapus