Senin, 29 Juli 2013

Bukan Tetangga Yang Baik

10.30 0 Comments
Berita duka itu saya terima jam 9 malam. Karena kebetulan sedang memakai gamis hitam, saya langsung berangkat ke rumah tetangga, tanpa ganti baju lagi. Kami bertiga (saya, mbak Novi, dan Mbak Dini) segera menuju ke ruang ICU rumah sakit, tempat jenasah disemayamkan.

Di sana telah berkumpul banyak orang mulai dari keluarga, kerabat, tetangga, dan sahabat dari yang berduka. Hampir dua jam kami berada di sana, karena kebetulan Mbak Dini adalah Bu RT, jadi dia sibuk telpon sana sini mencari perempuan yang bisa memandikan jenasah. Usaha yang dilakukan sudah maksimal, tapi ternyata tidak berhasil. Petugas yang biasa memandikan jenasah semua berhalangan, ada yang sudah mudik, ada yang sedang tidak di rumah.

Akhirnya jenasah, tanpa dimandikan, dibawa ke kampung halamannya di Brebes. Saat bertemu dengan saudara-saudara almarhumah, Mbak Dini bilang, “Yang ini wajahnya mirip dengan almarhumah, ya?” Bu Novi mengangguk. Sementara saya hanya bilang,” Ohhh...”

Tahukah, Teman, selama tinggal di rumah dinas itu (empat tahunan lah), saya belum pernah sekali pun bertatap muka dengan almarhumah. Padahal rumah kami hanya berjarak 3 rumah. Duh, tetangga macam apa saya ini. Bulan-bulan pertama, saya masih sering melihat beliau setiap pagi berangkat mengajar. Hanya sosoknya, bukan wajahnya. Karena beliau berjalan dari rumah masuk ke mobil, yang waktunya hanya beberapa detik.

Beberapa bulan berikutnya, tukang sayur yang mangkal di depan rumah bercerita kalau beliau sakit kanker payudara dan sedang menjalani pengobatan. Sejak itulah beliau benar-benar mengurung diri. Tak pernah datang di acara arisan atau halal bihalal. Tak pernah mau ditengok oleh kami, tetangganya. Beberapa tetangga (pengurus RT) pernah menengok beliau saat dirawat di rumah sakit Dharmais. Saat itu kondisinya masih bisa berbicara dan tertawa, menurut Mbak Dini yang ikut bezuk.


Astaghfirullah, ampuni hamba ya, Allah. Hamba memang bukan tetangga yang baik. Yang tak pernah bisa menunaikan kewajiban hamba terhadap tetangga. Saat tetangga sakit, harusnya hamba menengoknya. Tapi hamba tak pernah melakukan itu. Dan hari ini saat beliau meninggal, untuk pertama kalinya hamba melihat wajahnya. Meski wajah itu kini sudah dingin dan sebagian tertutup kapas. Maafkan saya, ya. Selamat jalan, Ibu, Allah telah mengangkat penyakit kanker yang telah menggerogoti tubuhmu selama hampir empat tahun. Beristirahatlah dengan tenang di sisi-Nya.


Jumat, 26 Juli 2013

Tips Mendapatkan Buku Murah Berkualitas

22.03 1 Comments
Bagi seorang penulis atau seorang kutu buku, mendapatkan buku yang diinginkan dengan harga lebih murah dari harga toko seperti mendapat durian runtuh. Ya, karena bagi mereka buku adalah sumber referensi, sumber inspirasi, dan sarana rekreasi.

Berikut adalah tips mendapatkan buku dengan harga lebih murah tapi berkualitas:
1.  Rajin-rajinlah mencari info diskon di toko-toko besar seperti Gramedia atau Gunung Agung. Saya biasanya tahu adanya diskon dari jejaring sosial, karena saya berteman dengan mereka. Kadang juga info dari teman atau pas kebetulan lewat di depan toko yang sedang diskon.
2. Datanglah ke acara pameran buku atau book fair. Hampir semua peserta pameran selalu memberikan diskon pada buku-buku yang mereka jual. Di Jakarta yang rutin setiap tahun adalah Islamic Book Fair, Jakarta Book Fair, dan Indonesia Book Fair. Tempatnya biasanya di daerah Gelora Bung Karno, Senayan.
3. Cari info tentang buku murah di toko buku online. Lewat website dan jejaring sosial kita bisa mendapatkan info tentang buku apa saja yang sedang diskon di toko buku online. Selain buku baru, banyak juga toko buku online yang menjual buku bekas. Keuntungan membeli lewat online, kita tidak perlu bersusah payah mencari-cari di rak buku. Soal ongkos kirim usahalan cari yang setara dengan ongkos bensin yang kita keluarkan bila kita pergi ke toko buku. Kekurangan membeli lewat online, kita tidak tahu pasti kondisi buku, apakah semua halamannya masih bagus dan tak ada lipatan. Kita juga tidak tahu keaslian buku itu. Jangan salah, di negara kita bukan cuma ada VCD/DVD bajakan, buku bajakan juga banyak beredar.
4. Datanglah ke acara launching buku. Meski tidak semua, ada beberapa penulis yang mau membagikan buku yang baru dilaunchingnya. Contohnya saat launching buku Cerita di Balik Noda karya Fira Basuki yang disponsori Rinso. Semua yang hadir mendapatkan buku cantik itu. Wah, ngiri saya pada teman-teman saya yang hadir di acara itu.
5. Jangan gengsi mencari buku bekas di kaki lima. Di Jakarta ada beberapa tempat yang menjual buku-buku bekas. Soal kualitas, kita harus pandai-pandai memilihnya. Kalau beruntung, kita bisa mendapatkan buku yang masih bagus dengan harga miring. Contohnya di daerah Kwitang, kawasan Pasar Senen, dan lantai dasar Blok M Square. Saya biasanya mencari komik dan buku bekas di Blok M. Tempatnya nyaman; bersih dan ber-AC.

Dalam satu bulan terakhir saya beruntung mendapatkan buku-buku murah dan berkualitas.
- Saat berbelanja ATK di Pasar Jatinegara, saya menemukan buku crafting ini. Di toko harganya 45 ribu, ini cuma separohnya( maklum buku bekas).


- Saat mengantar suami dan anak mencari buku untuk keperluan sekolah mereka di Blok M, saya mendapatkan buku-buku ini. Di tobuk yang Edutoys harganya 65 ribu, ini hanya 20 ribu, trus Cookie-nya Jaqueline Wilson hanya dihargai 10 ribu. Wua...coba ada lagi, mau banget buku anak keren kayak gitu.


- Yang ini dapat dari Tobuk Gramedia Matraman saat ada obral buku murah. Harganya 15 ribu.

- Sementara yang ini beli dari online shop (OS) teman saya yang jualan bahan-bahan crafting. Di tobuk 45 ribu, dia jual 25 ribu.



Mendapatkan buku-buku murah itu sesuatu banget, serasa menemukan harta karun. Itu karena saya lebih suka beli buku (bacanya kapan-kapan, hehehe...) daripada baju dan tas seperti teman-teman saya. Ya, iyalah, buku murah kok dibandingkan dengan baju dan tas yang harganya jutaan, nggak nyambung...

Kamis, 25 Juli 2013

Meriahnya Gelar Jepang UI 19

02.11 1 Comments
Saat Nabila meminta suami untuk nganter ke UI lihat Gelar Jepang, nggak nyangka suami kok mau. Tumben...Biasanya kan beliau malah ceramah, “Kalo nggak penting nggak usah. Buat apa jalan-jalan nghabisin uang, emang kita orang kaya?” Alhamdulillah, soalnya saya juga mau ikutan, pengin tahu kayak apa sih acara Gelar Jepang-nya UI. Saya juga pengin beli kertas washi di guru washi ningyou saya, Mbak Dwi.

Tanggal 7 bulan 7, kami berempat plus 2 teman Nabila, Nina dan Riska, berangkat menuju UI. Seperti biasa, sempat salah jalan dikit, tapi akhirnya nyampe juga. Wow...ternyata, suasananya ruame banget. Di mana-mana berselirewan orang-orang dengan cosply alias kostum ala Jepang, pokoknya semua karakter komplit...plit! Ini hari ketiga alias terakhir, dan sepertinya menjadi puncak acara GJ 19.

Ada yang beda di acara GJ 19 tahun ini. Untuk mengetahui jumlah pengunjung, panitia meminta pengunjung mengisi blangko sebagai boarding pass alias tiket masuk. Bisa didownload dari website, bisa juga ambil formulir di TKP. Kita mah dah nyetak dari rumah, jadi ya...langsung masuk aja.



Begitu datang langsung ke stand Mbak Dwi. Lihat aneka kertas washi, mupeng...pengin borong semua. Tapi karena ingat pesan suami, belinya ya seratus ribu aja. Aslinya dapat 4, tapi karena saya nawar, sama Mbak Dwi dikasih 5 lembar. Hore...!



Saat melewati stand permainan tradisional, Nabil penasaran dengan ikan kecil-kecil di kolam plastik. Dengan membayar goceng, Nabil mencoba menangkap ikan-ikan itu dengan alat mirip saringan tapi datar. Sayang, tak satu pun ikan didapatnya. Belum tahu tekniknya, sih.



Setelah muter-muter melihat aneka stand, danau di belakang kampus, dan nonton acara musik di layar LCD, kami bertiga duduk santai di sebuah gazebo. Capek, euy...Sementara 3 ABG menuntaskan rasa penasarannya dengan berkeliling arena, entah berapa kali. Menurut pengamatan saya, yang laris manis di sana adalah: bando telinga kucing. Banyak banget cewek-cewek yang beli dan memakainya Wah, jadi penasaran dengan polanya dan pengin bikin sendiri.

Semakin siang pengunjung semakin membludak. Saat pengin beli takoyaki dan minuman, antriannya puanjaaang banget. Batal deh. Padahal waktu kami datang, antrinya nggak kayak gitu. Akhirnya beli makanan dan minuman seadanya. Yang penting nggak pake ngantri.

Setelah sholat Ashar, barulah kami meninggalkan kampus UI menuju Halim. Sekali-kali membuat anak senang. Anggap aja, ritual jalan-jalan sebelum Ramadhan *apa seh, nggak jelas. Biasanya menjelang Ramadhan kan ada ritual makan-makan bareng atau mandi ramai-ramai di pemandian umum. Nah, kita bikin ritual baru: jalan-jalan menjelang Ramadhan, hehehe...






Rabu, 24 Juli 2013

Indahnya Ramadhan Tahun Ini

17.35 0 Comments
Sudah jadi agenda tahunan anak FLP Jakarta, setiap Ramadhan mengadakan ifthar jama’i alias buka bersama. Biasanya bertempat di panti asuhan atau rumah singgah di seputar Jakarta. Tahun ini saya berkesempatan mengikuti acara itu, meski belum resmi menjadi anggota FLP Jakarta (kan belum mengikuti inagurasi).

Jadilah hari Minggu, 21 Juli 2013, saya diantar suami berangkat ke Yayasan Sekar (Setia Kawan Raharja) di Jl. Pakin no.1 Penjaringan, Jakarta Utara. Sebelumnya mampir dulu ke Museum Mandiri, karena udah janjian sama beberapa teman FLP Pramuda 17. Bersama Mbak Nuke, Mbak Mimi, Nanis, dan Purwanto, jam 3-an mobil menuju ke TKP.

Ternyata, Yayasan itu berada di sebuah ruko berlantai 3, tepatnya Komplek Ruko Mitra Bahari 2 Blok E no.23. Mereka menampung anak yatim dan anak jalanan usia SD dan SMP. Lantai bawah tempat belajar dan administrasi, lantai 2 asrama putri, lantai 3 asrama putra. Sampai di TKP kami langsung sholat ashar di asrama putri diimami Mbak Yusi, ketua FLP Jakarta. Benar-benar seperti yang pernah saya lihat di sinetron, kamar itu penuh berisi tempat tidur susun dua.

Usai sholat, kami sempat berbincang sejenak dengan Mbak Sri, pengurus yayasan itu. Ternyata, yayasan mendapat bantuan dari Dinas Sosial, juga dari pihak lain seperti Artha Graha, dll. Artha Graha? Tiba-tiba muncul celetukan, “Punya Arthalita kan itu? Punya Bakri juga, kan? Ah, gapapa, buat mereka itu mah kecil nggak ada 2,5 % penghasilan mereka.” Hehehe...itulah reaksi spontan perempuan FLP.

Sementara di aula belajar semuanya sudah berkumpul. Usai sholat ashar, saya bantu-bantu petugas konsumsi, jadi nggak begitu tahu apa saja yang terjadi di aula. Kadang terdengar tenang, kadang terdengar rame dan heboh. Dipandu oleh Mas Ervan, acara dimulai dengan pembacaan kalam Illahi oleh Dani Achmad Ramadhan. Dilanjutkan dengan pelatihan menulis oleh Mas Sokat Rachman, Mbak Fira, dan mendongeng/ story telling. Sebagai tugas dan latihan, anak-anak diminta membuat cerita sehari-hari. Ada beberapa cerita yang dibacakan Mbak Fira, sederhana tapi menyentuh. Salah satunya tulisan (lagi-lagi) Dani tentang cita-citanya menjadi ustadz. Di sela-sela acara, ada penampilan anak-anak; ada yang main rebana, dan yang paling heboh penampilan grup Rombeng. Berbagai peralatan rumah tangga dari plastik (ada ember, drum air, baskom, dll) dipukul serempak dan berirama mengiringi sholawatan.






Sebelum adzan maghrib, Mas Afilin memberikan kultum. Eh, belum 7 menit dah maghrib. Berhenti dulu, deh...Buka bersama dimulai dengan minum es buah buatan Mbak Anik dan takjil berupa kue manis dan asin. Dilanjut sholat maghrib. Kumpul lagi, baru makan bersama nasi kotak pesan di D’Cost. Dengan lauk sederhana, nasi, tumis baby buncis, dan ayam goreng tepung asam manis, kami semua makan dengan lahap.

Sesuai jadwal, jam 7 acara ditutup dengan doa. Tak lupa foto bersama untuk dokumentasi. Kami serombongan pulang naik Kopaja 02 sampai Stasiun Kota. Setelah itu semua berpencar, ada yang naik kereta, ada yang naik Trans Jakarta, ada pula yang pindah naik angkot. Alhamdulillah, Trans Jakarta malam itu tidak penuh, jadi saya bisa duduk dengan nyaman sampai PGC.






Terima kasih, ya, Allah, Kau beri kesempatan hamba untuk duduk bersama anak-anak yang kurang beruntung. Ada rasa haru dan bahagia saat melihat canda tawa mereka. Jangan patah semangat, ya, Nak. Kalian harus tetap menuntut ilmu di tengah himpitan ekonomi orang tua kalian. Sungguh, kami merasa berdosa bila meninggalkan generasi yang lemah baik lemah ilmu maupun lemah iman. Dan sungguh, Ibu rindu bertemu kalian lagi, Nak.


Selasa, 16 Juli 2013

Kerepotan di Awal Tahun Ajaran Baru

07.53 1 Comments
Sehari menjelang hari pertama masuk sekolah, saya baru membelikan peralatan sekolah untuk Nabila dan Nabil. Ternyata saya tidak sendiri. Banyak ibu-ibu lain melakukan hal yang sama. Maka yang terjadi adalah...pasar dan mall penuh sesak.

Tas sekolah Nabil dah dapat, tinggal alat tulis Nabila. Selera putri saya itu memang lumayan tinggi. Nggak mau pulpen grosiran. Yaudah, turuti aja. Di Gramedia Pondok Gede antrian di depan kasir ATK mengular, sebagian diminta pindah ke kasir buku.

Di sela-sela menunggui anak-anak memilih, saya melihat keseruan sebagian ABG di sebuah sudut.
“Eh, kertasnya kayak apa, sih? Aduh si Mbaknya mana sih?” seorang cowok berbadan subur tampak gelisah, sambil melihat kertas catatannya.
“Gue dah dapat nih, tinggal nyari tali sepatu doang,” temannya, seorang gadis manis, menimpali.
Ah, ternyata mereka sedang mencari peralatan untuk MOS.

Setahun yang lalu, saat Nabila masuk SMA, saya juga ikutan repot nyari ini itu. Hmmm...inilah repotnya sekolah di Jakarta. Yang harus dibawa selama MOS lima hari, barangnya berbeda-beda. Jadi hampir tiap hari, saya ngider keluar rumah demi memenuhi persyaratan itu. Bayangkan hari pertama: membawa bekal makan siang dari laut dan dari gunung. Waduh, kok kayak cerita Toto Chan ajah. Dah pasti kalau ini nasi pake sayuran dan ikan. Lha, ada lagi coklat segitiga, snack Chiki 3 rasa, buah lonceng, air gunung 1 liter (padahal gak ada kemasan yang pas seliter), susu coklat rasa strawberry (yang ini diakalin dengan mengganti labelnya), dan apa lagi ya...pokoknya banyak deh. Belum lagi harus pake name tag yang gede dari kertas emas plus ada fotonya.

Suatu saat ketemu ibu-ibu yang juga lagi nyari air mineral di mall.
“Nyari barang untuk MOS, Bu?”
“Iya, nih. Aneh-aneh saja ya permintaan panitia.”
“Betul , Bu, anak saya aja disuruh nyari air minum alay.”
“Apa itu?”
“Maksudnya ternyata AdeS. Lihat saja tulisannya, huruf besar dan kecil dicampur.”
What? Saya tepok jidat, serasa jadi pramuka aja ya, pake bahasa sandi kayak gitu.

Tiba-tiba, saya teringat anak kedua saya yang terpaksa harus sekolah SMA di kampung. Apa dia juga lagi sibuk nyari keperluan MOS kayak di sini, ya? Malamnya saya telpon dia.
“Le, keperluan MOS-nya apa aja? Udah dibeli apa belum? Disuruh bawa makanan nggak?”
“Aduh, Mak, ini kan puasa, jadi ya nggak disuruh bawa makanan. Cuma disuruh beli kertas yang nanti ditulisi sama pake kaus kaki yang beda warna.”

Cuma itu? Ya, itulah bedanya sekolah di daerah dan di Jakarta. Mentang-mentang kota seribu mall, kalo ngasih persyaratan MOS macam-macam. Satu lagi, di daerah baju seragam diberikan dalam bentuk kain, jadi harus dijahitin sendiri. Sementara di Jakarta, yang jual baru seragam bejibun, tinggal nyiapin dompet dan isinya.


Duh, tiba-tiba jadi pengin pulang kampung, nungguin anak-anak sekolah di sana. Kehidupan di kampung rasanya aman, tentram, dan damai. Tapi...lha trus siapa yang ngurus bapaknya anak-anak? Kan dia nyari uangnya di Jakarta *plok, tepok jidat lagi.

Minggu, 14 Juli 2013

Edisi Kangen Ibu

06.34 0 Comments
Ibu...seandainya hari ini engkau masih ada, aku ingin memelukmu dan mengucapkan selamat milad. Tanggal 14 Juli adalah tanggal yang dipilih Bapak sebagai tanggal lahirmu. Karena engkau sendiri tak tahu tanggal pastinya. Bapak hanya mengira-ngira berdasarkan weton hari lahirmu.

Ibu...setelah aku menyandang status sebagai ibu, aku bisa membayangkan bagaimana dirimu dulu. Rasa sakit ketika melahirkan, repotnya mengurus anak, ditambah mengurus ibu mertua yang hanya terbaring di kasur, mengatur gaji Bapak agar cukup untuk hidup sebulan, dan menjaga perasaan tinggal di rumah milik mertua.

Ibu...hanya doa yang bisa kukirimkan padamu. Semoga engkau tenang di sisi-Nya. Semoga apa yang sudah kau lakukan untuk kami, anak-anakmu, bisa menjadi timbangan amal di hari pembalasan nanti. Aku yakin di sana kau pasti tersenyum melihat keenam anakmu telah menjadi manusia yang berguna, mandiri, dan tidak menyusahkan orang lain.


Akhir-akhir ini aku suka melihat dan mendengarkan lagu Number One For Me-nya Maher Zain di You Tube. Bagimu, Ibu is number one for me. Tapi lagu berikut ini lagu lama yang selalu membuatku teringat pada sosokmu, Ibu. Wanita lembut penuh kasih sayang, yang di setiap doanya selalu menyebut nama anak-anaknya.

Sabtu, 06 Juli 2013

Nikmatnya Makan di Tepi Sungai Ciliwung

01.25 0 Comments
Setelah arisan bulan Maret lalu diadakan di Bogor, yang bulan Juni penyelenggara nggak mau kalah. Arisan diadakan di Bogor juga * waduh! Seneng sih seneng tapi kan berat di ongkos. Mana kita termasuk tuan rumah, lagi. Yaudah, demi nuruti keinginan Ibu Boss Besar, Ibu Boss kami nurut aja.
            Jam 7 tepat, rombongan kami 10 orang berangkat dari RSAU Halim. Baru beberapa meter keluar tol menuju arah Puncak, tiba-tiba ban bocor. Untung ada sopir Lakespra yang bantuin, jadi nggak berlama-lama kami menunggu. Jam 9.30 rombongan sampai juga di Restoran Cimory Riverside, yang berada di Jalan Raya Puncak Km 76 Mega Mendung, Bogor. Dan kami adalah rombongan pertama yang datang. Hore..., kita tepat waktu!


            Sambil menunggu yang lain, kami berfoto-foto dengan latar belakang sungai Ciliwung. Kami menuruni tangga ke lantai bawah dan bawahnya lagi. Pemandangannya ciamik deh, mana ada sungai seindah dan sebening ini di Jakarta. Satu demi satu rombongan lain datang dan ikut berfoto-foto kayak kami. Saking asyiknya sampai ada yang mengingatkan kalo acara mau segera dimulai. Giliran naik tangga, kami jadi ngos-ngosan, huff...huff..., ingat umur ibu-ibu!



            Acara dimulai dengan yang formil-formil, sambutan Ibu Ketua Cabang, perkenalan anggota baru, dan pembacaan doa. Tuh, kan, akhirnya saya yang harus baca doa. Tuan rumahnya kan 2 ranting, harusnya kalo ranting saya udah bersedia jadi MC, ranting satunya yang baca doa. Tapi, yang biasa baca doa belum datang, katanya, masih terjebak macet di jalan. Yaudah, deh, saya ikhlas kok. MC dan pembaca doa dari ranting kami nih ceritanya.
            Selesai pembacaan doa, acaranya santai yaitu... nyanyi-nyanyi! Pemain musiknya nggak organ tunggal kayak biasanya tapi formasi lengkap. Ada vokalis, dua pemain gitar, satu pemain cajon (kotak pengganti drum), dan satu pemain saxophone! Masing-masing ranting ada perwakilan maju ke depan untuk nyanyi. Sambil mendengarkan lagu, kami menikmati makanan pembuka yaitu tape goreng dan tahu goreng.


Usai nyanyi semua, tibalah acara yang ditunggu-tunggu: makan siang! Udara Bogor yang sejuk memang membuat perut kami jadi keroncongan. Menunya sudah ditentukan oleh Ibu Boss Besar dalam bentuk prasmanan. Pembukanya ada sup krim ayam jagung yang yummy. Lauknya ada beberapa pilihan tapi serba tumis, kayak beef teriyaki, dll. Di ujung meja ternyata ada kentang plus sosis. Jadilah makan nasi, lauk, kentang, dan sosis. Yaah...karbo, karbo.
Pas tinggal satu suapan, tiba-tiba Bu Boss menarik saya dari tempat duduk.
“Yuk, ikut saya ke toko oleh-oleh sebelah.”
Ternyata, dari pintu masuk resto, belok kanan ada snack shop dan chocolate shop. Cimory Dairy Shop di sini katanya paling besar dibanding yang lainnya. Bu Boss meminta saya menghitung jumlah anggota.
”15 orang, Bu, “jawab saya setelah berpikir 10 detik, wuih...kayak ikutan kuis aja ya.
Ternyata Ibu Boss membelikan kami masing-masing 2 botol susu khas Cimory, rasa pisang dan coklat. Duh, baik banget sih, Ibu, jadi pengin dibeliin yoghurt sama bakpao juga, hehehe...*ngelunjak.
Berhubung kata Mbak kasir, daya tahan susu di udara luar cuma 5 jam, saya titipkan dulu di resepsionis. Setelah Ibu Boss bergabung dengan boss lainnya, gantian saya dan ibu-ibu lain yang belanja. Saking banyaknya pilihan jadi bingung mau beli apa *wuih, kayak orang kaya aja. Buat saya yang penting anak-anak suka, titik. Jadilah saya beli yoghurt aneka rasa buah, permen Yupi aneka bentuk, kue mochi, dan bagelen coklat Kartikasari.


Setelah semua anggota berpencar-pencar sesuai keinginan, akhirnya kembali lagi berkumpul di meeting room. Ya, acaranya mau ditutup. Diumumkan juga siapa tuan rumah 3 bulan selanjutnya. Mudah-mudahan ke Bogor lagi * ketagihan. Habis di Bogor banyak banget tempat makan yang asyik. Acara diakhiri dengan bersalam-salaman, diiringi lagu Kemesraan. Tak lupa kami saling mohon maaf lahir batin, karena menjelang bulan Ramadhan.
Pukul 15 rombongan kami meninggalkan Cimory Riverside Resto dengan sejuta kenangan. Sepanjang perjalanan pulang, kami bercanda ria tanpa henti. Biasalah obrolan khas ibu-ibu. Mulai dari sinetron Tukang Bubur Naik Haji, penyanyi ajang X-Factor, sampai ngomongin makanan ikan lele. Perut rasanya kaku mendengar komentar yang saling bersahut-sahutan. Kami semobil berani bercanda kacau balau dan ketawa ngakak, karena Ibu Boss naik mobil satunya.

Kami sempat mampir di rest area untuk makan dan sholat Ashar. Makan lagi? OMG! Karena ingat susu yang daya tahannya hanya 5 jam, perjalanan dilanjut lagi. Sampai RSAU Halim pas adzan Maghrib. Alhamdulillah, dijemput suami dan oleh-oleh dimakan anak-anak sampai habis tak bersisa. Oh, indahnya hidup ini. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan.