Senin, 29 Juli 2013

# curhat

Bukan Tetangga Yang Baik

Berita duka itu saya terima jam 9 malam. Karena kebetulan sedang memakai gamis hitam, saya langsung berangkat ke rumah tetangga, tanpa ganti baju lagi. Kami bertiga (saya, mbak Novi, dan Mbak Dini) segera menuju ke ruang ICU rumah sakit, tempat jenasah disemayamkan.

Di sana telah berkumpul banyak orang mulai dari keluarga, kerabat, tetangga, dan sahabat dari yang berduka. Hampir dua jam kami berada di sana, karena kebetulan Mbak Dini adalah Bu RT, jadi dia sibuk telpon sana sini mencari perempuan yang bisa memandikan jenasah. Usaha yang dilakukan sudah maksimal, tapi ternyata tidak berhasil. Petugas yang biasa memandikan jenasah semua berhalangan, ada yang sudah mudik, ada yang sedang tidak di rumah.

Akhirnya jenasah, tanpa dimandikan, dibawa ke kampung halamannya di Brebes. Saat bertemu dengan saudara-saudara almarhumah, Mbak Dini bilang, “Yang ini wajahnya mirip dengan almarhumah, ya?” Bu Novi mengangguk. Sementara saya hanya bilang,” Ohhh...”

Tahukah, Teman, selama tinggal di rumah dinas itu (empat tahunan lah), saya belum pernah sekali pun bertatap muka dengan almarhumah. Padahal rumah kami hanya berjarak 3 rumah. Duh, tetangga macam apa saya ini. Bulan-bulan pertama, saya masih sering melihat beliau setiap pagi berangkat mengajar. Hanya sosoknya, bukan wajahnya. Karena beliau berjalan dari rumah masuk ke mobil, yang waktunya hanya beberapa detik.

Beberapa bulan berikutnya, tukang sayur yang mangkal di depan rumah bercerita kalau beliau sakit kanker payudara dan sedang menjalani pengobatan. Sejak itulah beliau benar-benar mengurung diri. Tak pernah datang di acara arisan atau halal bihalal. Tak pernah mau ditengok oleh kami, tetangganya. Beberapa tetangga (pengurus RT) pernah menengok beliau saat dirawat di rumah sakit Dharmais. Saat itu kondisinya masih bisa berbicara dan tertawa, menurut Mbak Dini yang ikut bezuk.


Astaghfirullah, ampuni hamba ya, Allah. Hamba memang bukan tetangga yang baik. Yang tak pernah bisa menunaikan kewajiban hamba terhadap tetangga. Saat tetangga sakit, harusnya hamba menengoknya. Tapi hamba tak pernah melakukan itu. Dan hari ini saat beliau meninggal, untuk pertama kalinya hamba melihat wajahnya. Meski wajah itu kini sudah dingin dan sebagian tertutup kapas. Maafkan saya, ya. Selamat jalan, Ibu, Allah telah mengangkat penyakit kanker yang telah menggerogoti tubuhmu selama hampir empat tahun. Beristirahatlah dengan tenang di sisi-Nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar