Nabila : Ummi, liburan
besok pengin ke mana?
Saya : Pengin ke
pasar Asemka
Nabila : Cetek
amat. Keinginan tuh yang tinggi,
jalan-jalan ke Eropah kek, Amrik kek, Ausi kek. Gitu
Saya : Cetek?
Biarin...!
Bener kalo
ada yang bilang bahwa ucapan kita bisa berarti doa. Dan ternyata, doa saya itu
terkabul, Saudara-saudara. Saat anak-anak libur semesteran, emaknya dapat
kesempatan jalan-jalan ke 3 pasar yang berbeda di Jakarta. Mau tau kayak apa
cerita Emak Katrok Jalan-jalan? Dijamin nggak kalah seru sama acara Mister
Tukul Jalan-jalan, deh. Penasaran? Yuk mari, cekidot!
Jumat, 4 Januari
Lagi asyik-asyik masak opor ayam, tiba-tiba...ting tong! Eh,
pagi-pagi dah ada tamu. Jangan-jangan sopir kantor hubby dah njemput. Saat kuintip,
eh...bener. Langsung sambar handuk, mandi. Sementara opor ditungguin Nabila,
saya mandi. Kalo mandi biar apa? Biar byur...(hehehe...garing, krik krik,
istilah Nabila). Selesai langsung jalan ke rumah Bu Ida.
Oh, ya, Bu Ida itu berdarah Padang. Jadi, tahu sendiri lah
soal tawar menawar. Beliau punya hobi jalan-jalan keliling Jakarta. Ibarat kata
dia itu Miss Jinjing KW 1, hehehe...(sory Bu Ida). Coba tanya padanya di mana
tempat cari jam murah, souvenir murah, ATK murah, baju murah, atau tempat makan
yang mak nyus. Pasti di tahu jawabannya. Oh, kalo jam tangan murah di Pasar
Senen. Kalo ikan yang murah di Pasar Tebet. Kalo...kalo..kalo...sampe pusing
saya mengingatnya, maklum sudah mengalami PDI (penurunan daya ingat).
Ok, akhirnya kami berdua (diantar sopir kantor) tiba di Pasar
Asemka jam 10-an. Dengan langkahnya yang super cepat, Bu Ida mengajak saya
menyusuri lantai bawah yang jalannya terbuat dari paving block.
Wuih...barang-barang fancy lucu tampak jelas di depan mata. Di sini semua tidak
dijual satuan, tapi lusinan atau grosiran. Soal harga, nggak jauh beda kok
dengan barang yang biasa saya beli di Pasar Jatinegara. Cuma di sini pilihannya
buanyaaaak sekali.
Niat kami berdua ke Asemka untuk membeli souvenir yang akan
kami bawa ke Bandung, dalam rangka pertemuan rutin 3 bulanan PIA Diskesau. Sebagai
bendahara, saya memang biasa ditenteng
ke mana-mana (tas kresek, kali). Atas kesekapatan bersama kami memilih :
dompet! Setelah memilah-milih sambil berdiskusi alot (lebay), akhirnya kami
berdua memutuskan dompet seharga 432 ribu / lusin atau satuannya 36 ribu. Kalo
dah masuk toko, biasanya dijuan 50 ribuan. Kami juga beli dompet hape seharga
180 ribu / lusin atau 15 ribuan. Saat menanyakan harga barang yang sama di
Mangga Dua, harganya 40 ribu (tapi bisa ditawar lho). Duaarr! Mau pingsan
mendengarnya.
Bu Ida juga nunjukin saya tempat yang jual ATK, plastik
kemasan souvenir, tas kertas, dll. Mulai dari lantai dasar yang berpaving,
sampai lantai 1, 2, 3 yang nyaman dan ber-AC. Harganya bikin ngiler, bok. Saya
jadi pengen segera mewujudkan mimpi yang sudah lama tersimpan di kulkas, eh...kepala:
punya toko kado dan souvenir!
Perjalanan pulang ke Halim yang luamaaaa gara-gara hujan dan
macet (di jalan tol aja ada kalo 1 jam), nggak membuat kami bertiga bete.
Soalnya tadi Bu Ida sempat mampir beli pisang goreng pasir khas Pontianak (dan
ubi goreng) langganannya di Mangga Dua. Sukses deh penggemukan badan hari ini.
Siang tadi makan mie goreng mak nyus di Pasar Asemka. Walau tempatnya terbuka
di dekat parkiran, tapi rasanya yummy dan pelanggannya juga banyak. Makasih, Bu
Ida, sudah mewujudkan keinginan saya jalan-jalan ke Asemka (halah).
Sabtu, 5 Januari
Nah, kalo kali ini saya janji ketemuan di stasiun Kota dengan
komunitas IIDB (Ibu-ibu Doyan Bisnis). Janjiannya sih jam 10, tapi biasa
lah...emak-emak, eh nggak cuma itu, Jakarta biasa macet kan? Akhirnya jam 11
kita ber-8 (6 emak-emak plus 2 anak-anak) naik angkot ke Pasar Pagi Mangga Dua.
Dipandu Teh Ocha, penulis beberapa buku ketrampilan, kami menyusuri setiap
sudut dan lorong pasar Mangga Dua (lebay nggak sih?).
Di lantai dasar, banyak pedagang tanaman artificial mulai
dari bunga, dahan,dan daun. Bentuknya persis aslinya. Teh Ocha membeli beberapa
bunga di toko langganannya. Lanjut ke lantai 1, dimana Teh Ocha membeli beberapa
pasang boneka beruang kecil untuk pernak-pernik seserahan. Sepanjang jalan Teh
Ocha memberi info pada kami tentang apa saja yang berhubungan dengan craft.
Misalnya di mana beli bahan-bahan craft yang murah, apa saja yang bisa dibuat
dengan bahan ini itu, tips memadukan warna. Banyak deh pokoknya ilmu yang dia
share pada kami.
Tibalah kami di lantai 3 yang merupakan pusat penjualan
bahan-bahan craft. Kami ngider dari toko satu ke toko lain. Masing-masing sibuk
dengan keinginannya. Mbak Hayu asyik melihat benang rajutan. Mbak Lia mencari
pita dan renda yang pas buat rok tutu jualannya. Saya dan Mbak Rahmi
lihat-lihat bahan flanel dan perlengkapannya. Tia,nggak jelas maunya apa,
hehehe...Sementara Teh Ocha, sang guide, kewalahan menghadapi ibu-ibu yang
banyak maunya.
Melihat anak-anak Lia yang tampak lelah, Teh Ocha memutuskan
untuk rehat dulu di KFC. Sambil menikmati pesanan masing-masing (yang bayar
sendiri-sendiri, tentu), kami ngobrol tentang banyak hal. Mulai dari pengalaman
pahit Teh Ocha yang pernah disakiti teman FB. Gara-gara memberi pelatihan ketrampilan,
Teh Ocha bisa didenda ratusan juta, katanya. OMG! Perbincangan jadi menghangat,
karena nggak ada yang tahu mana yang benar. Terakhir, Teh Ocha usul, gimana
kalo kita bikin buku ketrampilan secara keroyokan alias antologi. Wah,
senengnya...tapi bingung juga, mau bikin apa. Kayaknya semua ketrampilan
sekarang ini sudah ada bukunya.
Ok, simpen dulu rasa bingungnya. Makan sudah...sholat Dzuhur
sudah...jalan-jalan lagi, dong! Kalo tadi sisi kiri, sekarang sisi kanan. Wuih...bener-bener
komplit di sini. Meski besi bulat gantungan kunci yang saya tunjukkan, tak satu
pun toko yang punya stoknya. Nggak ada atau nggak punya, entahlah...Yang pasti
saya jadi tahu di mana toko yang jual aneka pita, renda, kain flanel, kayu
pegangan tas, besi pengait, dll.
Setelah kaki berubah ukuran (jadi bengkak, maksudnya), kami
meninggalkan Pasar Pagi Mangdu dengan hati riang. Sebelum pulang, foto bersama
dulu dibantu Mbak penjaga toko. Klik! Lihat senyum ceria kami. Sungguh,
perjalanan ini seru dan kami ingin mengulanginya lagi. Kata Teh Ocha, insya
Allah, Februari dia akan ke Pasar Tanah Abang. Ikut...ikut....
Senin, 7 Januari
Hore, dapat proyek kelas teri! Disuruh beli ATK untuk acara
seminar 2 hari. Klien saya tak lain adalah lelaki terganteng sedunia yaitu my
hubby, hihihi...Dengan uang 500 ribu di tangan, berangkatlah saya ke Pasar
Jatinegara. Naik angkot 06A dari PGC, lanjut angkot 27 yang berhenti persis di
jembatan penyeberangan sekaligus shelter Trans Jakarta.
Pasar Jatinegara atau pasar Mester dikenal sebagi tempat
kulakan para pedagang di seputar Jakarta Timur. Memang nggak sekomplit dan
senyaman di Asemka,Tanah Abang, atau Mangga Dua. Tapi lumayanlah bagi yang mau
jualan kecil-kecilan atau pemula. Di pasar ini banyak tersedia souvenir
pernikahan, baju, kerudung, alat tulis, tas,dompet, dll.
Karena yang akan saya beli adalah ATK, maka langsung aja
bicara toko ATK (ya iya lah, masak toko bangunan). Di pintu masuk (begitu turun
jembatan penyeberangan), ada toko-toko ATK yang besar seperti Laguna dan Sukses
Makmur. Harganya grosiran, beli barangnya lusinan, ada beberapa sih yang boleh
3 biji. Saya biasa beli di situ kalau di toko langganan saya nggak ada stok.
Toko langganan saya ada di lantai dasar Pasar Mester. Namanya
Toko Mesias dan toko di depannya (namanya lupa, nggak ada plangnya sih). Pagi
itu saya langsung ke toko depannya Mesias. Harganya jauuuh dibanding ATK yang
dijual di Gramedia. Semalam saya dan hubby sempat beli beberapa barang untuk
sampel. Buku notes di GM 4.500 di sini cuma 2.500. Name tag plus talinya juga
separuh harga di GM. Disket isi 50 biji harganya 110 ribu. Wow, jauh kan?
Oke, demikianlah laporan jalan-jalan saya ke 3 pasar di
Jakarta selama 3 hari. Dari kawasan Halim Perdanakusuma yang nyaman, tentram ,
dan damai, reporter cantik dan imut, Jeng Sri, melaporkan. Sampai jumpa lagi di
pasar berikutnya.
*Lha sejuta rasa dan sejuta ceritanya mana? Terserah saya
sebagai penulisnya, lah. Mau rasa apel, anggur, strawberry, plus buah lainnya,
terserah saya. Mau nulis ceritanya selembar dua lembar, itu juga terserah saya.
Yang pasti saya sangat menikmati perjalanan itu. Nggak bisa diungkapkan dengan
kata-kata, deh, pokoknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar