Jumat, 18 Januari 2013

# jalan-jalan

3 Hari 3 Pasar Sejuta Rasa Sejuta Cerita


Nabila  : Ummi, liburan besok pengin ke mana?
Saya     : Pengin ke pasar Asemka
Nabila  : Cetek amat.  Keinginan tuh yang tinggi, jalan-jalan ke Eropah kek, Amrik kek, Ausi kek. Gitu
Saya     : Cetek? Biarin...!

            Bener kalo ada yang bilang bahwa ucapan kita bisa berarti doa. Dan ternyata, doa saya itu terkabul, Saudara-saudara. Saat anak-anak libur semesteran, emaknya dapat kesempatan jalan-jalan ke 3 pasar yang berbeda di Jakarta. Mau tau kayak apa cerita Emak Katrok Jalan-jalan? Dijamin nggak kalah seru sama acara Mister Tukul Jalan-jalan, deh. Penasaran? Yuk mari, cekidot!

Jumat, 4 Januari

Lagi asyik-asyik masak opor ayam, tiba-tiba...ting tong! Eh, pagi-pagi dah ada tamu. Jangan-jangan sopir kantor hubby dah njemput. Saat kuintip, eh...bener. Langsung sambar handuk, mandi. Sementara opor ditungguin Nabila, saya mandi. Kalo mandi biar apa? Biar byur...(hehehe...garing, krik krik, istilah Nabila). Selesai langsung jalan ke rumah Bu Ida.

Oh, ya, Bu Ida itu berdarah Padang. Jadi, tahu sendiri lah soal tawar menawar. Beliau punya hobi jalan-jalan keliling Jakarta. Ibarat kata dia itu Miss Jinjing KW 1, hehehe...(sory Bu Ida). Coba tanya padanya di mana tempat cari jam murah, souvenir murah, ATK murah, baju murah, atau tempat makan yang mak nyus. Pasti di tahu jawabannya. Oh, kalo jam tangan murah di Pasar Senen. Kalo ikan yang murah di Pasar Tebet. Kalo...kalo..kalo...sampe pusing saya mengingatnya, maklum sudah mengalami PDI (penurunan daya ingat).

Ok, akhirnya kami berdua (diantar sopir kantor) tiba di Pasar Asemka jam 10-an. Dengan langkahnya yang super cepat, Bu Ida mengajak saya menyusuri lantai bawah yang jalannya terbuat dari paving block. Wuih...barang-barang fancy lucu tampak jelas di depan mata. Di sini semua tidak dijual satuan, tapi lusinan atau grosiran. Soal harga, nggak jauh beda kok dengan barang yang biasa saya beli di Pasar Jatinegara. Cuma di sini pilihannya buanyaaaak sekali.



Niat kami berdua ke Asemka untuk membeli souvenir yang akan kami bawa ke Bandung, dalam rangka pertemuan rutin 3 bulanan PIA Diskesau. Sebagai bendahara, saya  memang biasa ditenteng ke mana-mana (tas kresek, kali). Atas kesekapatan bersama kami memilih : dompet! Setelah memilah-milih sambil berdiskusi alot (lebay), akhirnya kami berdua memutuskan dompet seharga 432 ribu / lusin atau satuannya 36 ribu. Kalo dah masuk toko, biasanya dijuan 50 ribuan. Kami juga beli dompet hape seharga 180 ribu / lusin atau 15 ribuan. Saat menanyakan harga barang yang sama di Mangga Dua, harganya 40 ribu (tapi bisa ditawar lho). Duaarr! Mau pingsan mendengarnya.

Bu Ida juga nunjukin saya tempat yang jual ATK, plastik kemasan souvenir, tas kertas, dll. Mulai dari lantai dasar yang berpaving, sampai lantai 1, 2, 3 yang nyaman dan ber-AC. Harganya bikin ngiler, bok. Saya jadi pengen segera mewujudkan mimpi yang sudah lama tersimpan di kulkas, eh...kepala: punya toko kado dan souvenir!

Perjalanan pulang ke Halim yang luamaaaa gara-gara hujan dan macet (di jalan tol aja ada kalo 1 jam), nggak membuat kami bertiga bete. Soalnya tadi Bu Ida sempat mampir beli pisang goreng pasir khas Pontianak (dan ubi goreng) langganannya di Mangga Dua. Sukses deh penggemukan badan hari ini. Siang tadi makan mie goreng mak nyus di Pasar Asemka. Walau tempatnya terbuka di dekat parkiran, tapi rasanya yummy dan pelanggannya juga banyak. Makasih, Bu Ida, sudah mewujudkan keinginan saya jalan-jalan ke Asemka (halah).

Sabtu, 5 Januari

Nah, kalo kali ini saya janji ketemuan di stasiun Kota dengan komunitas IIDB (Ibu-ibu Doyan Bisnis). Janjiannya sih jam 10, tapi biasa lah...emak-emak, eh nggak cuma itu, Jakarta biasa macet kan? Akhirnya jam 11 kita ber-8 (6 emak-emak plus 2 anak-anak) naik angkot ke Pasar Pagi Mangga Dua. Dipandu Teh Ocha, penulis beberapa buku ketrampilan, kami menyusuri setiap sudut dan lorong pasar Mangga Dua (lebay nggak sih?).



Di lantai dasar, banyak pedagang tanaman artificial mulai dari bunga, dahan,dan daun. Bentuknya persis aslinya. Teh Ocha membeli beberapa bunga di toko langganannya. Lanjut ke lantai 1, dimana Teh Ocha membeli beberapa pasang boneka beruang kecil untuk pernak-pernik seserahan. Sepanjang jalan Teh Ocha memberi info pada kami tentang apa saja yang berhubungan dengan craft. Misalnya di mana beli bahan-bahan craft yang murah, apa saja yang bisa dibuat dengan bahan ini itu, tips memadukan warna. Banyak deh pokoknya ilmu yang dia share pada kami.

Tibalah kami di lantai 3 yang merupakan pusat penjualan bahan-bahan craft. Kami ngider dari toko satu ke toko lain. Masing-masing sibuk dengan keinginannya. Mbak Hayu asyik melihat benang rajutan. Mbak Lia mencari pita dan renda yang pas buat rok tutu jualannya. Saya dan Mbak Rahmi lihat-lihat bahan flanel dan perlengkapannya. Tia,nggak jelas maunya apa, hehehe...Sementara Teh Ocha, sang guide, kewalahan menghadapi ibu-ibu yang banyak maunya.

Melihat anak-anak Lia yang tampak lelah, Teh Ocha memutuskan untuk rehat dulu di KFC. Sambil menikmati pesanan masing-masing (yang bayar sendiri-sendiri, tentu), kami ngobrol tentang banyak hal. Mulai dari pengalaman pahit Teh Ocha yang pernah disakiti teman FB. Gara-gara memberi pelatihan ketrampilan, Teh Ocha bisa didenda ratusan juta, katanya. OMG! Perbincangan jadi menghangat, karena nggak ada yang tahu mana yang benar. Terakhir, Teh Ocha usul, gimana kalo kita bikin buku ketrampilan secara keroyokan alias antologi. Wah, senengnya...tapi bingung juga, mau bikin apa. Kayaknya semua ketrampilan sekarang ini sudah ada bukunya.

Ok, simpen dulu rasa bingungnya. Makan sudah...sholat Dzuhur sudah...jalan-jalan lagi, dong! Kalo tadi sisi kiri, sekarang sisi kanan. Wuih...bener-bener komplit di sini. Meski besi bulat gantungan kunci yang saya tunjukkan, tak satu pun toko yang punya stoknya. Nggak ada atau nggak punya, entahlah...Yang pasti saya jadi tahu di mana toko yang jual aneka pita, renda, kain flanel, kayu pegangan tas, besi pengait, dll.

Setelah kaki berubah ukuran (jadi bengkak, maksudnya), kami meninggalkan Pasar Pagi Mangdu dengan hati riang. Sebelum pulang, foto bersama dulu dibantu Mbak penjaga toko. Klik! Lihat senyum ceria kami. Sungguh, perjalanan ini seru dan kami ingin mengulanginya lagi. Kata Teh Ocha, insya Allah, Februari dia akan ke Pasar Tanah Abang. Ikut...ikut....



Senin, 7 Januari

Hore, dapat proyek kelas teri! Disuruh beli ATK untuk acara seminar 2 hari. Klien saya tak lain adalah lelaki terganteng sedunia yaitu my hubby, hihihi...Dengan uang 500 ribu di tangan, berangkatlah saya ke Pasar Jatinegara. Naik angkot 06A dari PGC, lanjut angkot 27 yang berhenti persis di jembatan penyeberangan sekaligus shelter Trans Jakarta.

Pasar Jatinegara atau pasar Mester dikenal sebagi tempat kulakan para pedagang di seputar Jakarta Timur. Memang nggak sekomplit dan senyaman di Asemka,Tanah Abang, atau Mangga Dua. Tapi lumayanlah bagi yang mau jualan kecil-kecilan atau pemula. Di pasar ini banyak tersedia souvenir pernikahan, baju, kerudung, alat tulis, tas,dompet, dll.



Karena yang akan saya beli adalah ATK, maka langsung aja bicara toko ATK (ya iya lah, masak toko bangunan). Di pintu masuk (begitu turun jembatan penyeberangan), ada toko-toko ATK yang besar seperti Laguna dan Sukses Makmur. Harganya grosiran, beli barangnya lusinan, ada beberapa sih yang boleh 3 biji. Saya biasa beli di situ kalau di toko langganan saya nggak ada stok.

Toko langganan saya ada di lantai dasar Pasar Mester. Namanya Toko Mesias dan toko di depannya (namanya lupa, nggak ada plangnya sih). Pagi itu saya langsung ke toko depannya Mesias. Harganya jauuuh dibanding ATK yang dijual di Gramedia. Semalam saya dan hubby sempat beli beberapa barang untuk sampel. Buku notes di GM 4.500 di sini cuma 2.500. Name tag plus talinya juga separuh harga di GM. Disket isi 50 biji harganya 110 ribu. Wow, jauh kan?

Oke, demikianlah laporan jalan-jalan saya ke 3 pasar di Jakarta selama 3 hari. Dari kawasan Halim Perdanakusuma yang nyaman, tentram , dan damai, reporter cantik dan imut, Jeng Sri, melaporkan. Sampai jumpa lagi di pasar berikutnya.

*Lha sejuta rasa dan sejuta ceritanya mana? Terserah saya sebagai penulisnya, lah. Mau rasa apel, anggur, strawberry, plus buah lainnya, terserah saya. Mau nulis ceritanya selembar dua lembar, itu juga terserah saya. Yang pasti saya sangat menikmati perjalanan itu. Nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata, deh, pokoknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar