Kalau akhir tahun
2011 lalu hubby ada tugas 2 hari ke Bandung, akhir tahun ini ganti ke Solo. Melihat kalender
yang ada harpitnas (jadi total bisa 6 hari), dia meminta kami ikut. Sekalian
pulang kampung, katanya. Maka pantaslah kalau perjalanan kali ini disebut
sebagai napak tilas. Karena kami sekeluarga akan mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah alias pernah
kita tinggali atau pernah ada kenangan di sana. Ceilee...sepanjang jalan
kenangan nih ceritanya, hihihi...Sepanjang itu pula nanti reportase saya. Asal
jangan bosan aja bacanya, ya. Ini dia...cekidot!
19 Desember
Oke, perjalanan start
dari rumah Halim Perdanakusuma, setelah semua sholat Ashar.
Wuss...wuss...wuss...pak sopir baru berhenti ketika jam di hape saya
menunjukkan pukul 01.00 dini hari, tepatnya di kota Cirebon. Kami sholat
Maghrib plus Isya (dijamak), lalu makan malam di warung tenda pinggir jalan.
Maklum sejak pagi saya menghadiri acara tabloid Nova bareng ibu-ibu PIA, jadi
nggak sempat nyiapin bekal. Setelah perut kenyang, lanjut lagi perjalanannya.
20 Desember
Kami nyampe di SPBU
Weleri jam 05.00. Setelah sholat Subuh plus menikmati makanan kecil khas kota
kelahiran kami, si Xenia hitam jalan lagi. Kami masuk komplek Lanud Adi Sumarmo
jam 09.00. Karena acara suami jam 10.00 dan kami butuh tempat untuk istirahat,
langsung saja nyari hotel di sekitar komplek. Dapat! Namanya Hotel Marini 2.
Kalau menurut saya, tempat ini nggak pantas disebut hotel, pantesnya losmen.
Dari depan kayak rumah biasa, kecil. Ternyata kamar-kamarnya memanjang ke
belakang. Kayak kos-kosan, gitu. Kalau penasaran beginilah penampakannya...
Begitu hubby
berangkat kerja, kami berempat
tidur-tiduran. Ckckck...yang nyetir dan capek kan my hubby, lha kok
malah kami yang santai-santai gini. Udah gitu, jam 13.00 suami ngirim temennya
untuk menemani kami makan siang. Duh, baiknya my hubby! Ah...aku ingat, itu kan
Pak Sambino, yang dulu pernah tugas bareng hubby di Kalijati. Pak Sambino
ternyata mengajak sang istri untuk menemani saya. Asyik...ada teman ngobrol.
Demi menuruti selera
anak-anak, Bu Sambino mengajak kami ke Solo Grand Mall. Wow...ternyata
foodcourt-nya komplit juga. Sayang, karena pas jam makan siang, jadi nggak ada
kursi kosong. Jadilah kami duduk di kursi punya CFC, sekalian Brian dan Nabil
makan di sana. Brian hanya makan burger, sementara Nabil habis 2 porsi nasi dan
ayam. Wuih, mirip bapaknya banget, makannya selalu nambah. Saya dan Bu Sambino
sih cukup makan mie ayam saja. Sementara Nabila makan makanan Jepang gitu,
entah apa namanya.
Selesai makan, Bu
Sambino nawari, “Sekarang mau ke mana lagi. Saya siap mengantar, loh.” Saya
langsung jawab, ” Tempat yang jual batik murah!” Oke, langsung lanjut ke PGS
(Pusat Grosir Solo). Begitu masuk, saya langsung tanya harga baju batik yang
selama ini saya inginkan. Wih, mahal amir, Mbak. Yaudah lah, jalan
lagi...Ternyata di toko berikutnya, harganya murah. Sama dengan yang ditawarkan
di olshop. Tanpa babibu, langsung beli 2 potong. Di toko berikutnya, harganya
lebih murah lagi, tapi modelnya beda, lengan ¾. Beli 3 potong lagi. Nabila juga
minta 1 baju batik plus 2 celana kolor. Kalau nggak mikir, besok mau makan apa,
pengin rasanya saya borong semua baju batik di sana (sombong!). Bagus-bagus,
sih...maklum saya kan Batik Lovers.
Setelah puas makan
dan belanja, kami diantar sampai hotel. Sore, hubby pulang dengan wajah lelah,
ya iya lah, habis nyopir seharian trus ikut acara pokja. Yaudah, bobok dulu,
beibeh...Jam 7 hubby ngajak keluar cari makan sekalian ke rumah my brother di
kawasan Papahan, Karanganyar. Sebenarnya kasihan sama hubby, kecapekan gitu.
Tapi gimana lagi, mosok dah nyampe Solo nggak mampir ke rumah my bro yang sudah
3 tahun nggak pernah ketemu. Untung suami sangat pengertian. Makasih, ya, beib,
I love you so much, muach...
Untung ada GPS, jadi
walau jalannya muter-muter akhirnya nyampai juga di rumah my bro. Duh,
senangnya bisa ketemu keluarga my bro. Jagoannya 3, pinter-pinter dan penurut
semua. Begitu ditawari bakso yang lewat, kami langsung teriak, “Mau...mau...”
Eh, nggak gitu, ding. Yang pasti bakso yang tersedia langsung kami santap. Dari
tadi nyari hek( nasi kucing van Solo), nggak ada yang sreg, jadi kami belum makan
malam, deh.
Setelah hubby cukup
tidur di rumah my bro, kami balik ke hotel lagi. Eh, ada kardus kiriman dari
teman SMA kami, Darmawan. Isinya kue dan snack khas Solo.
Alhamdulillah...sayang nggak bisa nemui. Yaudah, besok sebelum jalan ke Yogya,
mampir ke kantor Darmawan dulu, Nasmoco Solo. Oh, ya, tugas hubby cuma sehari
di Solo (suratnya aja yang 2 hari). Jadi rencana berikutnya adalah go to Yogya.
Cihuii...tarik, mang!
21 Desember
Pagi, setelah
mendapat sarapan berupa mie goreng yang rasanya 11-12 dengan masakan saya, kami
segera check out. Sesuai rencana, mampir ke kantor Darmawan dulu, baru go to
Yogya. Karena sarapan tadi kurang nendang, begitu sampai Yogya hubby ngajak
makan. Ngasal aja, saya ngajak makan
nasi gudeg di dekat Lanud Adi Sucipto. Anak-anak bilang, “Nyam...nyam...enak!”
Usai makan, si Xenia hitam langsung mengarah masuk komplek Lanud Adi Sucipto.
Melewati mess yang pernah ditempati hubby dulu, bekas rumah sakit tempat tugas
hubby dulu, dan...museum yang letaknya persis di depan bekas rumah sakit. Bisa
ditebak, hubby langsung ngajak Nabil yang lagi gandrung pesawat, masuk museum.
Jujur, kalau saya
sudah bosen masuk museum itu. Tapi demi si kecil yang tiap hari ngobrolin
pesawat sama sohibnya, Abe, saya ngalah, deh. Masuk lewat pintu keluar
(hehehe...jangan ditiru, ya, karena di pintu masuk banyak rombongan anak
sekolah), lihat-lihat aneka pesawat, foto-foto, trus...pulang. Tempat kunjungan
berikutnya adalah RSPAU Hardjolukito. Hubby ada sedikit urusan dengan temannya.
Wuih...sekarang gede banget nih rumah sakit, ya iya lah, sekarang kan jadi RS pusatnya
TNI AU. Tahun 2010 ketika saya ikut kuker ke sini, bangunan belum segede ini.
Sekarang diperluas sampai ke belakang.
Urusan hubby selesai,
kita cabut lagi. Karena sudah saatnya sholat Jumat, si Xenia berhenti di
Gramedia dulu. Sementara nunggu 3 jagoan sholat, saya dan Nabila baca-baca
buku. Habis itu cap cus ke jalan Malioboro. Pertama tentu saya nyari tempat
sholat. Sudah langganan, langsung naik lantai 3 toko Al Fath yang lama
(sekarang ada yang baru, lebih luas dan komplit, letaknya nggak jauh dari yang
lama). Selesai sholat, ngider deh. Rombongan terpecah jadi 3,
hehehe....keliatan banget kalau nggak kompak, ya? Rombongan cewek nyari kaos di
sepanjang jalan, trus ke tempat favorit kami, Mirota Batik! Suasana crowded
banget, biasa lah rombongan dari mana-mana. Banyak yang saya suka di sini,
suasananya Jawa banget. Sebagai orang Jawa, saya sangat tertarik hal-hal yang
berbau Jawa. Bahkan saya punya mimpi punya rumah yang bernuansa Jawa banget
(amiiiin). Ya, mirip-miriplah dengan suasana di Mirota Batik. Serba kain batik, bak kamar mandinya berupa gentong, pakai gayung batok kelapa. Bedain toilet cowok cewek, terlihat di pintu, satunya bibir berlipstik tebal, satunya kumis, hehehe...kreatif banget yak? Di wastafel ada bunga mawar yang dialasi daun pepaya. Bau mawarnya semerbak, euy...
Nggak nyangka, di
Mirota Batik ketemu rombongan 2 (hubby dan si kecil, Nabil). Setelah membayar
belanjaan (saya beli sepasang patung Jawa, Nabila beli cokelat Monggo), kami
berempat mencari si anak hilang. Entah, ABG satu itu memang nggak suka ngumpul
bapak ibunya. Karena di telpon nggak ada jawaban, kami pasrah saja. Yang
penting makan dulu di depan pasar Bringharjo. Hua...kenapa sih, makanan di sini
enak-enak semua. Saya dan Nabila makan lontong pecel sepiring berdua. Biasa lah
perempuan, gayanya sok diet, makannya dikit, padahal ngemilnya buanyak,
hihihi...
Setelah perut
kenyang, kita jalan ke Malioboro Mall, tempat si Xenia diparkir. Di pintu
gerbang mall, kami melihat si anak hilang lagi senyum-senyum, pake kaos gambar
Bob Marley, dan kalung bertuliskan namanya. Ckckck...nurun siapa anak saya yang
satu ini. Karena semua sudah kumpul, yaudah go to Kendal, kota kecil tempat
kelahiran kami berempat. Hanya Nabila yang numpang lahir di Kalijati, Subang.
Lainnya produk asli kota Kendal.
Ya, Allah, perjalanan
Yogya-Kendal kok luamaa sekali, sih. Udah hujan, banyak ketemu truk-truk segede
gaban, lagi. Sabar, ya, pak sopir. Kami nyampe rumah Bapak tepat saat
cinderella berubah jadi upik abu, alias jam 12 malam, teng! Jadi total Yogya-Kendal
7 jam-an. Wuih...kayak Jakarta aja sekarang macetnya. Setelah sholat, aku dan
Nabila langsung pingsan. Mungkin karena mencium bantal yang entah sudah berapa
lama nggak dicuci, hehehe...Sementara hubby, ternyata tidur di mobil, karena
sudah nggak kuat nahan kantuk.
22 Desember
Bangun tidur,
langsung inget cucian yang bejibun. Yaudah nyuci dulu. Lihat hubby yang tidur
nyenyak, nggak tega untuk membangunkan. Ternyata jam 3-an hubby dibangunkan
Bapak trus pindah deh tidur di kasur yang digelar di depan TV. Padahal saya dah
janjian sama kakak mau maen ke rumahnya di Semarang jam 9-an. Yaudah, dicancel
ajah. Pak sopirnya aja belum bangun.
Ingat undangan
pernikahan ponakan di Salatiga, memaksa saya membangunkan suami dan anak-anak.
Hasilnya, jam 11 kami sudah siap meluncur ke Salatiga, setelah menikmati
sarapan lezat buatan Bapak. Maafkan menantumu yang tak tau diri ini, ya, Pak.
Sejak ditinggal Ibu ikut adik di Bogor, Bapak jadi mandiri alias masak-masak
sendiri. Dan hasilnya...tara, masakan terbuat dari tahu tempe aja rasanya
ngalahin sate sama gule, hehehe...
Lagi-lagi, terjadi
kemacetan luar biasa. Menuju tol Krapyak aja jalannya kayak keong bunting,
luamaaa banget. Dan hasilnya, kami tiba di Gedung Makutarama, Salatiga jam 2
lebih, saat tamu-tamu sudah habis. Hujan deras yang turun tak mengurangi
kehangatan suasana di dalam gedung. Saya masih ketemu dengan sebagian sepupu
keluarga Salatiga (mereka 12 bersaudara loh), ketemu dua kakak kandung saya
yang tinggal di Semarang, my bro yang kemarin saya temui di Solo, dan sepupu
dari Kendal lainnya. Begitu kami pulang, ruangan sudah diberesi panitia, kali.
Soalnya dah jam 3-an.
Sebelum pulang
Kendal, my lovely sister meminta saya menemui putrinya alias ponakan saya, Rani, di
tempat kosnya. Dia yang kuliah di Akbid sedang praktek di RSUD Salatiga selama
sebulan. Ternyata dia memberi saya kado dan berkata, “Selamat hari Ibu, ya,
Ummi.” Duh, jadi terharu, makasih, ya, Cinta. Tulisan tentang Hari Ibu, besok
saya posting tersendiri aja deh.
Ingat macet di
mana-mana, membuat saya memutuskan pulang ke Kendal saja. Sebenarnya pengin
mampir rumah my sister, apalagi ponakan saya, Angga bilang, “Bulik, kalo mampir
ke rumah, ntar saya belikan lumpia.” Duh, ngiler sebenarnya. Tapi kalo terjebak
macet membuat pak sopir saya tercinta jadi emosi tingkat dewa. Maaf, ya,
ponakan-ponakan tercinta, Bulik nggak bisa mampir ke rumah kalian.
23 Desember
Hari Minggu! Waktu
tinggal di Kendal, hampir tiap hari Minggu kita jalan-jalan ke Taman Garuda,
alun-alun kota Kendal tercinta. Dan sekarang ternyata lebih rame dan
bermacam-macam jenis jualannya. Tapi saya tetep mencari yang orisinil dan nggak
ada di Jakarta. Dan akhirnya dapat yang satu ini: pecel semanggi plus sate
keong (sawah). Hmmm...yummy!
Sebelum meninggalkan
Taman Garuda, hubby ingat kalo di acara pelantikan pengurus Pakken (Paguyuban
Keluarga Kendal, yang tinggal di Jabodetabek) tanggal 20 Januari nanti harus
pake batik khas Kendal. Naiklah ke lantai 2 komplek pertokoan Kendal Permai
yang ternyata menjual aneka makanan dan barang kerajinan khas Kendal. Dapat 1
potong batik yang sesuai. “Nggak papa lah, Beib, sekali-sekali pake warna
merah. Malah kelihatan ganteng dan 10 tahun lebih muda.” Hehehe...my hubby
hanya senyam-senyum dipuji istrinya yang tukang gombal.
Selanjutnya si Xenia
hitam meluncur ke rumah kami tercinta di Komplek Griya Praja Mukti blok R-7.
Sayang si pengontrak rumah lagi pulkam. Untung saya punya 2 tetangga yang baik.
Saya mampir di rumah paling ujung, Bu Kholid. Kami bertiga ngobrol, ditemani
pisang goreng hangat dan sirup. Sementara hubby ngobrol di teras rumah kami
dengan Pak Dadang, orang yang dipercaya ngurus rumah.
Karena tercium bau
asem-asem gitu, saya jadi sadar kalo kami semua belum mandi. Yaudah, pamitan
dulu sama 2 tetangga tercinta (rumah kita memang cuma berderet tiga rumah,
terpisah dengan rumah lainnya, maklum blok tambahan). Sebelum balik ke rumah
Bapak, saya mampir ke rumah sohib saya, rekan kerja dulu, Martha, yang udah
janji mau ngasih kalender. Untung ketemu. Maka berpindahlah tas yang berisi
kalender dan mug ke tangan saya. Sory, ya, Cin, kita nggak bisa ngobrol banyak.
Ntar deh saya kirim buku antologi terbaru saya, yang lupa dibawa karena
buru-buru.
Kami pun pulang ke
rumah Bapak. Anehnya, setelah mandi, eh...semua malah pada tidur. Saya dan
Nabila mulai bete dan pengin segera balik ke Jakarta. Dia merengek ke bapaknya,
“Abi, pulang ke Jakartanya besok aja, ya. Di sini nggak enak, aku mau belajar
(huh...bilang aja nggak bisa ngenet semalaman atau jalan-jalan sama
teman-teman).” Hubby menuruti keinginan putri tercantiknya itu dengan
mengatakan bahwa besok malam kita semua akan balik ke Jakarta.
24 Desember
Sebelum balik
Jakarta, saya ingat ada sesuatu yang harus saya beli di sini: kertas marmer
biru. Di Jakarta kertas marmer yang nggak mengkilat itu sudah punah. Maka, setelah
semua pasukan mandi pagi, kami meluncur ke toko buku. Dapat! Harganya cuma gopek
selembar gedhe. Yaudah beli 10 biji buat persediaan nyampulin buku-buku yang
berhubungan dengan PIA.
Dari toko buku kita
ke komplek pertokoan Pasar Kendal. Di sana ada warung makan langganan kami dulu
yang menyediakan masakan Jawa. Wow...ternyata masih ada. Meski ganti pemilik,
kokinya nggak berubah. Jadi rasa masakan tetap sama dengan 3-4 tahun yang lalu.
Saya beli mangut kepala ikan manyung super pedas yang hanya tinggal 2 dan tumis
jantung pisang. Sementara anak-anak hanya minta telur ceplok, nggak nyusahin
ortu banget nih.
Saat melewati rumah
tempat tinggal saya dulu (sekaligus tempat saya dilahirkan), hubby ngingetin, “Mampir
ke rumah Bulik Mamik, yuk.” Rumah Bapak saya dan Bulik memang bersebelahan. Dari
sembilan bersaudara keluarga Bapak saya, hanya tinggal Bulik Mamik yang masih
ada. Yang lain sudah berpulang. Oh, ya, rumah Bapak itu rumah peninggalan dari
Simbah. Setelah Ibu saya meninggal, rumah itu dijual dan hasilnya dibagi-bagi
ke anak cucu Simbah. Sekarang rumah itu ganti pemilik, rumah lama dirubuhkan
dan menjelma jadi rumah modern nan mungil.
Karena ingat Bulik
barusan pulang dari tanah suci, maka saya memutuskan untuk mampir. Bulik
menyambut hangat kehadiran kami sekeluarga. Nabil malah langsung minta makan
dengan telor ceplok yang dibeli di pasar. Yaudah, nasi catering Bulik yang cuma
sepiring habis disantap si kecil. Setelah ngobrol lama soal ibadah haji Bulik
kemarin dengan putrinya, kami pamit. Pesan Bulik, “Kalo ke Kendal, jangan lupa
tengok Bulikmu satu-satunya ini.” Insya Allah, Bulik.
Malam hari setelah
semua sholat Isya, kami sekeluarga balik ke Jakarta. Di dalam Xenia ada 2
tambahan penumpang, yaitu Bram (keponakan saya yang seumuran Brian) dan Fitri
(pembantu untuk adik suami yang di Bogor). Alhamdulillah, jalanan nggak sepadat
kemarin. Jadi pak sopir langsung tancap gas, wus...wus...wus...Sampai-sampai si
Fitri hoek-hoek sepanjang jalan. Eh, ternyata dia nggak pernah bepergian jauh.
Kasihan lihat orang mabuk darat gitu. Pasti tersiksa banget selama 10 jam-an
naik mobil.
25 Desember
Alhamdulillah,
akhirnya jam 6 pagi rombongan telah sampai di Bogor. Setelah berbincang-bincang
sebentar dengan Ibu dan adik suami, semua anggota rombongan langsung teler
alias tidur sekenanya. Saya dan hubby di ruang tamu, ketiga ABG di ruang tengah
depan TV, hanya Nabil yang asyik bermain dengan 2 sepupunya.
Jam 11 kami bangun,
mandi, sarapan, trus jalan lagi menuju rumah tercinta di Halim Perdanakusuma.
Lima hari nggak liat rumah, rasanya gimana gitu. Walau kondisinya masih berantakan,
tapi kami sekeluarga nyaman berada di dalamnya. Di dalamnya ada 5 karakter unik
maha karya Sang Pencipta. Di situlah tempat kami belajar menghargai
perbedaan-perbedaan yang ada. My sweet home, I miss you...now, I’m coming!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar