Perempuan yang melahirkan suami saya
bernama Ratidjah. Perempuan desa yang hanya lulus Sekolah Dasar. Tapi jangan
ditanya kehebatannya dalam menjalani peran sebagai istri dan ibu bagi keenam
anaknya. Sejak muda sudah harus mendampingi suami yang menjabat sebagai Kepala
Desa. Aktif di berbagai kegiatan ibu-ibu di tingkat desa, kecamatan, bahkan
kabupaten.
Keenam anaknya diasuh sambil tetap
aktif berorganisasi. Karena itu bila tidak ada kegiatan keluar rumah, waktu
dicurahkan untuk keluarga. Membuat masakan ala kampung yang super lezat,
sampai-sampai keenam anaknya selalu merindukan masakan dari tangan Ibunya
hingga dewasa. Ketika Lebaran atau pertemuan keluarga, pokoknya masakan Ibulah
yang paling ditunggu-tunggu kehadirannya.
Saat baru melahirkan anak pertama dan
menumpang di rumah mertua, saya sempat merasakan kecerewetan beliau. Tidak
boleh makan ini itu, tidak boleh melakukan ini itu, karena baru melahirkan.
Sebagai ibu baru, saya sempat berpikir, “ Ih, cerewet banget sih, emang Ibu itu
dokter. Tahu mana yang boleh dan tidak boleh untuk perempuan yang baru
melahirkan.”
Tapi
seiring berjalannya waktu, saya semakin menyadari bahwa itu adalah tanda kasih
sayang dan perhatian beliau pada kami. Semakin lama saya semakin mengenal dan
bisa memahami karakter Ibu. Beliau berbicara dengan suara keras, tapi hatinya
lembut. Beliau juga sangat keras dalam mendidik anak, hingga keenam anaknya
berhasil dalam pendidikan dan karier.
Satu hal yang saya perhatikan dari
Ibu adalah kelebihan beliau dalam hal pembukuan dan hitung menghitung. Beliau
punya buku batik kecil memanjang yang berisi catatan keuangan. Semua hal yang
berhubungan dengan keuangan komplit tercatat di sana. Mulai dari pemasukan dan
pengeluaran harian, biaya pengolahan sawah dan hasil panen, sampai hutang
piutang dengan orang lain. Termasuk hutang saya kepada beliau, hahaha…
Dalam satu buku berisi catatan
keuangan selama satu tahun. Dan buku-buku yang sudah terisi penuh beliau simpan
dengan rapi. Jadi kalau ingin tahu tentang keuangan di tahun sekian, tinggal
dibuka saja. Wow…saya terkagum-kagum dengan kelebihan beliau yang satu itu.
Bahkan suami dan kakaknya sering bercanda, “ Ibu itu kalau dapat gelar sarjana
pasti gelarnya Sarjana Ekonomi.” Hahaha…benar juga.
Ibu sering mengingatkan pada anak perempuan dan menantu perempuannya untuk selalu rajin mencatat pemasukan dan pengeluaran keluarga. Menurut beliau itu penting, karena manusia tempatnya salah dan lupa. Kadang ditegur suami, kok uang yang diberikan cepat habis. Nah, tinggal tunjukkan catatannya saja. Hmmm...pemikiran luar biasa dari perempuan yang tidak pernah merasakan bangku sekolah SMP.
Soal hitung menghitung, beliau juga canggih. Tanpa menggunakan kalkulator beliau bisa menghitung prosentase bunga bank dan harga-harga barang. Saat ngobrol dengan saya beliau sering bercerita sambil menantang kemampuan saya dalam berhitung. Misalnya, "Sawah yang di sana itu harganya sekian juta per rhu (itu satuan apa ya?), berarti semeternya berapa?" Tik...tok...tik...tok...*sunyi senyap. Itulah kerennya Ibu mertua saya.
Tulisan sederhana ini saya tulis
khusus untuk orang yang sudah melahirkan, mendidik, dan membesarkan lelaki yang
saya cintai. Saya sudah menganggap beliau seperti ibu kandung saya sendiri.
Saya tidak pernah sungkan bercerita apa saja dengan beliau. Kepada suami, saya
juga sering mengingatkan, bahwa seorang ibu adalah tanggung jawab anak
lelakinya. Karena itu saya sering meminta suami untuk membantu di saat Ibu
membutuhkan sesuatu. Semoga Ibu selalu sehat dan bisa terus beraktifitas
mengurus kebun dan ternak-ternaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar