Minggu, 27 September 2015

# ceritaku

Rindu Panjat Pinang

Setiap memperingati hari kemerdekaan republik ini ada 2 hal yang saya rindukan yaitu tarik tambang dan panjat pinang. Hey, jangan ketawa dulu, ini berhubungan dengan masa kecil saya * ups, jadi ketahuan kalo seangkatan dengan Chairil Anwar atau Sutan Takdir Alisyahbana.

Jadi begini, sehari setelah peringatan 17 Agustus, di alun-alun kota kecil saya selalu ada pertandingan kedua olahraga itu. Saya biasa diajak orang tua menontonnya. Karena berulang-ulang setiap tahun, otak saya jadi merekam dan menyimpannya di memori.

Menurut saya panjat pinang itu seru. Kalo orang di kota saya biasa menyebutnya menek jambe (manjat jambe=pinang). Yang dipakai saat itu benar-benar batang pohon jambe, bukan bambu seperti sekarang. Trus, di atas bergelantungan barang-barang yang trend waktu itu seperti televisi hitam putih, tape recorder, juga barang kebutuhan sehari-hari lainnya (kaos, makanan, dan minuman).

Pesertanya masyarakat umum, tapi biasanya para tukang becak yang badannya kuat dan kekar. Sebuah hiburan luar biasa bagi kami yang tinggal di daerah terpencil ini. Kami bisa tertawa dan bertepuk tangan saat melihat para peserta yang melorot karena licinnya batang jambe yang dilumuri oli, hahaha...Tepuk tangan dan sorak sorai semakin ramai saat ada yang bisa mencapai puncaknya.

Semakin lama, tradisi perayaan di alun-alun itu menghilang dan musnah. Jujur saya kangen nonton kedua hiburan rakyat itu. Setiap tanggal 17 Agustus saya selalu berharap bisa melihatnya lagi. Tapi harapan itu sia-sia. Nah, ternyata di tahun ini saya bisa melihat lomba menek jambe, horeee....rindu ini terobati * jungkir balik dan salto. Dan tempatnya pun dekat...di halaman samping rumah mertua saya, hahaha...

Yang punya ide remaja d sekitar rumah mertua. Kebetulan saya punya 3 keponakan yang tinggal di desa itu, jadilah rumah mertua yang mantan kepala desa dijadikan arena pertandingan. Saya pun dengan santainya bisa nonton dari dalam rumah, nggak kepanasan. Membayangkan para remaja itu memanjat batang bambu setelah adzan Ashar, betapa panasnya.

Setelah berkali-kali gagal, akhirnya kelompok keponakan saya bisa menguasai salah satu bambu itu. Hore...selamat ya, Mas, pelajaran yang bisa dipetik : sukses itu butuh perjuangan, jangan putus asa meski gagal berkali-kali. Tirulah semangat para pejuang 45 ketika berjuang demi mendapatkan kemerdekaan negeri ini * tsaah....omongan saya kayak motivator ajah.


jangan putus asa, Mas

ganbatte, Mas..

berhasil, hore...!

2 komentar: