Waktu menunjukkan pukul 7 lebih. Jalanan dari
Kaliwungu ke arah Boja lumayan lengang. Cuaca yang cerah pagi itu membuat
perjalanan motoran kami terasa lebih asyik. Bisa menyaksikan pemandangan kiri kanan
yang masih perawan dan udara yang sejuk segar.
Oh, ya, pagi itu empat perempuan perkasa niat banget
mau ke Pasar Karetan, destinasi wisata yang baru diresmikan Bupati Kendal dan
Kemenpar Semarang tanggal 5 November 2017. Lokasi wisata Radja Pendapa
sebenarnya masih di wilayah Kendal, tepatnya Dusun Segrumung, Desa Meteseh,
Kec. Boja. Tapi dikelola oleh Kemenpar Kota Semarang dibantu teman-teman GenPI.
Karena masih baru, petunjuk arah ke lokasi masih
sederhana, berupa tampah dicat putih trus ditulisi, hihihi...Alhamdulillah,
akhirnya sampai juga di lokasi. Dari lapangan parkir mobil masih harus naik
kereta mini melewati rumah penduduk menuju Pasar Karetan. Karena baru pertama
kami nggak tau, ternyata ada penitipan motor yang dekat banget dengan TKP.
Motor kami sudah terparkir di SD Meteseh 5 dengan uang parkir 2.000, standart
lah.
Turun dari kereta mini, kita disuguhi pemandangan
hutan karet, sebelum masuk loby. Dan begitu masuk ada tempat penukaran uang
dengan girik. Jadi kalo mau menikmati makanan tradisional di dalam, kita pakai
uang kayu dengan pecahan 2.500, 5.000, dan 10,000. Biar nggak tercecer, uangnya
dimasukin ke dalam kantong belacu. Unik, ya?
Kayaknya semua spot di sini instagramable, cucok
banget buat foto-foto. Mulai dari pintu masuk sampai arena Pasar Karetan. Di
dalam kita bisa menikmati sarapan pagi yang tradisional banget seperti lontong pecel, gendar pecel, tahu gimbal, lontong
opor, bubur ayam, dan sego jagung.
Sementara kalo pengin yang agak ringan ada aneka jenang (baca: bubur manis).
Ada juga bakso yang mangkuknya bathok kelapa. Untuk minuman, bisa menikmati
dawet atau minuman rempah yang wadahnya juga unik.
Karena anak-anak GenPI ikut mengelola, maka kami menyapa di tengah kesibukan mereka, seperti Agustina yang jadi bendahara, Zain yang hari itu jadi
MC, dan yang lainnya. Dari salah satu dari mereka, yang bantu jualan pecel,
kami dapat info kalo Pasar Karetan itu sangat membantu para pelaku UKM. Mereka
tinggal menempati lapak yang sudah disediakan, tanpa uang sewa hanya dikenai fee 20%. Dari
pengamatan kami, hampir semua dagangan yang digelar ludes, bahkan sebelum jam 11 saat penutupan.
Oh, ya, tadi di pintu masuk, kami nukar uang 200
ribu. Maksudnya sekalian, biar nggak bolak-balik. Toh kalau sisa bisa diuangkan
lagi. Dua dari kami makan lontong pecel yang dipatok 12.500/porsi, aneka
gorengan seribuan. Trus es dawet, bubur, air mineral, dan singkong goreng.
Ternyata masih sisa 100 ribu, lumayan irit nih emak-emak.
Puas makan-makan, jalan- jalan, tiduran di pendopo di
tengah kolam, plus foto-foto, kami pun berniat pulang. Waktu menunjukkan pukul
11 lebih sedikit ketika MC menyatakan bahwa pasar akan ditutup. Eh, tapi ternyata anggota rombongan masih ada yang ngobrol saat ketemu temannya. Yaudah yang lain pun mencoba permainan tradisional dan foto-foto di panggung yang sudah kosong. Duh,
tepok jidat tenan. Ayo, Mak, ingat anak-anak di rumah.
Hujan pun turun dengan derasnya. Semua menunggu di loby,
ada juga yang nekat naik kereta mini menuju tempat parkir. Kita milih nunggu,
maklum awak tuwo, bisa remuk kalo kehujanan. Akhirnya begitu hujan berhenti
kita langsung cap cus. Sampai ketemu lagi ya, Mak, kapan-kapan kita jalan-jalan
lagi.
Wah baru tahu kalo di Meteseh ada tempat wisata baru. Jadi keinget waktu masih kecil sering ke rumah saudara yang ada di Meteseh.
BalasHapusiya masih baru, jadi masih terawat, semoga bertahan lama
HapusAsyik banget suasananya, ada besek2 gitu yaa...cakeep banget..
BalasHapusbetul, semua berbau tradisional, semua penjual pake caping dan baju batik ato lurik. tempat makanan jg dari gerabah, rotan, dan batok kelapa
Hapus