Alhamdulillah,
saya terlahir sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara. Itu membuat saya bisa
belajar banyak dari kelimanya ketika memutuskan untuk menikah. Ya, jujur saya
sering meniru gaya mereka dalam menjalani rumah tangga. Mulai dari cara
berkomunikasi dalam keluarga, maupun cara membimbing anaknya hingga ada yang
pinter ngaji, jago main musik, jago nyanyi, dan lulus sarjana.
Dari
kelima kakak, saya merasa paling “dekat” dengan kakak kelima. Umur kami selisih
2 tahun. Mungkin karena sama-sama perempuan, jadi saya bisa leluasa curhat
padanya. Sejak menikah, secara fisik jarak kami semakin jauh. Tapi komunikasi
tetap lancar dan kami saling mengunjungi bila ada kesempatan.
Kadang
saya kesal, kenapa sih bakat memasak almarhumah Ibu tidak menurun ke saya.
Kedua kakak perempuan saya jago masak. Sementara saya hanya pinter menjahit
pake tangan. Almarhumah Ibu itu multi talent, masak oke, menjahit pinter, bikin
kreasi untuk seserahan jago. Makanya, kalo pas saya berkunjung ke rumah kakak,
saya minta dimasakin ini itu. Nginep di Bekasi seminggu bisa naik berat badan
saya.
Berhubung
kakak kuliahnya di ilmu kependidikan, saya sering menirunya dalam mendidik
ketiga anak saya. Misalnya tidak mengharuskan mereka jadi rangking 1 di kelasnya
karena tiap anak punya kecerdasan masing-masing. Memberi reward sesuatu yang
sederhana dan bermanfaat. Misalnya kalo dapat nilai 10 waktu ulangan di
sekolah, dapat es krim. Sampai-sampai si sulung pernah berkomentar, “ Ih, Ummi kok
niru-niru Budhe sih?”
Iya,
saya memang sering meniru dia. Menurut Pak Jamil Azzaini dalam bukunya, “Tuhan,
Inilah Proposal Hidupku”, harus ada mentor dalam hidup kita. Yaitu orang yang
punya kelebihan 4 ta ( harta, tahta,kata, dan cinta) dibanding kita. Dan saya
sudah mantap menjadikan kakak saya itu sebagai mentor hidup saya.
Di
mata saya, kakak adalah sosok perempuan yang cantik, cerdas, lembut, penuh
kasih sayang, dan selalu positif thinking. Persis seperti sosok Ibu kami. Sejak SD sampai kuliah selalu rangking 1. Dia multi talent, main gitar bisa, olah raga oke, masak juga jago. Selalu jadi kesayangan murid-murid di tempatnya mengajar karena sangat telaten. Di rumah, apalagi, selalu jadi primadona keluarga. Ketiga anaknya sering bilang, pengin home schooling sama Mamanya aja.
Si bungsu saya ketika mau diajak pindah ke Jawa pernah berujar, "Aku nggak mau pindah, aku mau ikut Budhe aja di Bekasi." Pernah juga, si bungsu liburan di Bekasi, nggak mau diajak pulang ke Jakarta. Itu karena Budhenya sangat sabar mengurusnya. Di Hari Ibu tahun ini, saya ingin menuliskan sosoknya di blog saya. Saya
ingin dia dan semua orang tahu, bahwa saya menyayangi dan menghormatinya.
Ditulis
dengan penuh cinta dan kerinduan. I miss you, Mbak. Tunggu kami di Bekasi ya…
kenangan jalan-jalan di Kota Tua |
senangnya punya kaka yang bisa jadi panutan :)
BalasHapus