Tidak ada produk Allah
yang gagal. Segala sesuatu Allah ciptakan di dunia ini pasti ada maksud dan
hikmahnya. Di mata manusia umumnya anak yang tidak seperti anak normal lainnya
sering dibilang anak cacat atau istilah yang lebih halus anak berkebutuhan
khusus (ABK). Banyak orang tua yang stress menghadapi kenyataan bahwa putra
atau putrinya ABK.
Ini juga yang dialami
oleh Amalia Wibowo, seorang CEO perusahaan periklanan, ketika mengetahui putra
sulungnya, Aqil, mengalami disleksia. Apa itu disleksia? Gangguan otak yang
membuat penderitanya susah mengenali huruf, angka, dan simbol. Tentu penderita
disleksia susah membaca tulisan, bahkan ada yang ngomongnya terbolak-balik. Di
mata orang awam, anak umur 8 tahun yang tidak lancar membaca, dianggap anak
bodoh. Dan itu juga dialami Aqil, dicap bodoh oleh teman-teman sekelasnya,
bahkan oleh kakeknya.
Cerita sehari-hari,
perjuangan Amalia mendidik Aqil ditulis dalam buku berjudul Wonderful Life.
Kisahnya menarik perhatian Rio Dewanto, aktor sekaligus suami Atiqah Hasiholan,
dan mengangkatnya ke layar lebar dengan judul yang sama. Rio bertindak sebagai
produser film, sementara Atiqah memerankan Amalia.
Film Wonderful Life
menggambarkan perjuangan seorang single parent, CEO perusahaan periklanan,
dalam menghadapi putra sulungnya yang mengalami disleksia. Demi kesembuhan sang
putra Amalia rela cuti beberapa saat untuk berobat ke Jawa. Padahal di saat yang sama,
perusahaan sedang ada proyek besar yang menuntut keberadaan Amalia. Di sinilah
emosi penonton seperti diaduk-aduk.
Di akhir perjuangan
mencari obat, Amalia sadar bahwa Aqil perlu banyak perhatian darinya dan sang
Ibu harus berdamai dengan keadaan putranya. Kondisi Aqil berbeda, jadi tak usah
dituntut untuk bisa seperti teman-teman sekelasnya. Akhirnya Aqil berhenti belajar
di sekolah umum dan fokus belajar menggambar di rumah.
Menurut saya yang
orang awam dan belum membaca buku Wonderful Life, ada plus minus dari film ini.
Plusnya, penonton jadi tahu apa dan bagaimana anak disleksia itu. Film ini juga
sarat adegan yang menyentuh dan adegan lucu. Hingga pas untuk hiburan dan
edukasi keluarga. Minusnya, menurut saya kok banyak adegan yang absurd ya. Masak
wanita cerdas, CEO perusahaan besar, mengobatkan anaknya yang disleksia ke
orang pintar alias dukun.
Atau itu hanya sekedar
variasi agar bisa lebih banyak adegan lucu yang bisa ditampilkan. Atau juga
mewakili banyak orang Indonesia yang kadang tidak percaya dengan medis dan
ingin mencari pengobatan alternatif. Entahlah...
Film ini juga semakin
membuat saya yakin bahwa Allah menciptakan setiap anak manusia itu dalam kondisi
paling sempurna. Setiap anak diberi paket komplit, punya kelebihan dan punya kekurangan. Contohnya Aqil yang mengalami disleksia punya kelebihan dalam bidang menggambar. Dan
karena kecerdasan masing-masing orang berbeda, maka janganlah nilai akademis di
sekolah yang jadi patokan seorang anak itu pintar atau tidak pintar. Ada 7
macam kecerdasan yang dimiliki setiap anak. Jadi kalau nilai raportnya biasa
saja, santai saja. Pasti dia punya kelebihan selain di bidang akademik.
Bagi yang belum nonton,
buruan nonton deh...Saya aja udah nonton, hehehe...rame-rame, lagi. Inilah
enaknya punya teman blogger. Ada yang ngajak nobar di pemutaran perdana film
ini tanggal 13 Oktober 2016 lalu. Serentak di beberapa kota di Indonesia loh.
Saya sih nontonnya di Cinema XXI Mall Ciputra Semarang bareng teman-teman
Blogger Gandjel Rel.
sama Nyi PD, blogger Kendal |
foto sebelum bubar |
salam kenal mbak cicik..multitalenta ya. ceritanya sangat menyejukkan hati ya mbak
BalasHapusWah kemarin kita ndak ketemu yaa mba, salam kenal mba :)
BalasHapusWah kemarin kita ndak ketemu yaa mba, salam kenal mba :)
BalasHapus