Selasa, 21 April 2015

# sosok

Ibu Mertuaku, Sang Ekonom Handal

Perempuan yang melahirkan suami saya bernama Ratidjah. Perempuan desa yang hanya lulus Sekolah Dasar. Tapi jangan ditanya kehebatannya dalam menjalani peran sebagai istri dan ibu bagi keenam anaknya. Sejak muda sudah harus mendampingi suami yang menjabat sebagai Kepala Desa. Aktif di berbagai kegiatan ibu-ibu di tingkat desa, kecamatan, bahkan kabupaten.

Keenam anaknya diasuh sambil tetap aktif berorganisasi. Karena itu bila tidak ada kegiatan keluar rumah, waktu dicurahkan untuk keluarga. Membuat masakan ala kampung yang super lezat, sampai-sampai keenam anaknya selalu merindukan masakan dari tangan Ibunya hingga dewasa. Ketika Lebaran atau pertemuan keluarga, pokoknya masakan Ibulah yang paling ditunggu-tunggu kehadirannya.


Saat baru melahirkan anak pertama dan menumpang di rumah mertua, saya sempat merasakan kecerewetan beliau. Tidak boleh makan ini itu, tidak boleh melakukan ini itu, karena baru melahirkan. Sebagai ibu baru, saya sempat berpikir, “ Ih, cerewet banget sih, emang Ibu itu dokter. Tahu mana yang boleh dan tidak boleh untuk perempuan yang baru melahirkan.”

Tapi seiring berjalannya waktu, saya semakin menyadari bahwa itu adalah tanda kasih sayang dan perhatian beliau pada kami. Semakin lama saya semakin mengenal dan bisa memahami karakter Ibu. Beliau berbicara dengan suara keras, tapi hatinya lembut. Beliau juga sangat keras dalam mendidik anak, hingga keenam anaknya berhasil dalam pendidikan dan karier.


Satu hal yang saya perhatikan dari Ibu adalah kelebihan beliau dalam hal pembukuan dan hitung menghitung. Beliau punya buku batik kecil memanjang yang berisi catatan keuangan. Semua hal yang berhubungan dengan keuangan komplit tercatat di sana. Mulai dari pemasukan dan pengeluaran harian, biaya pengolahan sawah dan hasil panen, sampai hutang piutang dengan orang lain. Termasuk hutang saya kepada beliau, hahaha…

Dalam satu buku berisi catatan keuangan selama satu tahun. Dan buku-buku yang sudah terisi penuh beliau simpan dengan rapi. Jadi kalau ingin tahu tentang keuangan di tahun sekian, tinggal dibuka saja. Wow…saya terkagum-kagum dengan kelebihan beliau yang satu itu. Bahkan suami dan kakaknya sering bercanda, “ Ibu itu kalau dapat gelar sarjana pasti gelarnya Sarjana Ekonomi.” Hahaha…benar juga.

Ibu sering mengingatkan pada anak perempuan dan menantu perempuannya untuk selalu rajin mencatat pemasukan dan pengeluaran keluarga. Menurut beliau itu penting, karena manusia tempatnya salah dan lupa. Kadang ditegur suami, kok uang yang diberikan cepat habis. Nah, tinggal tunjukkan catatannya saja. Hmmm...pemikiran luar biasa dari perempuan yang tidak pernah merasakan bangku sekolah SMP.

Soal hitung menghitung, beliau juga canggih. Tanpa menggunakan kalkulator beliau bisa menghitung prosentase bunga bank dan harga-harga barang. Saat ngobrol dengan saya beliau sering bercerita sambil menantang kemampuan saya dalam berhitung. Misalnya, "Sawah yang di sana itu harganya sekian juta per rhu (itu satuan apa ya?), berarti semeternya berapa?" Tik...tok...tik...tok...*sunyi senyap. Itulah kerennya Ibu mertua saya.


Tulisan sederhana ini saya tulis khusus untuk orang yang sudah melahirkan, mendidik, dan membesarkan lelaki yang saya cintai. Saya sudah menganggap beliau seperti ibu kandung saya sendiri. Saya tidak pernah sungkan bercerita apa saja dengan beliau. Kepada suami, saya juga sering mengingatkan, bahwa seorang ibu adalah tanggung jawab anak lelakinya. Karena itu saya sering meminta suami untuk membantu di saat Ibu membutuhkan sesuatu. Semoga Ibu selalu sehat dan bisa terus beraktifitas mengurus kebun dan ternak-ternaknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar