Islamic Book Fair
tahun ini berlangsung tgl. 1 sampai 10 Maret 2013. Lokasi masih sama Istora GBK. Kalau biasanya rombongan sirkus berangkat
semua, kali ini hanya ditemani hubby sama duo krucil (Nabil dan soulmate-nya, Rafa).
Duo ABG nggak mau ikut, ada aja alasannya. Yaudah, gapapa, the show must go on
*halah apaan sih.
Perjalanan menuju Senayan,
alhamdulillah lancar. Nyampe sana, langsung deh liat kiri kanan. Duh, mupeng,
pengin dibeli semua. Pas nyampe stand Republika, sang penjaga bilang, “Silakan
dibeli buku-buku karya Tere Liye. Mau minta tanda tangan juga bisa.” Langsung
celingak-celinguk. Oh, mungkin lelaki yang duduk di pojokan itu Tere Liye.
Daripada penasaran
kayak lagunya Bang Haji, mending ambil satu buku. Yak...yang terpilih adalah
Bidadari-bidadari Surga. Setelah dibayar langsung deh minta tanda tangan
penulisnya. Orangnya baik kok, ramah, sambil tanda tangan dia tanya-tanya, “Dah
baca berapa buku karya saya?” Gubrak....saya seperti tersengat aliran listrik
mendengar pertanyaan mengejutkan itu * lebay nggak sih. Jujur saja, saya baru punya
satu yaitu Hafalan Sholat Delisa, hihihi...
Setelah menjawab
dengan tergagap-gagap, gantian saya yang nanya.
“Mas kan kerja, trus
nulisnya kapan?”
“Ya, rutin tiap hari,
setidaknya setengah jam per hari. Hari ini lagi nggak nulis nih.”
Lha iya lah, masak lagi book signing di
pameran disambi nulis, mana bisa konsentrasi. Setelah mengucapkan terima kasih,
saya pun berlalu sambil berpikir. Oh, itu ya yang namanya Tere Liye. Banyak
orang yang nggak tau kayak apa bentuk asli Tere Liye. Itu karena dia nggak suka
difoto bareng penggemar kayak artis lain gitu. Bahkan banyak yang mengira dia
perempuan, hihihi...Bagi yang penasaran, ini saya ambil foto dari FB beliau.
Waktu ketemu saya, ya
seperti itulah wajahnya. Pake kaos putih, celana jeans, kupluk abu-abu,
dan....sandal jepit (kayak merk Swallow, gitu). Hihihi...sederhana banget, yak?
Jadi pelajaran hari ini adalah untuk jadi terkenal nggak harus sering munculin
wajah di mana-mana. Munculin aja buku atau tulisan di mana-mana. Pertanyaannya,
bisa nggak ya saya seproduktif Tere Liye? Biarlah hati kecil saya yang
menjawabnya, Saudara-saudara.
Perjalanan sendirian
pun dilanjut. Liat stand satu per satu, liat kalo ada buku yang bagus dan
murah. Hingga sampailah saya ke lantai 2. Ternyata ada wahana permainan anak di
sini. Langsung saya sms hubby, agar membawa duo krucil ke atas. Yak...akhirnya
kami bertemu lagi.
Duo krucil mupeng liat
wahana permainan itu. Yaudah...biar nggak ganggu acara me time, saya harus rela
merogoh kocek 60 ribu untuk mereka. Gak dibatasi berapa jam, pokoknya sampai
capek atau sampai sore pun boleh main-main di situ. Setelah liat sebentar duo
krucil bermain, saya jalan-jalan sendiri lagi.
Lantai 2 banyak berisi fashion, makanan, dan obat-obatan islami. Saya sampai harus teriak wow... saat ngliat hem dan gamis dengan desain bagus harga terjangkau. Pertahanan saya bobol juga, akhirnya hem warna ungu itu pun berpindah tangan. Gapapa, siapa tau besok ada acara dengan dress code baju bernuansa ungu * edisi menghibur dan membela diri.
Lantai 2 banyak berisi fashion, makanan, dan obat-obatan islami. Saya sampai harus teriak wow... saat ngliat hem dan gamis dengan desain bagus harga terjangkau. Pertahanan saya bobol juga, akhirnya hem warna ungu itu pun berpindah tangan. Gapapa, siapa tau besok ada acara dengan dress code baju bernuansa ungu * edisi menghibur dan membela diri.
Puas muterin arena
IBF, karena sudah jam makan siang, saya balik ke tempat duo krucil dan hubby.
“Ummi, aku pusing nih.”
“Yaudah, brenti dulu
maennya. Kita makan dulu, yuk!”
Kita berempat makan di
warung yang berjejer di dekat tempat parkir. Dan seperti dugaan saya, makanan
di sini pasti mahal. Untuk 2 nasi ayam, 1 nasi soto, dan 1 gado-gado, saya
harus membayar 125 ribu. Yaudah, gapapa, rejekinya para pedagang dadakan itu.
Kan gak tiap hari ada event pameran kayak gini.
Selesai makan, duo
krucil minta balik lagi ke wahana permainan.
“Lha katanya tadi
pusing?”
“Iya, pusing karena
belum makan. Sekarang kami nggak pusing lagi, sudah segar bugar lagi.”
Oalah, bocah, pinter
ngeles ya. Karena masih pakai gelang di tangan, mereka diijinkan masuk lagi.
Hihihi...geli liat Nabil nggak bisa naik arena panjat tebing dari balon udara.
Kegendutan sih, Dik, lha wong makannya buanyak. Tapi setelah nyoba beberapa
kali, akhirnya berhasil juga. Hore...Nabil hebat!
Karena badan mulai
capek, saya mengajak hubby pulang. Alhamdulillah, perjalanan pulang juga lancar.
Sampai rumah, sambil bongkar oleh-oleh, ngobrol dengan Nabila.
“Nduk, tadi Ummi
ketemu sama Tere Liye.”
“Orangnya pake
kerudung nggak?”
Hah, apa? *garuk-garuk
tembok. Ternyata, anak saya termasuk golongan orang-orang yang nggak tau kalo
Tere Liye itu cowok.
“Lha wong namanya
Darwis Tere Liye kok cewek.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar