Pagi
itu saya harus balik ke Kendal, setelah kemarin menghadiri acara pertemuan
(terakhir) dengan ibu-ibu PIA di Halim. Suasana kereta api Menoreh pagi itu lumayan
lengang, banyak bangku yang kosong. Belum genap satu jam perjalanan, saya lihat
ada dua ibu-ibu setengah baya menduduki bangku kosong di seberang saya.
Dari
celotehannya, yang saya tangkap, mereka salah naik kereta. Seharusnya kereta
jam 9, mereka berdua main masuk aja ke kereta jam 7. Alhasil, saat dilihat di tiket
harusnya gerbong 11 kok nggak ada. Ya iya lah, ini kereta cuma 9 gerbong, Buk.
Untung petugas PJKA berbaik hati. Mereka diperbolehkan duduk di tempat yang
kosong, asal nanti kalo ada penumpang yang berhak, mereka harus pindah.
Sesekali
saya melirik aktivitas dan mendengarkan percakapan mereka * dasar miss kepo.
Kayaknya mereka berdua bukan sahabat karib yang sudah kenal lama. Hanya karena
anak mereka berada di pondok pesantren yang sama, jadi saling kenal. Sepertinya
mereka mau ke Jawa Timur, nengok anak-anaknya. Mereka berdua berpakaian syar’i
; pake gamis, kerudung seperut, dan berkaus kaki. Umurnya sekitar 50 tahunan. Dari
dialeknya kayaknya bukan orang Jawa.
Setelah
dapat tempat duduk, mereka bergantian mengambil barang mereka yang berada di
gerbong depan. Wuih…ternyata bawaannya buanyak. Masing-masing bawa tas koper
gede bertuliskan nama biro perjalanan haji dan umroh. Ckckck…pasti tajir nih *
otak penjahatnya keluar, hehehe…
Tak lama kemudian, saya
lihat mereka berdua masing-masing sarapan dengan bekal yang mereka bawa dari rumah.
“Ayo,
makan, Mbak.”
“Iya,
Bu, silakan.”
Saya,
karena nggak bawa bekal, ya…pesen nasi goreng aja sama petugas restorasi yang
rajin berkeliling sambil berkata, “Yang sarapan…yang sarapan…nasi goreng, nasi
rames.” Sementara gadis dan bapaknya yang duduk berhadapan dengan saya, juga
makan bekal mereka. Hmm…yummy, kayaknya, ayam ungkep, sambel, plus nasi yang masih panas. Ih…dasar sukanya
liat-liat makanan orang, jadi ngiler, kan?
Usai
sarapan pagi, saya hanya bisa menikmati pemandangan di luar sambil
terkantuk-kantuk. Nggak ada yang ngajak bicara, bikin saya mati gaya. Untung
ada anak kecil di belakang yang sesekali mengintip, ”Ayo, sini, duduk deket
tante.” Pagi itu, di gerbong saya ada sekitar lima balita yang mondar-mandir di
sepanjang jalan. Jadi inget Nabil dulu, pas pertama naik kereta. Persis seperti
itu, maunya jalaaan terus.
Waktu
terus berjalan. Tak terasa sudah sampai Pekalongan. Yeay…bentar lagi saya
turun. Saya dengar dua ibu-ibu sebelah ngobrol lagi, setelah tertidur sebelumnya.
“Eh,
di sini ada makanan khas namanya nasi begono.”
“Begono
apa begini?”
Saya
langsung menimpali, “Nasi megono, Bu.”
Kami
bertiga langsung ketawa bersama.
“Tuh
kan, makannya aku nanya nasi begono apa begini. Ternyata yang bener nasi
megono.”
Hihihi…jadi
inget Anjasmara di sinetron Cecep yang suka ngucapin: begono.
Melihat dua perempuan itu, saya kok tiba-tiba
jadi mellow. Apa saat saya seumuran mereka ada teman yang mau diajak curhat dan
jalan-jalan semau saya * dasar emak-emak doyan kelayapan. Saya kan pengin terus
berjalan-jalan di bumi Allah yang terhampar luas ini. Nggak
salah, kan? Maka doa saya pagi itu : Ya, Allah, seandainya saya diberi umur panjang, saya ingin sehat, bisa jalan-jalan terus, dan ada teman yang setia menemani.
mau kayak nenek2 ini, hihihi... |
iya seru kayaknya kl sampai masa tua selalu ada teman yg menemani, ya
BalasHapusiya, mak, pengin punya temen curhat dan jalan yang setia setiap saat * eh kok kayak Rexona
BalasHapus