Siapa
yang tak mengenal nama Raeni? Hhmm, ketahuan, pasti nggak pernah baca
atau dengar berita dalam seminggu belakangan ini. Oke, bagi yang
belum tahu, saya kasih sedikit bocoran tentang gadis manis 21 tahun
itu. Raeni adalah mahasiswi Unnes (Universitas Negeri Semarang) yang
diwisuda tanggal 10 Juni 2014 dengan IPK 3,96. Yang membuatnya jadi
headline news, pada saat acara wisuda, lulusan terbaik Unnes itu,
datang diantar sang ayah dengan mengendarai becak.
ini foto di sebuah media |
Ya,
Pak Mugiyono, ayah Raeni memang berprofesi sebagai tukang becak sejak
tahun 2010. Malam harinya beliau menjadi penjaga malam di SMKN 1
Kendal, di mana Raeni pernah menuntut ilmu di sana. Sebelumnya, Pak
Mugiyono, bekerja sebagai karyawan PT.KLI (Kayu Lapis Indonesia).
Demi membeli laptop yang merupakan kebutuhan utama anaknya, beliau
memutuskan mengundurkan diri agar dapat uang pesangon.
Raeni
sendiri masuk ke Unnes dengan program Bidikmisi, di mana biaya kuliah
selama 8 semester ditanggung pemerintah. Tentu Pak Mugiyono harus
tetap memikirkan biaya makan dan bayar kos untuk putri bungsunya itu.
Alhamdulillah, Raeni adalah tipe anak yang tekun, aktif, dan punya
prinsip hidup yang kuat. Dia pun mampu menyelesaikan kuliahnya selama
3 tahun 6 bulan 10 hari.
Saat
pertama kali membaca berita itu, perasaan takjub dan terharu langsung
menyergap diri saya. Sebagai ibu dari 3 anak, saya dapat merasakan
betapa bangganya orang tua Raeni. Anak yang dididik dan diasuh dengan
kondisi ekonomi yang bisa dibilang pas-pasan, bisa mendapat predikat
Wisudawan Terbaik Unnes Tahun 2014. Apalagi saat tahu, dia tinggal di
Desa Langenharjo yang notabene masih satu satu desa dengan saya,
membuat saya ingin bertemu dengan dia.
Saya
ungkapkan keinginan saya itu pada Nabila, putri saya. Dia malah
nanya,” Ummi kenapa sih pengin ketemu Mbak Raeni?” Jujur, saya
ingin sekali membuat tulisan tentang dia, sekaligus berfoto
dengannya. Hari gini, nulis tanpa disertai foto = hoax * itu kata teman-teman saya loh. Sebagai sesama warga Kendal, saya
bangga dengan prestasinya di tengah berbagai masalah yang terjadi di
daerah saya ini. Ya, banyak yang bilang Kendal miskin prestasi, hanya
kaya sensasi. Dan kehadiran Raeni, setidaknya mematahkan anggapan
itu.
Subhanallah,
tak pernah saya duga, keinginan itu akhirnya terwujud. Hari Minggu
pagi, 15 Juni, tiba-tiba Raeni muncul di rumah saya. Hari itu, ada
acara penanaman pohon mangrove dalam rangka Hari Lingkungan Hidup
Sedunia di Desa Kartika Jaya, Patebon, Kendal. Paguyuban Keluarga
Kendal (Pakken) meminta suami saya, Raeni dan Mas Haris (seorang
mahasiswa IPB) untuk datang mewakili. Saya tak mau melewatkan
kesempatan emas itu. Bersama dua anak saya, saya mengikuti perjalanan
mereka. Dan inilah yang bisa saya tulis tentang Raeni, selama 5 jam
kebersamaan itu.
Santun
dan sederhana, itulah kesan pertama yang saya tangkap dari seorang
Raeni. Dia juga ramah menyapa kedua anak saya dan tak canggung saat
ngobrol berenam di dalam mobil maupun saat di tempat acara. Raeni
sering memberi masukan pada Nabila yang masih galau dengan rencana
kuliahnya. “Tulis semua keinginanmu. Saya terbiasa menulis
mimpi-mimpi saya di kertas. Dan kemarin ketika saya buka lagi tulisan
itu, saya terkejut, kok semua sesuai ya dengan apa yang saya tulis.”
Bukan hanya ditulis, tentu harus diperjuangkan.
Raeni
juga pesan sama Nabila, “Kalo sudah kuliah nanti, kamu harus aktif
di berbagai kegiatan kampus. Banyak manfaatnya kalo kamu aktif ini
itu. Di antaranya saat ingin mengajukan program beasiswa atau
pertukaran pelajar ke luar negeri, pasti ditanyakan tentang aktifitas
di luar kampus.” Raeni sendiri, selain sibuk kuliah, ternyata aktif
di beberapa organisasi kemahasiswaan dan rajin mengikuti berbagai
lomba.
Raeni
juga cerita kalau dia sudah beberapa kali mencoba mengirim aplikasi
beasiswa S2 di dalam negeri. Semuanya ditolak, padahal nilai yang dia
peroleh cukup tinggi. Itulah yang membuat dia akhirnya bilang ingin
kuliah S2 ke Inggris, saat ditanya oleh wartawan seusai wisuda.
Jawaban itu spontan, karena dia pikir di dalam negeri aja ditolak, ya
mending sekalian aja kuliah di luar negeri.
Tentang
Inggris, dia memang sudah lama tertarik dengan negara itu. Saat jadi
asisten lab, dia dan dosennya sering add orang-orang di FB yang
kuliah di Inggris. Membaca pengalaman mereka, membuat Raeni sering
ngomong sama dosennya itu, “ Kapan ya, Bu, kita bisa kuliah di
Inggris. Ayo ah kita berusaha.” Dan, insha Allah mimpi Raeni untuk
kuliah di Inggris akan segera terwujud, karena pemerintah memberi
perhatia khusus padanya.
Saat
pihak Unnes meminta Raeni mengurus beasiswa ke Kemendiknas, Jakarta,
keajaiban demi keajaiban datang. Tak disangka Pak SBY dan Bu Ani
berkenan menemui Raeni di bandara Halim Perdanakusuma. Beliau juga
menawarkan Beasiswa Presiden, di mana Raeni berhak kuliah di salah
satu dari 50 universitas terbaik sedunia. Momen itu tentu sangat mengharukan dan membahagiakan buat Raeni dan keluarganya * lihat ekspresi sang Bapak di foto. Mereka benar-benar nggak nyangka bertemu Presiden dan beberapa menteri (termasuk Mendikbud,
Muhammad Nuh). Sesuatu yang mungkin tak pernah dibayangkan orang awam seperti mereka.
saat bertemu Pak SBY dan Bu Ani |
Selama
2 hari di Jakarta, Raeni nggak sempat jalan-jalan. Di luar Favehotel
Gatot Subroto, tempat dia menginap, puluhan wartawan selalu siap
memburunya. Dia sempat diundang ke studio Net.TV dan bertemu dengan
beberapa artis ibu kota. Bahkan Arumi Bachsin, memberikan nomor
hapenya, karena suaminya kuliah di Amrik. Siapa tahu nanti Raeni
memilih kuliah di Amrik, Arumi siap membantu.
Saya
bersyukur bisa bertemu dengan Raeni saat ini. Jadwalnya sangat padat.
Banyak pihak yang ingin menemuinya, mulai stasiun TV, media cetak,
perusahaan nasional, sampai tim sukses capres kedua kubu (wow, yang
terakhir ini belum dia tanggapi). Kantor Depdikbud Kendal sendiri
juga membuat agenda agar Raeni bisa bertemu dengan Ibu Bupati dan
beberapa pejabat di Propinsi Jawa Tengah.
Belum
lagi, pekan depan, Raeni harus ke Puspitek, Tangerang untuk mengikuti
persiapan program pertukaran pelajar di Jepang selama 9 hari.
Pengajuan program itu sudah lama dia ajukan, tapi baru di-acc
beberapa bulan lalu.
Subhanallah,
akhirnya, satu demi satu mimpi Raeni pergi ke luar negeri bisa
terlaksana. Sebelumnya, Raeni pernah praktek mengajar di Malaysia
selama beberapa bulan. Sebentar lagi ke Jepang. Dan setelah itu,
mungkin Inggris. Raeni belum menentukan pilihan mau kuliah di negara
mana dan di universitas mana. Yang pasti dia harus belajar bahasa
Inggris lebih intensif lagi, karena nilai TOEFL-nya belum mencapai
500.
Selamat
berjuang, Raeni. Jalan yang harus kau tempuh masih panjang. Semoga
Allah memudahkan semua urusanmu, hingga tercapai cita-cita muliamu
menjadi dosen. Walau sekarang sedang jadi pusat perhatian (dia nggak
mau disebut selebritis, loh), tetap sederhana dan rendah hati, ya.
Jangan lupa, bahagiakan kedua orang tuamu yang sudah bersusah payah
mendidik dan membimbingmu.
Itulah catatan singkat saya. Belum banyak sih info yang bisa saya gali tentang dia, termasuk masa-masa kuliah yang tentu mangharu biru. Tapi, lima
jam bersama Raeni membuat saya semakin yakin, bahwa tak ada
kesuksesan yang instan. Semua harus diperjuangkan dengan tetesan
darah, keringat, dan air mata. Betul kata Pak SBY, “Siapa pun bisa
berprestasi, dari kalangan yang punya atau pun yang kurang punya.”
Dan Raeni sudah membuktikan itu.
di camp acara |
Raeni, me, and Nabila |
saat nanam mangrove |
Raeni, Nabila, dan peserta lainnya |
Terharu mbak, semoga kalau Reni sukses tetap rendah hati dan selalu bermanfaat buat orang lain dan bakti sama Orang tuanya.
BalasHapusSubhanallah, terharuu...berita-berita seperti ini harus lebih banyak dishare, diumumkan, biar orang Indonesia lebih semangat meraih prestasi. makasih tulisannya ya mbaa...
BalasHapusMakasih untuk ceritanya, Mbak. Saya perlihatkan kepada Thia agar lebih termotivasi bahwa cita-cita bisa dicapai dengan keyakinan dan usaha keras. Semoga Thia bisa mengikuti jejak Raeni. Aamiin. ^_^
BalasHapusSantun dan smart... Sukses buatmu raeni...
BalasHapussaluut, btw anak mba cicik ternyata udah gede yaa
BalasHapusmengharukan....
BalasHapusinspiratif banget, Mbak. Beruntung deh bisa ketemu Raeni. Saya kalau dapet kesempatan seperti itu kyknya pengen tanya banyak termasuk bertanya sama orang tuaya :)
BalasHapus