Minggu, 23 Juni 2013

# curhat

Hijabku Dulu, Kini, dan Nanti

Setiap tanggal 20 Mei, saat negara ini merayakan Hari Kebangkitan Nasional, ada hal lain yang selalu saya rayakan *merayakannya dalam hati saja alias merenung. Tanggal 20 Mei 2001, itulah hari pertama saya memakai jilbab. Itulah hari kebangkitan jiwa saya yang selama ini diam, ragu, dan takut, untuk menjalankan perintah agama saya; menutup aurat.

Semuanya tidak berlangsung tiba-tiba. Ada proses yang harus saya jalani menuju ke arah itu. Melihat kakak saya berhijab, saya ingin menirunya. Sayang, perusahaan tempat saya bekerja (saat itu) tidak memperbolehkan karyawatinya berhijab. Seiring berjalannya waktu, saat kuliah bareng rekan-rekan dari kantor cabang lain, ternyata ada 2 teman  yang berjilbab. Satu orang dari cabang Semarang, karena sudah punya gelar Hajjah. Satu lagi, dari cabang Ungaran, pindahan dari Aceh.

Keberanian saya mulai muncul. Oh, ternyata sekarang karyawati boleh berjilbab. Saya pun curhat dengan kakak saya yang tinggal di Bekasi. Apa tanggapan dia? “Kenapa enggak? Di sini aku lihat ada karyawati bank BCA aja berjilbab. Masak kamu yang kerja di bank pemerintah nggak berani? Coba deh kamu mulai dengan memakainya seminggu sekali.”

Saya mencoba menuruti saran kakak. Seminggu sekali, setiap hari Jumat, saya memakai jilbab. Komentar rekan-rekan kerja beraneka ragam. Yang pasti semuanya terkejut. Ada yang bilang kayak Bu Haji, lah (amiiin, mudah-mudahan terlaksana), ada yang bilang saya kelihatan lebih cantik, lah, ada pula yang mengatakan, “Kamu tuh mau kerja apa mau pengajian?” Saya jawab semuanya dengan senyuman. Sebulan kemudian, barulah saya memutuskan untuk berjilbab setiap ke kantor, mulai Senin sampai Jumat. Jadilah saya karyawati pertama di kantor cabang saya yang berjilbab.

Waktu terus berjalan. Di tahun berikutnya, alhamdulillah, banyak karyawati yang mengikuti jejak saya. Dan beberapa tahun kemudian, banyak karyawati yang baru masuk, memakai jilbab. Sampai akhirnya hampir separuh karyawati akhirnya memutuskan berjilbab ke kantor. Meski saya tahu ada yang sering nggak memakainya saat di luar kantor. Alasan mereka unik, memakai jilbab di kantor agar bisa memakai celana panjang. Memang, aturan seragam nasional untuk karyawati saat itu yang berjilbab memakai celana panjang. Sementara yang tidak berjilbab memakai rok mini di atas lutut. Oh, no!

20 Mei tahun ini, 12 tahun sudah saya berjilbab. Tiba-tiba, saya merasa disentil Allah lewat putri saya. Suatu hari Nabila bertanya, “Ummi, boleh nggak kalo aku pake jilbab yang lebar?” Saya tertegun, diam sejenak, nggak bisa ngomong apa-apa. Saya melihat diri saya sendiri. Hijab saya nggak syar’i, nggak menutup dada, dan kadang rambut masih kelihatan. Nabila bertanya lagi, “Boleh kan, Ummi? Aku dah nadzar, kalo keterima program AFS mau pake jilbab lebar.” Saya mengangguk, pelan. Saya pesen agar dia konsisten dengan keputusannya. Nggak kayak waktu SMP dulu, pakai jilbab kayak topi aja, bisa dipake dan dilepas sesuka hati.

Saya beruntung sekali punya anak kayak Nabila. Saya dulu memakai jilbab juga karena dia. Suatu hari dia berkata, “Ummi, kata Bu Guru, wanita yang nggak pake kerudung nanti di akhirat akan digantung pake rambutnya.” Saat itu dia masih duduk di bangku TK. Perkataan itu terus mengiang-ngiang di telinga saya dan akhirnya membuat saya memutuskan berjilbab. Sekarang, di saat usianya yang ke-16, dia mengingatkan saya untuk berhijab yang syar’i. Selama ini dia yang paling cerewet kalau melihat saya memakai jilbab pendek, baju ketat, atau baju tipis.


Bismillah, mulai saat ini saya akan berusaha untuk menutup aurat dengan benar. Saya mulai membuang jilbab-jilbab pendek saya. Saya mulai menyingkirkan baju-baju saya yang ketat dan memperlihatkan lekuk tubuh. Saya akan berusaha istiqomah, kecuali yang berhubungan dengan urusan kedinasan suami. Memang ada peraturan di sana, saat memakai seragam organisasi, jilbab harus dimasukkan. Itu peraturan yang nggak bisa ditawar. Selama masih berstatus istri beliau, saya akan mengikuti aturan di sana. Saya yakin Allah pasti mengerti. Bukankah Islam tidak pernah mempersulit umatnya? Suatu saat nanti saya tetap berharap bisa menjalankan ajaran Islam secara kaffah dan memakai pakaian yang syar’i.


2 komentar:

  1. Asslaammu'alaikum, saudara jauh :) Nah, untuk lebih meluruskan, yang dipakai untuk menutupi rambut dan dada, adalah kerudung, dan untuk menutupi selluruh tubuh, namanya jilbab. dan jika kita mengenakan kerudung dan jilbab, disebutnya hijab. Wallahu 'alam

    BalasHapus
  2. Saya udah pake hijab tp klw kerja gk boleh...😢😢😢sy udh cr krja lain cm blm ad panggilan...tmpt saya susah cari krja aplgi sy cm tamat SMK...😢😢Sy malu krj tnpa hijab..

    BalasHapus