Setiap tanggal 20 Mei, saat negara ini merayakan Hari Kebangkitan Nasional,
ada hal lain yang selalu saya rayakan *merayakannya dalam hati saja alias
merenung. Tanggal 20 Mei 2001, itulah hari pertama saya memakai jilbab. Itulah
hari kebangkitan jiwa saya yang selama ini diam, ragu, dan takut, untuk
menjalankan perintah agama saya; menutup aurat.
Semuanya tidak berlangsung tiba-tiba. Ada proses yang harus saya jalani
menuju ke arah itu. Melihat kakak saya berhijab, saya ingin menirunya. Sayang,
perusahaan tempat saya bekerja (saat itu) tidak memperbolehkan karyawatinya
berhijab. Seiring berjalannya waktu, saat kuliah bareng rekan-rekan dari kantor
cabang lain, ternyata ada 2 teman yang
berjilbab. Satu orang dari cabang Semarang, karena sudah punya gelar Hajjah.
Satu lagi, dari cabang Ungaran, pindahan dari Aceh.
Keberanian saya mulai muncul. Oh, ternyata sekarang karyawati boleh
berjilbab. Saya pun curhat dengan kakak saya yang tinggal di Bekasi. Apa
tanggapan dia? “Kenapa enggak? Di sini aku lihat ada karyawati bank BCA aja
berjilbab. Masak kamu yang kerja di bank pemerintah nggak berani? Coba deh kamu
mulai dengan memakainya seminggu sekali.”
Saya mencoba menuruti saran kakak. Seminggu sekali, setiap hari Jumat,
saya memakai jilbab. Komentar rekan-rekan kerja beraneka ragam. Yang pasti
semuanya terkejut. Ada yang bilang kayak Bu Haji, lah (amiiin, mudah-mudahan
terlaksana), ada yang bilang saya kelihatan lebih cantik, lah, ada pula yang
mengatakan, “Kamu tuh mau kerja apa mau pengajian?” Saya jawab semuanya dengan
senyuman. Sebulan kemudian, barulah saya memutuskan untuk berjilbab setiap ke
kantor, mulai Senin sampai Jumat. Jadilah saya karyawati pertama di kantor
cabang saya yang berjilbab.
Waktu terus berjalan. Di tahun berikutnya, alhamdulillah, banyak
karyawati yang mengikuti jejak saya. Dan beberapa tahun kemudian, banyak karyawati
yang baru masuk, memakai jilbab. Sampai akhirnya hampir separuh karyawati
akhirnya memutuskan berjilbab ke kantor. Meski saya tahu ada yang sering nggak
memakainya saat di luar kantor. Alasan mereka unik, memakai jilbab di kantor
agar bisa memakai celana panjang. Memang, aturan seragam nasional untuk karyawati
saat itu yang berjilbab memakai celana panjang. Sementara yang tidak berjilbab
memakai rok mini di atas lutut. Oh, no!
20 Mei tahun ini, 12 tahun sudah saya berjilbab. Tiba-tiba, saya merasa disentil
Allah lewat putri saya. Suatu hari Nabila bertanya, “Ummi, boleh nggak kalo aku
pake jilbab yang lebar?” Saya tertegun, diam sejenak, nggak bisa ngomong
apa-apa. Saya melihat diri saya sendiri. Hijab saya nggak syar’i, nggak menutup
dada, dan kadang rambut masih kelihatan. Nabila bertanya lagi, “Boleh kan,
Ummi? Aku dah nadzar, kalo keterima program AFS mau pake jilbab lebar.” Saya mengangguk,
pelan. Saya pesen agar dia konsisten dengan keputusannya. Nggak kayak waktu SMP
dulu, pakai jilbab kayak topi aja, bisa dipake dan dilepas sesuka hati.
Saya beruntung sekali punya anak kayak Nabila. Saya dulu memakai jilbab juga
karena dia. Suatu hari dia berkata, “Ummi, kata Bu Guru, wanita yang nggak pake
kerudung nanti di akhirat akan digantung pake rambutnya.” Saat itu dia masih
duduk di bangku TK. Perkataan itu terus mengiang-ngiang di telinga saya dan
akhirnya membuat saya memutuskan berjilbab. Sekarang, di saat usianya yang ke-16,
dia mengingatkan saya untuk berhijab yang syar’i. Selama ini dia yang paling
cerewet kalau melihat saya memakai jilbab pendek, baju ketat, atau baju tipis.
Bismillah, mulai saat ini saya akan berusaha untuk menutup aurat dengan
benar. Saya mulai membuang jilbab-jilbab pendek saya. Saya mulai menyingkirkan
baju-baju saya yang ketat dan memperlihatkan lekuk tubuh. Saya akan berusaha
istiqomah, kecuali yang berhubungan dengan urusan kedinasan suami. Memang ada
peraturan di sana, saat memakai seragam organisasi, jilbab harus dimasukkan.
Itu peraturan yang nggak bisa ditawar. Selama masih berstatus istri beliau,
saya akan mengikuti aturan di sana. Saya yakin Allah pasti mengerti. Bukankah
Islam tidak pernah mempersulit umatnya? Suatu saat nanti saya tetap berharap
bisa menjalankan ajaran Islam secara kaffah dan memakai pakaian yang syar’i.
Asslaammu'alaikum, saudara jauh :) Nah, untuk lebih meluruskan, yang dipakai untuk menutupi rambut dan dada, adalah kerudung, dan untuk menutupi selluruh tubuh, namanya jilbab. dan jika kita mengenakan kerudung dan jilbab, disebutnya hijab. Wallahu 'alam
BalasHapusSaya udah pake hijab tp klw kerja gk boleh...😢😢😢sy udh cr krja lain cm blm ad panggilan...tmpt saya susah cari krja aplgi sy cm tamat SMK...😢😢Sy malu krj tnpa hijab..
BalasHapus