Rabu, 19 Juni 2013

# curhat

Surat Cinta Untuk Suamiku

Perahu kertas mengingatkanku
Betapa ajaibnya hidup ini
Mencari-cari tambatan hati
Kau sahabatku sendiri
....................
Kubahagia, kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan kubisa, dengan radarku, menemukanmu
....................

Entah kenapa akhir-akhir ini aku suka banget dengerin lagu itu. Syairnya itu loh...nggak kukuuu...Seakan mewakili kisah cinta kita berdua, ciee...Beib, kadang aku geli sendiri, ternyata jodohku itu kamu. Kalau orang lain mungkin harus keliling dunia dulu baru ketemu jodohnya. Sementara kita? Ketemu sejak masih berseragam putih biru. Lanjut putih abu-abu, putus nyambung...putus nyambung, akhirnya ke penghulu juga.

Banyak teman-teman SMP dan SMA kita yang kaget saat tahu kita menikah. Aku sendiri juga nggak nyangka kalau yang akan mendampingi hidupku itu kamu. Berarti radarku jangkauannya nggak luas, ya...Dari milyaran lelaki yang ada, radarku cuma nunjuk ke kamu. Nggak jauh cuma 8 kilometer, beda kecamatan doang, hehehe...

Beib, mudah-mudahan kamu nggak nyesel dan kecewa dengan pilihanmu. Padahal kamu pernah bergaul dengan banyak teman kuliahmu dan bertugas ke beberapa daerah di tanah air. Yang artinya kamu pernah bertemu banyak wanita yang jauh lebih cantik dan sempurna dari aku. Kenapa kamu menjatuhkan pilihan pada aku yang nggak pinter masak kayak ibu kita. Juga nggak jago ngatur rumah kayak kedua kakak perempuanku.

Kalau aku sih, bersyukur banget punya suami kayak kamu. Meski punya kekurangan, tapi di mataku kamu suami yang sempurna untukku. Sayang pada aku dan anak-anak, sayang pada keluarga besar kita, bertanggung jawab, dan penuh pengertian. Itu semua sudah cukup bagiku. Aku nggak butuh kata-kata sayang dan cinta darimu, karena dari tatapan mata dan perhatianmu, aku tahu kamu mencintaiku.

Beib, ingat nggak sih, hari ini kita sudah 17 tahun hidup bersama loh. 13 tahun kita jalani LDR dan baru 4 tahun ini kita merasakan yang namanya hidup berkeluarga. Sungguh, aku nggak suka hidup jauh darimu. Selain nggak baik untuk perkembangan jiwa ketiga buah hati kita, aku juga takut. Takut dengan pertanggungjawabanku di akhirat nanti. Istri macam apa aku ini yang lebih mementingkan urusan lain dibandingkan mengurus suami.

Biar saja aku nggak kerja kantoran, asal bisa kumpul dengan keluarga. Biar saja hidup kita pas-pasan, asal dijalani bersama-sama rasanya beban jadi ringan. Bahagia itu nggak cuma milik mereka yang bergelimang harta. Saat kita berlima bercanda ria di ruang keluarga, aku merasa seperti orang yang paling bahagia di dunia. Apa kau juga merasakan hal yang sama?

Beib, nggak banyak yang kuminta darimu. Walau wajah dan badanku sudah nggak kayak yang dulu. Aku ingin kau mencintaiku seperti saat kita pertama kali bertemu. I love you, Beib



Halim, 5 Mei 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar