Beberapa waktu lalu di
sosmed ramai berseliweran video bullying seorang anak SD oleh teman sekelasnya.
Dalam video berdurasi 1 menit 52 detik itu, tampak seorang anak perempuan
berjilbab berada di sudut ruangan dipukul dan ditendang oleh beberapa temannya.
Hampir semua yang membully laki-laki, hanya tampak seorang teman perempuan yang
ikut menendang.
Miris melihatnya.
Beberapa teman blogger perempuan malah menangis melihat video itu.
Membayangkan, seandainya anak mereka yang menjadi korban bullying temannya.
Saat berdiskusi dengan teman sesama pengajar KI tentang bullying pada
anak-anak, curhatan seorang teman cukup membuat saya terkejut.
Ternyata, putri teman
saya ada yang pernah dibully teman-temannya. Sebut saja namanya Sasa, kelas 4
SD di sebuah SD swasta terkenal di Semarang. Suatu hari, seorang temannya
mengajak ke kamar mandi. Sementara itu di dalam kelas teman lainnya memasukkan
air cabe dan garam ke dalam botol minum Sasa. Sang Ibu yang seorang psikolog
tentu tidak terima saat putrinya mengadu tentang bullying itu. Beliau menemui
pihak sekolah dan meminta kasus ini diusut.
Yang membuat saya
mengelus dada, tersangkanya ada 6 orang, semuanya perempuan. Mereka tidak suka
dengan Sasa yang terlalu patuh dan taat peraturan. Dan ide memasukkan air cabe
dan garam ke tempat minum itu mereka tiru dari sinetron. Yang membuat teman
saya ingin menangis lagi, mereka ternyata juga menyiapkan tali. Untuk apa coba?
Astaghfirullah hal adziim…
Melihat fenomena
semakin maraknya anak SD yang suka melakukan kekerasan terhadap temannya, tentu
membuat kita semua prihatin. Lalu salah siapa semua itu? Banyak orang yang menyalahkan
gurunya. Sedang apa dan di mana sang guru saat bullying itu terjadi. Karena
menurut beberapa sumber, kejadian itu berlangsung di mushola. Bapak Guru
Agamanya ada, murid-murid lain juga tampak sedang mengerjakan tugas di lantai.
Ada lagi yang
menyalahkan orang tuanya. Gimana sih cara mereka mendidik anak, kok jadi kayak
preman gitu. Sebagian lainnya menyalahkan tayangan sinetron remaja yang isinya
tidak mendidik sama sekali. Juga adanya game online yang sarat dengan unsur kekerasan.
Oke, itu hasil pengamatan saya lewat komentar-komentar di bawah tayangan video
itu.
Sementara di video
lain yang judulnya Children See Children Do (https://www.youtube.com/watch?v=8AcWo3gbtBk), saya jadi mengangguk-anggukan
kepala sendiri * seperti burung pelatuk. Ya, anak itu memang peniru ulung. Dia
suka meniru apa saja yang dilihatnya. Di video itu tampak seorang anak kecil
yang berjalan persisi di belakang orang tuanya. Saat si Bapak membuang sampah
sembarangan, si Anak mengikuti. Saat si Ibu merokok, si Anak juga mengikuti.
Ketika orang tuanya bertengkar sambil mengeluarkan kata-kata kasar, si Anak pun
meniru. Ckckc...
Sudahlah, tidak usah
saling tunjuk hidung mencari siapa yang salah. Jangan-jangan anak kita seperti
preman karena kelakuan kita juga. Kita asyik nonton sinetron dan anak
mengikutinya. Kita membiarkan anak mengakses game online yang isinya orang
berkelahi hingga darah berceceran di mana-mana. Atau kita terlalu asyik dengan pekerjaan
kita hingga tak peduli saat anak butuh perhatian dan bingung mencari solusi
atas masalah yang dihadapinya.
Yuk, terus belajar
agar jadi orang tua yang smart, panutan yang baik bagi anak-anak di rumah. Belajar
dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain yang sukses mendidik anaknya.
Tak ada sekolah formal untuk menjadi orang tua. Saat kita punya anak, saat
itulah kita menjadi orang tua. Kalau ingin punya anak yang baik ya harus
memulai dari diri sendiri menjadi orang baik. Jadi, yuk kita mulai dari diri
sendiri, mulai dari hal yang paling kecil, dan mulai dari sekarang.
Aiihh...itu sinetron mending ga usah ditayangin juga..
BalasHapusalhamdulillah, keluarga saya dah stop nonton TV hampir setahun ini (tepatnya 10 bln). hampir semua sinetron isinya tidak mendidik dan lebay.
BalasHapus