Rencana ke Taman Pintar batal, sudah tutup kata Pak Satpam. Beralih ke Benteng Vredeburg, lagi-lagi sudah tutup kata Pak Satpam. Jogja...Jogja...memang citymewa. Liburan Natal dan Tahun Baru jelang 2015 itu memang bikin Jogja tambah crowded. Inilah gambaran suasana jalan Malioboro sore itu (edisi foto dibuang sayang). Dan sukses membuat rombongan kami balik kanan * pulang ke rumah Adik.
Senin, 08 Juni 2015
Minggu, 07 Juni 2015
Kadang masih suka nggak percaya. Kok bisa ya, saya yang
orangnya dulu minderan, susah ngomong, dan nggak gaul ini bisa jadi founder
komunitas. Iya, di awal bulan Desember 2014 saya nekat mendirikan komunitas
para crafter di Kendal dengan nama Kendal Crafter. Anggotanya para perempuan
yang punya hobi bikin kerajinan tangan. Baik yang saat ini domisili di Kendal
maupun orang asli Kendal yang saat ini tinggal di kota lain.
Lucu juga kalo ada yang tanya motivasi saya mendirikan
Kendal Crafter (KC). Jadi gini,beberapa bulan sebelum saya pulang kampung ke
tanah air tercinta, saya dilanda ketakutan hebat * serius. Nanti di rumah lama,
teman saya siapa. Teman tempat kerja dulu jelas semakin sibuk dengan
pekerjaannya. Dengan tetangga, saya nggak begitu akrab. Teman sekolah TK, SD,
SMP, dan SMA pasti juga sudah menyebar ke berbagai kota.
Maka mulailah saya mencari nama teman di komunitas yang
tinggalnya di Kendal dan Semarang. Kalo Komunitas IIDN jelas sudah ada korwil
Semarang. Nha, kalo teman sesama crafter? Alhamdulillah, waktu ada beberapa
komunitas yang juga membagi para crafter sesuai domisili. Saat nyari yang dari
Kendal, ketemulah nama Lope Lope Craft. Ownernya: Nur Diana Aningsih. Dialah
orang pertama yang saya inbox FB-nya.
Mulailah saya keluarkan jurus SKSD (sok kenal sok dekat).
Ngenalin diri, curhat mau pindah ke Kendal, trus tanya tinggal di mana,
bla...bla...bla...Terakhir bilang, “ Kalo dah pindah ke Kendal, nanti aku maen
ke rumahmu, ya?” Jurus yang sama juga saya lancarkan ketika menemukan orang
kedua yaitu Mbak El Qibty. Hahaha...norak banget pokoknya saya waktu itu.
Setelah benar-benar balik kampung ke Kendal, saya sibuk
menenangkan diri sampai berbulan-bulan. Hingga akhirnya menjelang Ramadhan saya
benar-benar bertemu muka denga Diana. Saya main ke rumahnya dan sempat beli
gamis dagangannya juga * biar lebih akrab. Sementara Mbak El Qibty, malah dia
yang datang ke rumah saya saat mau nganterin orderan ke Mbak Octa, sesama
crafter. Hmm...tambah satu lagi teman crafter saya.
Dari hasil ngobrol sana sini lewat FB akhirnya kita janji
ketemuan di Kolam Renang Tirto Arum tanggal 7 Desember 2014. Hanya dengan
mengandalkan saling colek, terkumpullah 8 orang perempuan, para crafter Kendal
yang luar biasa. Kelak di saat kita bingung menentukan tanggal berdirinya KC,
temen-teman ini sepakat menjadikan tanggal 7 Desember, saat pertemuan pertama
itu, sebagai tanggal berdirinya Kendal Crafter.
Lima bulan berjalan, anggota KC bertambah menjadi 30-an
orang. Kami rutin bertemu setiap bulan, beranjangsana di rumah anggota, dan
saling berbagi ilmu. Dan tepat di hari ulang tahun saya ke-44, taggal 10 Mei 2015,
saya mengumpulkan teman-teman di Tirto Arum (lagi). Rasa haru menyeruak di
dada, saya nggak ketakutan lagi karena nggak punya teman. Mereka adalah
teman-teman saya, mereka kini jadi saudara saya. Mereka yang membuat saya yakin
dan percaya diri bahwa ternyata saya bisa! Bisa mengawal mereka menjadi crafter
yang lebih produktif. Semoga kita nanti sukses berjama’ah ya, Saudariku.
![]() |
Pertemuan Mei 2015 |
Selasa, 02 Juni 2015
Seperti halnya internet yang dianggap orang seperti dua mata
pisau yang berlawanan, media sosial sama saja. Maka itu cerdaslah dalam
memanfaatkan media sosial alias medsos. Sering kita baca gara-gara medsos, ada
yang mengalami penipuan, pemerasan, sampai yang paling mengerikan: pemerkosaan.
Ih...sereeeem.
Namun ada dampak medsos yang lumayan bikin kita
senyum-senyum sendiri. Yaitu orang yang tadinya tidak dikenal tiba-tiba jadi
terkenal. Itu gara-gara ada yang meng-upload foto atau video mereka. Memang
sih, ada faktor keberuntungan juga. Karena banyak like and share foto/video,
akhinya jadilah mereka perbincangan di mana-mana. Bahkan diundang menjadi
bintang tamu di berbagai stasiun televisi.
Wew...ini dia 7 orang asli Indonesia yang tiba-tiba jadi
trending topic di berbagai media gara-gara medsos:
1. Norman Kamaru. Mantan anggota Polisi dengan pangkat
Briptu ini terkenal seantero nusantara gara-gara video lipsing dan joget lagu
Caiya-caiya ala Shahrukh Khan.
2. Shinta-Jojo. Duo mojang Bandung ini terkenal gara-gara
video lipsing lagu dangdut Keong Racun.
3. Polwan cantik. Nama Brigadir Evvy, Briptu Eka, Briptu
Dara adalah nama Polwan yang pernah jadi perbincangan karena kecantikannya.
4. Pegawai KAI ganteng. Petugas KRL Stasiun Juanda, Jakarta ini
namanya Yudi Ramdhan dan ternyata memang seorang model/bintang iklan.
5. Tukang tambal ban cantik. Ibu muda asal Malang bernama
Nanik Fransiska Dewi ini mendadak terkenal karena ada yang mengupload fotonya.
6. Penjual getuk cantik. Ninih alias Turinih adalah gadis
asal Indramayu yang jualan getuk di kawasan Rasuna Said, Jakarta.
7. Pramugari kepresidenan cantik. Nha, kalo yang ini saya
kenal, namanya Theresia Mariana Susanti. Kan sebelum mendaftar jadi pramugari
pesawat kepresidenan pernah sekantor sama suami saya di Diskesau, Mabes TNIAU.
Ciee...Mbak There jadi selebritis nih.
Itu dia 7 orang yang mendadak jadi selebritis versi saya.
Kenapa cuma 7? Ya, suka-suka saya lah, kan itu angka favorit saya, hehehe...Bener
sih, ada juga Satpol PP cantik, Polisi ganteng, atau Tentara ganteng ( ini mah suami saya). Silakan browsing sendiri
kalo pengin menggenapkan jadi 100 orang biasa yang mendadak terkenal.
Senin, 01 Juni 2015
Hari Minggu kemarin iseng-iseng nimbang berat badan. Alamak,
ini rekor terberat seumur hidup, hampir 60 kg! Saya inget-inget apa ya
penyebabnya. Iya sih, nafsu makan akhir-akhir ini melonjak naik seiring naiknya
dollar * tsaah. Trus senam juga dah jarang seiring kesibukan bikin kreasi
flanel. Eh tapi tiba-tiba inget, kan selama di Pontianak kemarin itu kerjaan saya cuma makan dan tidur aja yak?
Jadi gini, tanggal 14-18 Mei kemarin kan critanya saya ke Pontianak.
Nha...selama di sana itu sang tuan rumah aka kakak ketiga itu baiiiik banget. Saudaranya
yang dari Jawa nggak boleh pegang kerjaan. Tiap hari kami cuma disuruh makan
dan tidur semacam tahanan gitu. Eh nggak juga ding, kadang juga diajak jalan
dan makan di luar.
Ternyata, terbukti kalo saya ini omnivora alias pemakan
segala. Nggak makanan Jawa, Sunda, Minang, termasuk masakan Melayu, semua
terasa maknyus di lidah dan langsung masuk perut tanpa basa-basi. Dan ini dia 7
makanan khas Pontianak yang sempat saya cicipi:
3. Bubur Pedas, kalo kakak ipar saya bilangnya sih bubur
padas. Terbuat dari beras tumbuk yang disangrai. Tambahannya aneka rempah dan
sayuran khas sana seperti pakis. Trus makannya ditaburi kacang tanah goreng dan
teri goreng. Bubur ini sehat dan bergizi, karena banyakan sayuran daripada
berasnya.
4. Kwetiaw goreng, meski nggak di Kwetiaw Apolo yang kondang
itu. Tapi minim dah makan kwetiaw di Pontianak *menghibur diri.
5. Bakso PSP, itu bakso yang cukup kondang di Pontianak. Di meja nggak tersedia saus kayak di Jawa.Yang ada malah jeruk kecil yang manis khas sana.
6. Bingke, kue tradisional yang terbuat dari tepung beras,
telur, gula , dan santan. Rasanya manis dan testurnya lembut.
7. Nha ini, kue favorit kami semua, tapi nggak tau namanya.
Sejak hari pertama makan kue ini, tiap pagi kami ke pasar minum kopi dan beli
kue lezatos ini. Kayak lontong dibungkus plastik, isinya tumisan rebon.
Ada juga makanan unik dengan teknik fermentasi yang sempat
saya cicipi yaitu cencalok dan tempoyak. Cara fermentasinya cukup ditambahi
garam lalu disimpan selama beberapa hari. Kalo cencalok itu rebon yang
difermentasi trus ditambahi bumbu, cabe rawit, dan perasan jeruk nipis. Nha,
kalo sambal tempoyak itu daging buah durian yang difermentasi, dicampur bumbu,
cabe, dan ditambahi udang.
Huaaa * nangis kejer. Ternyata masih banyak yang belum saya
cicipi seperti sotong pangkong, chai kwe, tau swan/bubur gunting, es krim
Petrus, kwetiaw Apolo, pengkang, dan yang lainnya. Mudah-mudahan bener kata
saudara-saudara ipar kakak ketiga, kalo udah ngrasain air Kapuas, bakalan balik
ke Pontianak lagi. Aamiin...Pontianak, tunggu kedatangan saya suatu saat nanti.
Akan saya coba semua makanan khas sana sampai puas.
NB: sebagian besar foto saya minta ke Mbah Google ya. Habis...begitu liat makanan bawaannya pengin langsung masuk ke mulut aja.
NB: sebagian besar foto saya minta ke Mbah Google ya. Habis...begitu liat makanan bawaannya pengin langsung masuk ke mulut aja.
Jumat, 22 Mei 2015
Pagi itu, 6 Mei 2015, saya lagi maen ke rumah teman. Sambil utak atik hape saya liat ada yang BC tentang berpulangnya komedian Ferrasta Soebardi alias Oom Pepeng. Innalillahi wainnailaihi roji’un...rasa penasaran membuat saya browsing sana sini hingga yakin memang itulah kenyataannya. Selain dapat kepastian, saya juga nemu tulisan Mbak Helvy tentang Oom Pepeng seperti ini:
Betapa Indah Cara Allah Mencintaimu
Sungguh indah cara Allah mencintaimu
Ia menghadirkanmu ke dunia lewat rahim seorang ibu yang bersahaja, dan kekal dengan tawakkal
Ibu yang menjadikan anak sebagai sahabat, guru, dan matahari
Ibu yang sanggup hadirkan sosok dan petuah ayah yang tiada lewat cerita
Betapa indah cara Allah mencintaimu
Ia beri sifat jenaka yag menjadikanmu sang penghibur dalam segala musim dan cuaca
Maka tawa yang kau cipta membuat hidup sekitar lebih bermakna
Allah mencintaimu
Ia beri ketinggian nalar dalam mencerna
Kau pun masuk ke dalam buku-buku tanpa pretensi dan selalu kembali sebagai orang yang mengerti dan memberi pengertian
Begitu indah cara Allah mencintaimu
Ia anugerahkan ketenaran nan memancar
Agar berlimpah rizkimu
Agar tiap orang mengenal sosokmu hingga ke jari-jari mereka
Lalu tiba saat yang tak akan pernah kau lupakan itu
Ketika Allah memberikan sakit yang mengiris-iris, perih dan nyaris membuatmu tak berdaya : multiple sclerosis
Mengapa?
Mengapa saya?
Mengapa tidak?
Pertanyaan-pertanyaan yang kau jawab sendiri
Di dalam kamar putih lengang pasi
Mungkinkah dalam sakit ada sesuatu yang lebih berharga dari yang pernah dikira manusia?
Begitulah. Kau sakit namun dalam sakitmu yang divonis langka, parah dan menahun
Kau menjelma orang yang membaca lebih banyak
Kau mengamati lebih detail, merasakan lebih dalam bersabar tanpa lagi kenal tepi meski kau hanya bisa terbaring
Namun begitulah cara Allah mencintaimu
Dalam sakit Ia bahkan menjadikanmu lebih banyak jalin silaturahim
Orang berbondong-bondong mengunjungimu untuk berbagai alasan
Mereka ingin menghibur namun mereka yang kau hibur
Mereka ingin menyemangati, namun mereka yang tersemangati
Mereka ingin memberi informasi tentang dokter, tabib, dan obat bagi penyakitmu tapi kau menjelma penyembuh paling mujarab bagi jiwa-jiwa yang lalai, luka, dan hampa syukur
Bahkan di antara berbagai suntikan, luka-luka nganga, darah, dan nanah kau masih sempat berpikit tentang keadaan sekitar, tentang bagaimana memberdayakan masyarakat negeri ini dan mencari cara menghapus lara mereka
Allah telah memberimu daya yang membuat kamu terperangah
Maka percik-percik cahaya kisahmu pun menjelma inspirasi tanpa batas
Begitulah cara Allah mencintaimu
Dengan menguji dan mengasahmu hingga kilau sampai tiba masa berjumpa kelak tapi yang pasti, seperti katamu
"Sebelum ajal pantang mati!"
Maka duhai,
Betapa indah cara Allah mencintaimu
Dia karuniakan empat Mohammad sebagai cahaya mata dan sukma
Dan untuk menjagamu selamanya
Ia tak kirimkan pendamping dari kalangan biasa tetapi seorang bidadari yang dalam dirinya berpadu ketulusan Maryam, serta cinta dan kecerdasan Aisyah
Bidadari yang tertidur setelah yakin kau lelap dan bangun sebelum kau terjaga diselimutinya kau dengan doa-doa yang tak henti getarkan langit
Begitu indah cara Allah mencintaimu
Begitu indah... sampai di airmataku
(Helvy Tiana Rosa, Perjalanan Rawamangun - Depok, 26 November 2014)
Masya Allah, bagus banget puisi Mbak Helvy. Saya jadi ingat beberapa tahun yang lalu pernah berkunjung ke gua Oom Pepeng di Komplek Bumi Pusaka Cinere Jl. Bumi IX no. C 98, Cinere, Depok. Orangnya baiiik banget. Semangat hidupnya luar biasa! Dalam kondisi sakit masih tetap bercanda, masih memikirkan orang yang nasibnya kurang beruntung, bahkan melanjutkan kuliah S2 Psikologi di UI.
Oh ya, waktu itu saya datang bersama Komunitas IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis) Jakarta plus foundernya, Teh Indari Mastuti. Juga Teh Lygia (yang waktu itu masih jadi marcom IIDN) yang sudah lebih dulu kenal Oom Pepeng. Kami membawa surat cinta dari ibu-ibu IIDN yang ditulis dalam rangka ulang tahun Oom Pepeng. Saat menyerahkan segepok print out surat cinta itu, beliau berkata akan membacanya nanti. Tapi ketika dalam perjalanan pulang ke Bandung, Teh Gia dan Teh Indari sudah di bbm Oom Pepeng. Beliau senang dan terharu, meski baru membaca sebagian surat-surat itu * hmmm...termasuk surat saya yang cuma selembar itu nggak ya?
Meski bertemu sekitar 3 jam, tapi kesan mendalam saya rasakan hingga detik ini. Saya ingat bagaimana beliau menyapa saya sambil membubuhkan tanda tangan di buku dan tersenyum, “Kamu mau pulang juga?” Ketika itu kami berpamitan untuk pulang, seusai sholat Maghrib di rumah beliau. Bener kata Mbak Helvy, harusnya kita yang menghibur beliau, eh...malah beliau yang menghibur dan menyemangati kami.
Bahagianya saya bisa bertemu dan mengenal Oom Pepeng. Dari beliau, banyak pelajaran hidup yang bisa diambil. Bahwa manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di dalam hidupnya. Oom Pepeng divonis menderita MS di usia 50 tahun. Bahwa manusia harus bisa berdamai dengan kondisi yang tidak diharapkannya. Meski sakit beliau tetap berpikir dan melakukan hal positif. Bahwa kita tak perlu mengeluh pada semua orang tentang apa yang kita rasakan. Sebenarnya beliau merasakan nyeri luar biasa di sekujur tubuh hingga insomnia tiap hari. Bahwa hidup ini hanya sementara, semua yang bernyawa pasti akan mati dan kembali kepada-Nya.
Beberapa saat sebelum Oom Pepeng meninggal sang begawan puisi, Sapardi Djoko Damono, sempat membuatkan puisi yang rencananya akan dijadikan buku antologi bersama sahabat-sahabat Oom Pepeng lainnya. Inilah puisinya:
Empat Kwatrin Buat Pepeng
Hidup kita ini, kata Pak Kiai
Adalah sekeping uang logam
Satu keping tapi dua sisi
Selalu serasi, tak salah paham
Nasib kita ini, kata Pendeta
Susul menyusul siang dan malam
Dua-duanya disaput rahasia
Kadang terbuka, kadang terpendam
Takdir kita ini, kata Pak Guru
Memang tak mudah dipantau
Kadang pasti seperti dipaku
Kadang bagai angin mendesau
Ingat selalu perangai air, kata Penyair
Meskipun begini, tetap saja begitu
Dari hulu mengalir ke hilir
Berkelok terjun, menuju
Yang Satu
Selamat jalan, Oom Pepeng, kami semua mengenangmu sebagai orang yang baik. Dan insha Allah surga sudah menantimu.
Betapa Indah Cara Allah Mencintaimu
Sungguh indah cara Allah mencintaimu
Ia menghadirkanmu ke dunia lewat rahim seorang ibu yang bersahaja, dan kekal dengan tawakkal
Ibu yang menjadikan anak sebagai sahabat, guru, dan matahari
Ibu yang sanggup hadirkan sosok dan petuah ayah yang tiada lewat cerita
Betapa indah cara Allah mencintaimu
Ia beri sifat jenaka yag menjadikanmu sang penghibur dalam segala musim dan cuaca
Maka tawa yang kau cipta membuat hidup sekitar lebih bermakna
Allah mencintaimu
Ia beri ketinggian nalar dalam mencerna
Kau pun masuk ke dalam buku-buku tanpa pretensi dan selalu kembali sebagai orang yang mengerti dan memberi pengertian
Begitu indah cara Allah mencintaimu
Ia anugerahkan ketenaran nan memancar
Agar berlimpah rizkimu
Agar tiap orang mengenal sosokmu hingga ke jari-jari mereka
Lalu tiba saat yang tak akan pernah kau lupakan itu
Ketika Allah memberikan sakit yang mengiris-iris, perih dan nyaris membuatmu tak berdaya : multiple sclerosis
Mengapa?
Mengapa saya?
Mengapa tidak?
Pertanyaan-pertanyaan yang kau jawab sendiri
Di dalam kamar putih lengang pasi
Mungkinkah dalam sakit ada sesuatu yang lebih berharga dari yang pernah dikira manusia?
Begitulah. Kau sakit namun dalam sakitmu yang divonis langka, parah dan menahun
Kau menjelma orang yang membaca lebih banyak
Kau mengamati lebih detail, merasakan lebih dalam bersabar tanpa lagi kenal tepi meski kau hanya bisa terbaring
Namun begitulah cara Allah mencintaimu
Dalam sakit Ia bahkan menjadikanmu lebih banyak jalin silaturahim
Orang berbondong-bondong mengunjungimu untuk berbagai alasan
Mereka ingin menghibur namun mereka yang kau hibur
Mereka ingin menyemangati, namun mereka yang tersemangati
Mereka ingin memberi informasi tentang dokter, tabib, dan obat bagi penyakitmu tapi kau menjelma penyembuh paling mujarab bagi jiwa-jiwa yang lalai, luka, dan hampa syukur
Bahkan di antara berbagai suntikan, luka-luka nganga, darah, dan nanah kau masih sempat berpikit tentang keadaan sekitar, tentang bagaimana memberdayakan masyarakat negeri ini dan mencari cara menghapus lara mereka
Allah telah memberimu daya yang membuat kamu terperangah
Maka percik-percik cahaya kisahmu pun menjelma inspirasi tanpa batas
Begitulah cara Allah mencintaimu
Dengan menguji dan mengasahmu hingga kilau sampai tiba masa berjumpa kelak tapi yang pasti, seperti katamu
"Sebelum ajal pantang mati!"
Maka duhai,
Betapa indah cara Allah mencintaimu
Dia karuniakan empat Mohammad sebagai cahaya mata dan sukma
Dan untuk menjagamu selamanya
Ia tak kirimkan pendamping dari kalangan biasa tetapi seorang bidadari yang dalam dirinya berpadu ketulusan Maryam, serta cinta dan kecerdasan Aisyah
Bidadari yang tertidur setelah yakin kau lelap dan bangun sebelum kau terjaga diselimutinya kau dengan doa-doa yang tak henti getarkan langit
Begitu indah cara Allah mencintaimu
Begitu indah... sampai di airmataku
(Helvy Tiana Rosa, Perjalanan Rawamangun - Depok, 26 November 2014)
Masya Allah, bagus banget puisi Mbak Helvy. Saya jadi ingat beberapa tahun yang lalu pernah berkunjung ke gua Oom Pepeng di Komplek Bumi Pusaka Cinere Jl. Bumi IX no. C 98, Cinere, Depok. Orangnya baiiik banget. Semangat hidupnya luar biasa! Dalam kondisi sakit masih tetap bercanda, masih memikirkan orang yang nasibnya kurang beruntung, bahkan melanjutkan kuliah S2 Psikologi di UI.
Oh ya, waktu itu saya datang bersama Komunitas IIDN (Ibu-ibu Doyan Nulis) Jakarta plus foundernya, Teh Indari Mastuti. Juga Teh Lygia (yang waktu itu masih jadi marcom IIDN) yang sudah lebih dulu kenal Oom Pepeng. Kami membawa surat cinta dari ibu-ibu IIDN yang ditulis dalam rangka ulang tahun Oom Pepeng. Saat menyerahkan segepok print out surat cinta itu, beliau berkata akan membacanya nanti. Tapi ketika dalam perjalanan pulang ke Bandung, Teh Gia dan Teh Indari sudah di bbm Oom Pepeng. Beliau senang dan terharu, meski baru membaca sebagian surat-surat itu * hmmm...termasuk surat saya yang cuma selembar itu nggak ya?
Meski bertemu sekitar 3 jam, tapi kesan mendalam saya rasakan hingga detik ini. Saya ingat bagaimana beliau menyapa saya sambil membubuhkan tanda tangan di buku dan tersenyum, “Kamu mau pulang juga?” Ketika itu kami berpamitan untuk pulang, seusai sholat Maghrib di rumah beliau. Bener kata Mbak Helvy, harusnya kita yang menghibur beliau, eh...malah beliau yang menghibur dan menyemangati kami.
Bahagianya saya bisa bertemu dan mengenal Oom Pepeng. Dari beliau, banyak pelajaran hidup yang bisa diambil. Bahwa manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di dalam hidupnya. Oom Pepeng divonis menderita MS di usia 50 tahun. Bahwa manusia harus bisa berdamai dengan kondisi yang tidak diharapkannya. Meski sakit beliau tetap berpikir dan melakukan hal positif. Bahwa kita tak perlu mengeluh pada semua orang tentang apa yang kita rasakan. Sebenarnya beliau merasakan nyeri luar biasa di sekujur tubuh hingga insomnia tiap hari. Bahwa hidup ini hanya sementara, semua yang bernyawa pasti akan mati dan kembali kepada-Nya.
Beberapa saat sebelum Oom Pepeng meninggal sang begawan puisi, Sapardi Djoko Damono, sempat membuatkan puisi yang rencananya akan dijadikan buku antologi bersama sahabat-sahabat Oom Pepeng lainnya. Inilah puisinya:
Empat Kwatrin Buat Pepeng
Hidup kita ini, kata Pak Kiai
Adalah sekeping uang logam
Satu keping tapi dua sisi
Selalu serasi, tak salah paham
Nasib kita ini, kata Pendeta
Susul menyusul siang dan malam
Dua-duanya disaput rahasia
Kadang terbuka, kadang terpendam
Takdir kita ini, kata Pak Guru
Memang tak mudah dipantau
Kadang pasti seperti dipaku
Kadang bagai angin mendesau
Ingat selalu perangai air, kata Penyair
Meskipun begini, tetap saja begitu
Dari hulu mengalir ke hilir
Berkelok terjun, menuju
Yang Satu
Selamat jalan, Oom Pepeng, kami semua mengenangmu sebagai orang yang baik. Dan insha Allah surga sudah menantimu.
Oom Pepeng, Irhayati Harun, dan saya |
Bersama founder IIDN, Teh Indari Mastuti |
Selasa, 21 April 2015
Perempuan yang melahirkan suami saya
bernama Ratidjah. Perempuan desa yang hanya lulus Sekolah Dasar. Tapi jangan
ditanya kehebatannya dalam menjalani peran sebagai istri dan ibu bagi keenam
anaknya. Sejak muda sudah harus mendampingi suami yang menjabat sebagai Kepala
Desa. Aktif di berbagai kegiatan ibu-ibu di tingkat desa, kecamatan, bahkan
kabupaten.
Keenam anaknya diasuh sambil tetap
aktif berorganisasi. Karena itu bila tidak ada kegiatan keluar rumah, waktu
dicurahkan untuk keluarga. Membuat masakan ala kampung yang super lezat,
sampai-sampai keenam anaknya selalu merindukan masakan dari tangan Ibunya
hingga dewasa. Ketika Lebaran atau pertemuan keluarga, pokoknya masakan Ibulah
yang paling ditunggu-tunggu kehadirannya.
Saat baru melahirkan anak pertama dan
menumpang di rumah mertua, saya sempat merasakan kecerewetan beliau. Tidak
boleh makan ini itu, tidak boleh melakukan ini itu, karena baru melahirkan.
Sebagai ibu baru, saya sempat berpikir, “ Ih, cerewet banget sih, emang Ibu itu
dokter. Tahu mana yang boleh dan tidak boleh untuk perempuan yang baru
melahirkan.”
Tapi
seiring berjalannya waktu, saya semakin menyadari bahwa itu adalah tanda kasih
sayang dan perhatian beliau pada kami. Semakin lama saya semakin mengenal dan
bisa memahami karakter Ibu. Beliau berbicara dengan suara keras, tapi hatinya
lembut. Beliau juga sangat keras dalam mendidik anak, hingga keenam anaknya
berhasil dalam pendidikan dan karier.
Satu hal yang saya perhatikan dari
Ibu adalah kelebihan beliau dalam hal pembukuan dan hitung menghitung. Beliau
punya buku batik kecil memanjang yang berisi catatan keuangan. Semua hal yang
berhubungan dengan keuangan komplit tercatat di sana. Mulai dari pemasukan dan
pengeluaran harian, biaya pengolahan sawah dan hasil panen, sampai hutang
piutang dengan orang lain. Termasuk hutang saya kepada beliau, hahaha…
Dalam satu buku berisi catatan
keuangan selama satu tahun. Dan buku-buku yang sudah terisi penuh beliau simpan
dengan rapi. Jadi kalau ingin tahu tentang keuangan di tahun sekian, tinggal
dibuka saja. Wow…saya terkagum-kagum dengan kelebihan beliau yang satu itu.
Bahkan suami dan kakaknya sering bercanda, “ Ibu itu kalau dapat gelar sarjana
pasti gelarnya Sarjana Ekonomi.” Hahaha…benar juga.
Ibu sering mengingatkan pada anak perempuan dan menantu perempuannya untuk selalu rajin mencatat pemasukan dan pengeluaran keluarga. Menurut beliau itu penting, karena manusia tempatnya salah dan lupa. Kadang ditegur suami, kok uang yang diberikan cepat habis. Nah, tinggal tunjukkan catatannya saja. Hmmm...pemikiran luar biasa dari perempuan yang tidak pernah merasakan bangku sekolah SMP.
Soal hitung menghitung, beliau juga canggih. Tanpa menggunakan kalkulator beliau bisa menghitung prosentase bunga bank dan harga-harga barang. Saat ngobrol dengan saya beliau sering bercerita sambil menantang kemampuan saya dalam berhitung. Misalnya, "Sawah yang di sana itu harganya sekian juta per rhu (itu satuan apa ya?), berarti semeternya berapa?" Tik...tok...tik...tok...*sunyi senyap. Itulah kerennya Ibu mertua saya.
Tulisan sederhana ini saya tulis
khusus untuk orang yang sudah melahirkan, mendidik, dan membesarkan lelaki yang
saya cintai. Saya sudah menganggap beliau seperti ibu kandung saya sendiri.
Saya tidak pernah sungkan bercerita apa saja dengan beliau. Kepada suami, saya
juga sering mengingatkan, bahwa seorang ibu adalah tanggung jawab anak
lelakinya. Karena itu saya sering meminta suami untuk membantu di saat Ibu
membutuhkan sesuatu. Semoga Ibu selalu sehat dan bisa terus beraktifitas
mengurus kebun dan ternak-ternaknya.
Rabu, 15 April 2015
Nengok Ibu Kota
Unknown
09.55
0 Comments
Setelah
beberapa kali batal, akhirnya saya dan anak-anak jadi juga ke Jakarta. Lala…yey
yey yey * kibas-kibas pom pom. Kalo Natal 2013 kami meninggalkan Jakarta pulkam
ke Kendal, Natal 2014 kami dari Kendal nengok Jakarta. Tapi eits…pak sopir
ganteng kok mengarahkan mobilnya ke arah selatan ya. Apa mau ikut-ikutan
mencari kitab suci kayak Kera Sakti? Hmmm…ternyata beliau mau mampir dulu ke
rumah adiknya di Yogya. Setelah menginap semalam barulah lanjut ke Jakarta
lewat jalur selatan.
Wew…ternyata
jalur selatan tuh sempit jalannya, nggak kayak pantura. Jadilah perjalanan
Yogya-Jakarta memakan waktu lumayan lama. Ditambah hujan deras yang turun
sepanjang perjalanan, membuat semua kendaraan nggak bisa ngebut alias padat
merayap. Kami sih santai-santai aja sambil menikmati pemandangan kiri kanan.
Yang stress tentu pak sopir ganteng di sebelah saya. Akhirnya beliau minta
istirahat di Saung Desa, Jalan Raya Bandung-Tasik km 51, Garut.
Hore…makan-makan! Apalagi buat saya yang asli Jawa tapi penggemar masakan Sunda, ini passsss banget.
![]() |
menunya bikin ngiler |
Sekitar
2-3 jam kami istirahat di sana, trus lanjut lagi. Akhirnya sampai juga di
Halim, alhamdulillah. Yang jadi masalah sekarang, mess tempat tinggal suami
cuma berukuran 3x3 m. Lha kalo buat beraktivitas berlima, apa nyaman? Kebayang
kan, kami rebutan oksigen saat tidur atau berdesakan saat makan atau nonton TV.
Untung si tengah mau disuruh nginep di rumah soulmatenya waktu SMP dulu,
Gilang. Dan dua hari berikutnya si kecil diangkut Pakdhenya ke Bekasi. Yeay…lumayan
lega kamar kalo ditempati bertiga.
Tapi
rencana yang saya susun hancur berantakan berkeping-keping jadinya. Padahal
dari Kendal sudah membayangkan jalan-jalan ke Blok M cari buku-buku bagus yang
murah. Atau ke Asemka beli bahan-bahan craft. Ternyata oh ternyata…biaya hidup
seminggu di Jakarta membengkak luar biasa. Salah satu contohnya, beli tiga
porsi nasi goreng di pasar mini Angkasa, depan mess Manuhua aja 82.000. What?
Saya dan Nabila sampe hampir pingsan liat angka di kuitansi si Mbak. Wew…ternyata
porsinya jumbo dan rasanya biasa aja. Alhasil, malam itu usai makan kami berdua
menggerutu sepanjang malam.
Yang
senang tentu ketiga bocah itu. Memang sesuai rencana, mereka ke Jakarta karena
kangen dengan teman-temannya. Jadilah liburan semesteran kali ini ajang reuni
mereka. Si emak yang imut dan baik hati ini akhirnya rela ngendon di kamar mess
sendirian. Oh, nasib…nasib…Ya, paling pol diajak suami ke Tamini Square cuci mata
sambil bikin kacamata Nabila. Atau jalan sama Nabil ke Pondok Gede Mall beli
ATK ke Gramedia dan Gunung Agung.
Eh,
tapi saya juga sempat reuni dengan teman-teman SMA ding. Critanya, Upik, temen
sebangku waktu kelas 1 SMA, tiba-tiba ngajak ketemuan. Karena malam tahun baru
itu saya lagi di rumah Kakak di Bekasi, saya suruh dia main ke rumah Kakak.
Nggak nyangka, dia main sambil bawa kerjaannya, yaitu wire brooch. Asyik…saya
dan Kakak dapet kursus gratisan nih.
![]() |
belajar bikin wire brooch |
Dan
sebelum balik ke Kendal, saya dan suami ngumpul di di rumah makan Kajojo, Delta Mas, Bekasi, untuk
membahas reuni perak SMAN 1 Kendal yang rencananya tanggal 17 Juli 2015. Sip
deh…anak-anak reunian sama teman-teman sekolahnya. Emak Bapaknya juga reunian dengan
temen SMA-nya. Setelah seminggu di ibukota plus menguras seluruh isi tabungan,
akhirnya kami balik ke home sweet home, Kendal tercintah. Tahun depan liburan
ke mana lagi ya, Beb? * kabur ah, sebelum ditimpuk kartu ATM sama si Bebeb.
![]() |
me, hubby,dan teman SMA |